Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Senjakala Peternakan Sapi Perah Nasional

Kompas.com - 24/08/2017, 10:19 WIB
Iqbal Fahmi

Penulis

BANYUMAS, KOMPAS.com - Kehidupan peternakan sapi perah nasional tengah memasuki masa senja. Ada degradasi produktivitas susu murni perah yang sangat signifikan disaat kebutuhan bahan baku susu segar dalam negeri (SSDN) terus-menerus meningkat.

Ketua Dewan Persusuan Nasional, Teguh Boediyana mengatakan, ada banyak faktor yang memengaruhi produktivitas susu segar dalam negeri. Pertama, jumlah populasi sapi perah laktasi yang kian hari kian menyusut.

Pada tahun 2011, sambung Teguh, sensus Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia memiliki sekitar 560.000 populasi sapi, termasuk di antaranya sapi perah betina dan pejantan (pedaging).

Namun pada tahun tersebut, ada gerakan pemotongan besar-besaran, dimana puluhan ribu ekor sapi dijagal untuk memenuhi kebutuhan daging nasional.

(Baca juga: Pulang ke Banyuwangi, Lulusan Al-Azhar Mesir Pilih Olah Susu Sapi)

 

“Hingga tahun 2013 hanya tersisa sekitar 460.000 ekor, itupun sapi campuran (perah dan pedaging). Khusus untuk sapi perah betina yang laktasi hanya tersisa 300.000 ekor saja,” kata Teguh dalam peluncuran Forterra Dairy Scholarship 2017 di Gedung Eduwisata Tegalsari Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden, Banyumas, Kamis (24/8/2017).

Dari jumlah populasi tersebut, produksi susu segar nasional hanya mencapai 1.500 ton per hari atau sekitar 547.000 ton per tahun. Sedangkan kebutuhan atau permintaan susu segar dalam negeri adalah 12 liter per kapita, atau sekitar 3,12 juta ton per tahun.

“Dengan kata lain, 80 persen kebutuhan susu segar dalam negeri masih impor dari berbagai negara seperti Australia, New Zealand, Amerika Serikat, dan Uni Eropa dalam bentuk skim milk powder, anhydrous milk fat, butter milk powder, hingga finished product. Nilainya sekitar Rp 10 triliun,” ujar Teguh.

Staf Khusus Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) ini pun mengatakan, ada celah yang sangat lebar antara peternak sapi perah kecil dan peternak sapi perah besar.

Saat ini, ada sekitar 100.000 peternak sapi perah kecil yang hanya memiliki 2-4 ekor saja. Sedang sisanya dikuasai kartel peternakan sapi besar yang memiliki ribuan sapi perah produktif.

Lebarnya gap ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang harus diselesaikan lewat penetapan payung hukum.

Dari payung hukum itu, Teguh berharap, pemerintah dapat campur tangan untuk memberikan subsidi bibit unggul sebagai stimulus pendongkrak kuantitas dan kualitas susu segar dalam negeri.

“Payung hukum setara Perpres (Peraturan Presiden) ini juga dibutuhkan untuk mengatur harga susu nasional yang saat ini berkisar Rp 4000-Rp 5000. Idealnya, harga susu dapat mencapai Rp 8000, agar petani kecil dapat menutup biaya operasionalnya yang tinggi,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com