Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anto Si Pejuang Sunyi, Memungut Biji Bakau untuk Hijaukan Mangrove

Kompas.com - 15/08/2017, 11:47 WIB
Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - "Hijaulah wahai mangroveku, agar bubu berisi kepiting, udang dan ikan, bekal ku pulang untuk hidup keluarga," demikian penggalan syair Usdariyanto (35) di sela mangrove/bakau.

"Sepertinya saya harus membuat lagu untuk hutan bakau ya," celetuk Usdariyanto.

Usdariyanto seorang nelayan kecil, tinggal di Kelurahan Padang Serai, RT 2 RW 01, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu.

Hidup Anto-sapaan akrabnya, cukup sederhana tinggal di rumah kecil yang lantai dan dindingnya belum selesai dilapisi semen. Ia tinggal bersama tiga anak dan satu isteri.

Keseharian Anto, menggantungkan hidup pada sungai dan laut, memasang bubu kepiting bakau adalah pekerjaannya. Tak banyak rejeki yang ia minta pada Tuhan kecuali ikan, udang dan kepiting yang terperangkap dalam bubunya tiap malam.

"Dalam satu malam bubu bisa mendapatkan uang sekitar Rp 200.000 atau empat kilogram kepiting, dipotong modal Rp 60.000 untuk beli pertalite, karena premium sulit didapat," ujar Anto.

Hidup Anto pada mangrove sudah bersimbiosis sejak tahun 1996. Ia dikenal sebagai nelayan yang pantang melihat biji mangrove. "Ia kalau lihat biji mangrove langsung dipungut dan ditanam," ujar Fajar, nelayan rekan Anto.

Anto mengajak Kompas.com  mendatangi tanaman mangrove yang telah ditanamnya tahun 2008. Sepanjang 2,5 kilometer kawasan sempadan pantai telah rimbun dan hijau oleh mangrove, kawasan tersebut terletak di Pelabuhan Pulau Baai Kota Bengkulu.

Baca juga: Susi Pudjiastuti: Perusak Hutan Mangrove Bisa Didenda Rp 1,5 Miliar

Menuju kawasan itu Anto mengajak kami menaiki perahu motor kecil miliknya yang sering dia gunakan mencari kepiting, perjalanan membutuhkan waktu tempuh sekitar 30 menit. Dahulunya kawasan itu gundul dan bukan tempat favorit mencari ikan.

"Kawasan ini saya tanami bakau sejak 2008, saat itu saya sering memancing, iseng saya tanami bakau secara terus menerus, bibitnya sekitar 10.000 batang, bantuan dari nelayan lain.Tidak semua hidup yang hidup mungkin sekitar 8.000 batang," kata Anto memperlihatkan hasil tanaman bakaunya yang rimbun.

Saat ini, di sela bakau itulah ratusan nelayan termasuk Anto kerap mencari ikan, udang, kepiting dan ikan. Sejak hutan mangrove yang ia tanami lebat dan rimbun, maka mulai ramailah di kawasan itu dipasang belek (bubu besar) oleh para nelayan untuk menjebak kepiting bakau yang harganya mahal.

Banyak di antara nelayan yang mencari ikan di lokasi mangrove tersebut tidak tahu bahwa bakau lebat tersebut adalah kerja keras Anto. "Saya merasa bahagia saja, lihat bakau sudah lebat dan bermanfaat untuk ratusan nelayan," ujarnya.

Saat ditanya alasan dia getol menanam mangrove di setiap tepi pantai, Anto hanya menjawab, "Saya bingung kalau ditanya apa latar belakang, yang saya tahu sejak tamat SMA, bakau itu menghasilkan oksigen dan menyerap karbon, juga tempat ikan bersarang dan bertelur," sebutnya.

Dia juga menyadari mangrove juga berfungsi sebagai sabuk hijau pertahanan permukiman masyarakat bila terjadi tsunami dan menahan laju abrasi. Anto mengaku tidak tahu pasti luas kawasan yang telah ditanaminya sejak tahun 1996.

"Saya tidak tahu berapa luas dan berapa batang bakau, yang pasti kawasan yang saya tanami itu saat ini sudah hijau oleh mangrove," ucapnya.

Cara Anto menanam cukup sederhana. Setiap hari sekitar pukul 15.00 WIB hingga pagi hari ia membawa perahunya ke laut dan sungai untuk memasang bubu kepiting di sela mangrove atau tengah sungai.

"Sembari menunggu bubu terisi kepiting, saya manfaatkan untuk mengumpulkan biji bakau dan langsung menanamnya, itu saja. Pasti tumbuh, tidak perlu pembibitan," katanya.

Tidak ada bantuan dari pihak manapun, semua dilakukan secara swadaya dan kesadaran bahwa dirinya dan generasi mendatang membutuhkan mangrove, agar ikan dan udara tetap ada.

Baca juga: Merusak Hutan Bakau, Ponton Timah Apung Dibongkar Polisi

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com