Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak "Full Day School", Ribuan Warga NU Semarang Usung 2 Keranda

Kompas.com - 18/08/2017, 16:30 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Gelombang aksi penolakan terhadap kebijakan penerapan full day school (FDS) dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 terus berlanjut.

Di Kabupaten Semarang, ribuan orang dari ormas keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) dan berbagai badan otonom di bawahnya, serta santri dari madrasah diniyah (Madin) dan taman pendidikan Qur'an (TPQ) menggelar aksi unjuk rasa, Jumat (18/8/2017) siang.

Awalnya, massa berkumpul di Masjid Agung Al Mabrur untuk shalat jumat. Setelah itu, mereka melakukan long march ke kantor Bupati Semarang di Jalan Diponegoro No 14 Ungaran.

Baca juga: Belasan Ribu Warga NU Tasikmalaya Unjuk Rasa Tolak "Full Day School"

Sembari menyanyikan lagu Syubbanul Wathon (Cinta Tanah Air) karya almarhum KH Abdul Wahab Chasbullah, massa mengibarkan atribut seperti bendera merah putih dan bendera NU serta berbagai spanduk penolakan FDS.

Selain itu, massa juga mengusung dua keranda. Keranda berwarna putih ini bertuliskan "Tolak Permendikbud No 23/2017" dan "Keranda Full Day School".

Aksi unjuk rasa ini juga diisi dengan pernyataan sikap dan istigasah atau doa bersama.

Ada tujuh butir tuntutan massa terkait kebijakan FDS. Salah satunya adalah menuntut bupati Semarang tidak memberlakukan FDS di sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Semarang.

"FDS tidak sesuai dengan keragaman dan kondisi geografis sosiologis masyarakat Indonesia. Karena banyaknya reaksi penolakan baik dari ulama maupun masyarakat, maka kami minta bupati tidak memberlakuka FDS," jelas Pelaksana Tugas (Plt) Ketu PCNU Kabupaten Semarang, KH Abdul Gofar.

Sementara itu, Ketua Rabithah Makhad Islamiyah (RMI) Kabupaten Semarang, badan otonom NU yang mengurusi pondok pesantren, KH Zaenal Muttaqin mengatakan, madrasah diniyah dan pondok pesantren sebagai budaya pendidikan asli nusantara akan hilang seiring diberlakukannya FDS.

Kemudian akan mucul budaya-budaya yang akan mereduksi kearifan dan keragaman pendidikan lokal.

"Korbannya madrasah diniyah banyak yang sudah gulung tikar, TPQ di Ungaran saja sudah banyak yang tutup. Saya sendiri ada pondok yang santrinya sebagian dari SMA, SMP dan SD negeri yang dulunya pagi sekolah sore atau malamnya di madin atau ponpes sekarang tidak mondok lagi," kata Zaenal.

Ia mencontohkan, kebijakan FDS dengan lima hari sekolah pernah diberlakukan di SMK dan MTS NU Ungaran pada tahun 2015-2016. Namun dalam pelaksanaannya, banyak mendapat tentangan dari murid, orangtu hingga dari kalangan guru.

Baca juga: Presiden Diminta Undang Warga Nahdliyin terkait "Full Day School"

Berdasarkan evaluasi NU, FDS dengan lima hari sekolah membuat proses kegiatan belajar mengajar tidak efektif.

"Di atas pukul 13.00 WIB para siswa sudah mengalami kelelahan fisik dan psikis. Anak-anaknya capek, gurunya juga sudah capek," ujarnya.

Ia menambahkan, model pendidikan yang pas untuk anak-anak Indonesia adalah pendidikan yang alamiah, yakni pagi bersekolah di sekolah formal, sore atau malam harinya belajar agama di madrasah diniyah atau pondok pesantren.

"Kalau sekarang anak-anak sudah capek di sekolah formal, sorenya sudah tidak mau mengaji," imbuhnya.

Aksi unjuk rasa tolak FDS ini berakhir pukul 16.00 WIB. Arus lalu lintas jalur Semarang-Solo sempat tersendat selama aksi berlangsung.

Massa tertib meninggalkan lokasi sembari membersihkan sampah yang tertinggal.

Kompas TV Unjuk Rasa Tolak Kebijakan Opsional Full Day School
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com