Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pedagang Gelar Upacara Kemerdekaan Diiringi Musik dari Barang Bekas

Kompas.com - 17/08/2017, 17:12 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis


SALATIGA, KOMPAS.com - Ngatemi, 70 tahun, berdiri tegar menghadap ke bendera yang perlahan dinaikkan ke tiang di halaman parkir Pasar Raya 2 di Kota Salatiga, Jawa Tengah, Kamis (17/8/2017). Dia memberi hormat saat bendera Merah Putih dinaikkan.

Wanita asal Getasan, pinggiran Salatiga, yang berbatasan dengan Kabupaten Semarang ini, membiarkan sejenak hamparan rapi dagangannya berupa bunga tabur untuk kubur, di sekeliling kakinya.

Ngatemi memilih ikut upacara bendera di hari kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia yang kebetulan digelar tidak jauh dari lapak dagangannya.

"Menambah semangat saya dan kita semua. Biar kita bisa merasa maju bersama. Biar jangan yang jelek-jelek tumbuh di antara kita," kata Ngatemi, usai upacara.

Saat itu, hawa dingin masih terasa di kaki Gunung Merbabu tersebut. Selain Ngatemi, lebih dari 350 orang lainnya juga ikut dalam upacara tersebut.

Sebagian besar merupakan warga yang berasal dari 18 RT Kampung Pancuran, Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir.

"Dan sebagian di antaranya adalah pedagang pasar dari pasar-pasar yang mengelilingi Pancuran. Sedikitnya 50 pedagang," kata Manik Candi, Ketua Pemuda RW 4 Kampung Pancuran.

(baca: Rekor Muri, Upacara di Perbatasan Sebatik Dilaksanakan 1.478 Paskibra)

Manik menceritakan, ini kali kedua warga Pancuran menggelar upacara pengibaran bendera memeringati HUT kemerdekaan RI.

Seperti upacara pada umumnya, ratusan warga Pancuran berbaris rapi di pelataran parkir Gedung Pasar Raya 2 di Jalan Jenderal Soedirman. Lantaran cukup banyak pesertanya, barisan warga agak menjorok hingga ke jalan raya.

Mereka mengawali dengan mengibarkan bendera, membaca teks Proklamasi, membacakan teks UUD 1945, mendengarkan amanat seorang anggota dewan yang menjadi pemimpin upacara, dan berdoa.

Menariknya, upacara itu diiringi oleh musik dari 'perkusi' yang dinamai drumblek, berupa tong plastik bekas, tong berbahan seng, dan bellyra maupun biola sebagai alat musik pendukung untuk melodi.

"Drum khas Pancuran sejak 1985, yang kini akhirnya sudah sampai tingkat nasional dan tersebar di mana-mana," kata Manik.

Semua pemain drumblek adalah anak-anak muda.

"Saya kelas VIII, umur masih 12 tahun. Saya diminta ikut serta, saya bersedia," kata Nastiti Lintang, pemain biola di grup drumblek itu.

Manik menceritakan, upacara ini sepenuhnya adalah inisiatif warga. Mereka menginginkan upacara khusus bagi warga kampung. Kebetulan kampung ini dikelilingi sungai dan delapan pasar besar.

Karena begitu padatnya warga dan pedagang, mereka sangat mengharapkan bisa bersatu dalam upacara bersama. Bagi warga, upacara bersama menumbuhkan keakraban dan semangat kebangsaan.

"Tahun lalu sukses, kini lanjut. Kami berharap berlanjut di tahun-tahun berikutnya," kata Manik.

Banyak pedagang pasar yang ikut upacara dan memberikan dagangannya untuk dikonsumsi bersama peserta upacara lainnya.

Kompas TV Upacara Digelar di Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com