Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memelihara Toleransi di Pulau Bukide...

Kompas.com - 08/09/2017, 07:13 WIB

Tim Redaksi

SANGIHE, KOMPAS.com - Menjelang sore, sejumlah pria berkumpul di depan rumah Sekretaris Kampung Bukide Timur. Mereka asyik berbagi cerita dengan tamu yang baru saja tiba di kampung mereka di Pulau Bukide, Kecamatan Nusa Tabukan, Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Dari Kota Tahuna, ibu kota Sangihe, Pulau Bukide bisa dicapai sekitar dua jam perjalanan dengan perahu bermotor tempel. Namun perjalanan akan terasa sedikit sulit jika dilakukan saat musim angin bertiup kencang. Ombak yang cukup besar menjadi tantangannya.

Berbagi cerita sore itu seputar hasil tangkap ikan. Maklum hampir semua warga Bukide Timur merupakan nelayan yang menggantungkan kehidupan mereka dari wilayah perairan laut yang ada di sekitarnya.

Hari itu, Rabu (6/9/2017), warga kampung menerima sejumlah jurnalis yang diundang Konsorsium Nusa Utara (KNU). Mereka menginisiasi pengelolaan kawasan konservasi pesisir berbasis masyarakat di Bukide Timur dan beberapa kampung lainnya.

(Baca juga: Doa Cinta Damai dalam Toleransi dari Medan untuk Bangsa Indonesia)

 

Saat asyik bercerita, pembicaraan hangat dan akrab terpotong suara beduk dan azan Maghrib. Para pria itu pamit untuk menunaikan shalat berjamaah di masjid.

Mayoritas warga Sangihe adalah Kristen. Namun di Bukide Timur yang dihuni 475 jiwa itu, 80 persen penduduknya adalah pemeluk Islam.

Romy Masoara, seorang pendeta di kampung itu menegaskan bahwa kehidupan antar umat beragama berjalan dengan sangat harmonis. "Kami hidup rukun, tanpa ada gesekan apa-apa," kata Rommy yang tetap menemani tamu, sementara para kaum pria lainnya shalat berjamaah.

Ketua Majelis Tua-Tua Kampung, Makawowode Manumbalung (47) menuturkan, kedatangan Islam di Bukide Timur jauh sebelum generasi mereka. Sejarah penyebaran kepercayaan Islam menurutnya dibawa para ulama dari Ternate dan Filipina.

"Jejak sejarahnya masih ada berupa masjid tua di ujung kampung. Masjid itu sudah berusia ratusan tahun," jelas Makawowode.

Walau kedatangan para penyebar ajaran Islam itu membawa ajaran baru bagi nenek moyang orang Bukide Timur, namun tradisi suku Sangir tidak serta merta tergusur. Nyatanya, warga tetap mengikuti tradisi-tradisi yang sudah ada lebih dulu.

"Misalnya dalam bahasa bahari Sasahara, kami pun hingga kini tahu dan hafal soal Sasahara. Pun demikian, walau memeluk agama Islam penduduk Bukide Timur semuanya hafal dengan syair-syair saat membawakan Masamper," tuturnya.

Masamper merupakan sebuah nyanyian tradisi dari suku Sangir. Sebagian besar syairnya saduran ekspresi kepercayaan iman umat Kristen. Bahkan tak jarang saat ada lomba Masamper di Tahuna, tumpukan Masamper Bukide Timur justru menyanyikan lagu rohani dalam bahasa daerahnya.

"Kami hidup dengan penuh rasa toleransi dan menganggap pemeluk agama lain saudara sendiri. Jadi saat kami berpartisipasi dalam Masamper, kami menjunjung tradisi yang sudah ada," kata Wilson Kalase (50), tokoh muslim di sana. 

Dengan hidup rukun dan damai serta menjunjung tinggi nilai toleransi, masyarakat Bukide Timur selalu aman tanpa gejolak. Padahal dari posisi geografis, letak Bukide cukup rentan jika dikaitkan dengan isu terorisme. Karena Bukide berada di perbatasan Indonesia-Filipina.

Tapi ekspresi bermasyarakat yang ditunjukkan warganya menjauhkan Bukide Timur dari ancaman paham-paham radikalisme. Kondisi ini pula yang membuat KNU memilih wilayah di Bukide menjadi salah satu lokasi program konservasi kawasan pesisir (KKP) mereka.

"KKP adalah perlindungan terhadap suatu kawasan perairan laut dari eksploitasi berlebihan. Tujuannya adalah agar suplai ikan dan biota laut lainnya tetap terjaga," jelas Sam Barahama dari Perkumpulan Sampiri.

Selain Perkumpulan Sampiri, Perkumpulan Yapeka juga bergabung di KNU. Lewat beberapa program berbasis masyarakat, mereka ingin mendorong pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Salah satu modalnya adalah kehidupan bermasyarakat yang tenteram dan penuh toleransi.

Kompas TV Upaya pelestarian kerukuan warga Mataram yang heterogen digelar di wilayah Ampenan Mataram.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com