Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dubes Ito: Demo Berlebihan Bisa Ganggu Upaya Penyelesaian Konflik Rohingya

Kompas.com - 09/09/2017, 06:55 WIB
Andi Hartik

Penulis

MALANG, KOMPAS.com - Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia (RI) untuk Myanmar, Ito Sumardi mengatakan, aksi demonstrasi di Indonesia yang dilakukan untuk mengecam tindakan kekerasan terhadap etnis Rohingya di Rakhine State justru bisa mempersulit upaya Pemerintah Indonesia untuk membantu penyelesaian masalah tersebut.

Sebab, jika Pemerintah Myanmar memutus hubungan dengan Indonesia akibat aksi demo yang berlebihan, akses untuk membantu penyelesaikan akan sulit dilakukan.

"Ini lah repotnya. Kita sudah dibuka jalan. Kita sudah diberi kesempatan. Kita sedang dalam taraf untuk menindaklanjuti kan. Tetapi tiba - tiba ada di dalam negeri ini protes - protes yang bisa mengganggu apa yang sudah kita lakukan. Harusnya sebaiknya kita (pemerintah) berikan kesempatan dulu," katanya saat berkunjung ke Kota Malang, Jumat (8/9/2017).

Purnawirawan polisi itu menyayangkan aksi massa di depan Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta yang terjadi beberapa waktu lalu. Dalam aksi itu sempat terjadi pelemparan bom molotov dan aksi bakar bendera Myanmar.

Baca juga: Rekaman CCTV Gelap, Pelempar Molotov ke Kedubes Myanmar Sulit Diungkap

"Apalagi kemarin ada pelemparan molotov dan juga pembakaran bendera. Saya betul - betul mendapat komplain berat dari pejabat pemerintah (Myanmar). Dua orang menteri dan tiga orang dirjen yang biasanya membantu saya untuk tanpa surat resmi bisa bertemu dengan pimpinan tertinggi di sana. Saya sekarang sangat khawatir mungkin akan sulit buat saya," ucapnya.

Beruntung, teguran itu hanya diterima lewat telepon. Jika sampai dilakukan secara tertulis, hubungan Indonesia dan Myanmar akan putus. Hal itu akan berdampak buruk terhadap penyelesaian konflik kemanusiaan itu karena Indonesia termasuk negara yang diterima oleh Pemerintah Myanmar untuk didengar masukannya.

"Kalau sudah tertulis, selesai hubungan kita. Ditutup. Bisa apa kita. Bisakah kita menyampaikan pesan kepada mereka. Bisakah kita menyalurkan bantuan kepada mereka. Kenapa harus dilakukan (bakar bendera). Berikan kesempatan dulu kepada Pemerintah Indonesia. Menindaklanjuti apa - apa yang sudah disepakati," ucapnya.

Dia menegaskan, kedutaan adalah lambang dari kedaulatan suatu negara yang ada di negara. Sehingga, aksi demonstrasi terhadap kantor kedutaan tidak bisa disamakan dengan aksi demonstrasi di gedung pemerintahan.

"Kita harus ingat bahwa kedutaan itu adalah kedaulatan suatu negara. Itu satu negara. Mereka berhak menolak atau apapun. Kita tidak bisa menyamakan misalnya kalau demo itu dilakukan untuk instansi pemerintah," katanya.

Baca juga: Umat Buddha se-Jabar Kecam Kekerasan pada Muslim Rohingya

Ito menyebutkan, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri masih bekerja untuk membantu penyelesaian krisis kemanusiaan etnis Rohingya. Karenanya, pihaknya meminta kepada semua pihak untuk menghargai upaya dari pemerintah. Terlebih, Pemerintah Indonesia melaui Menteri Luar Negeri, Retno LP Marsudi sudah menyampaikan permintaan yang dikenal dengan formula 4+1 untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan tersebut.

"Kenapa kita harus emosional. Pesan sudah disampaikan. Ibu Menteri Luar Negeri, satu yang saya ingat pada saat menghadap Panglima Angkatan Bersenjata (Myanmar) dan Aung San Suu Kyi saya sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia membawa pesan bangsa dan negara Indonesia dan juga pesan masyarakat Internasional," katanya.

"Kalau mereka tidak memenuhi apa yang mereka sudah sampaikan bahwa kita akan memperhatikan yang formula 4+1 ini baru lah kita mungkin bisa protes," tambah dia.

Kompas TV Kelompok militan Rohingya terlibat pertempuran sengit dengan pasukan keamanan Myanmar di Rakhine.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com