Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pengibar Bendera dengan Mata Tertutup untuk Ungkapkan Protes

Kompas.com - 18/08/2017, 06:31 WIB
M Agus Fauzul Hakim

Penulis

KEDIRI, KOMPAS.com - Upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Rabu (17/8/2017), di Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, berlangsung dengan cara berbeda.

Mereka yang terlibat dalam upacara itu memakai sehelai kain yang diikatkan ke kepala untuk menutup matanya. Aksi tersebut sebagai sebuah ungkapan protes perihal sejarah.

Bagi peserta upacara, tentu kondisi itu tidak begitu susah karena mereka hanya berdiri dan dan berdiam mengikuti komando sepanjang upacara.

Namun, lain cerita bagi petugas upacara. Bagi petugas pengibar bendera misalnya, tentu hal ini akan cukup rumit.

Sebab, mereka harus bergerak beberapa langkah dan dituntut serasi untuk menjemput bendera Merah Putih, hingga bekerja sama dalam pengibarannya.

Robi, salah seorang petugas pengibar bendera, mengaku cukup kewalahan dalam menjalankan tugas itu dengan kondisi mata tertutup.

"Pas melangkah, kemungkinan bisa salah tempat berhentinya. Juga saat melangkah, gerakan petugas yang bagian belakang bisa tidak serempak," ujar pemilik nama lengkap Robi Dadung Ramadhan itu.

Namun, pelajar sebuah SMA di Kabupaten Kediri ini merasa cukup puas. Buah kerja samanya dengan Pipit Agus Susanto serta Finsa Alvi Yanti itu dapat berjalan dengan baik tanpa ada kendala.

Padahal, Finsa mengatakan, untuk menjalankan tugasnya itu, mereka hanya mempunyai waktu latihan yang minim sekali, yaitu cuma sehari.

"Ditambah tadi sebelum mulai upacara kami ada gladi bersih," ujarnya.

Peserta upacara bendera di Ndalem Pojok, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (17/8/2017), menutup mata dengan kain sebagai protes sejarah.KOMPAS.com/M.Agus Fauzul Hakim Peserta upacara bendera di Ndalem Pojok, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (17/8/2017), menutup mata dengan kain sebagai protes sejarah.
Sebelumnya diberitakan, upacara itu berlangsung di Ndalem Pojok, suatu komplek di mana terdapat sebuah rumah yang diyakini mantan Presiden Soekarno pernah menetap di situ pada masa kecilnya.

Penggantian nama dari Kusno ke Soekarno juga diyakini berlangsung di rumah milik RM Soemosewojo, ayah angkat Bung Karno itu.

(Baca: Seluruh Peserta Upacara HUT RI Ini Menutup Mata untuk Ungkapkan Protes)

Kushartono selaku pengelola Ndalem Pojok menyebut, upacara itu sebagai bentuk protes adanya pembelokan sejarah. Hal itu terkait penggunaan frasa "Kemerdekaan Republik Indonesia" yang kerap digunakan saat ini.

"Seharusnya yang benar adalah 'Kemerdekaan Bangsa Indonesia'," ujar laki-laki yang juga berperan sebagai pemimpin upacara itu.

Dua frasa itu menurutnya mempunyai perbedaan makna yang berbeda karena ada peristiwa penting yang melatarinya. Peristiwa itu adalah Indonesia sebagai bangsa yang merdeka pada 17 Agustus 1945 dan peristiwa berdirinya Indonesia sebagai negara Republik pada 18 Agustus 1945.

Dia mendasari pemikirannya itu dari beberapa dokumen sejarah, salah satunya adalah naskah teks Proklamasi.

"Dalam teks proklamasi disebut dengan jelas 'Kami Bangsa Indonesia' bukan 'Kami Republik Indonesia'. Lalu 'Dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia', bukan, 'Dengan ini menyatakan kemerdekaan Republik Indonesia'," ujar dia.

Kompas TV Anak-Anak Panti Asuhan dan Lansia Gelar Upacara di Laut
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com