KEDIRI, KOMPAS.com - Lingkungan tempat tinggal Lutfi Zanuar Kurniawan di Dusun Teratai, Desa Banjarejo, Kecamatan Ngadiluwih Kota Kediri, Jawa Timur dikenal sebagai kawasan perajin pot bunga berbahan dasar pasir dan semen.
Di kawasan itu terdapat belasan perajin. Namun Lutfi tidak mau mengikuti arus dengan turut menjadi perajin pot. Pemuda usia 28 tahun itu justru menekuni usaha jasa konstruksi.
Dia menawarkan rangka bangunan yang bahan bukan beton maupun besi, tetapi semua bahan konstruksinya berasal dari bambu. Hasil produksinya berupa saung atau gazebo hingga rumah makan maupun rumah singgah.
Dia mengaku sengaja memilih bambu di antaranya karena ingin menepis adanya sebagian anggapan bahwa konstruksi bambu identik dengan rumah kumuh. Rumah bambu juga dianggap identik dengan kalangan ekonomi kurang mapan.
Dia menolak anggapan itu dengan membuktikannya melalui konstruksi bambu apik nan elegan yang diproduksinya.
"Selain itu, nilai positifnya adalah bambu itu ramah lingkungan. Semakin banyak pohon bambu yang ditanam, lingkungan juga semakin lestari dan berdampak ekonomi sosial," ujar Lutfi saat ditemui di rumahnya belum lama ini.
Baca juga: Dari Usaha Susu, Omzet Pemuda Ini Hampir Rp 1 Miliar Per Bulan
Pemuda lulusan Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta itu mulai merintis usahanya sejak 2 tahun lalu dan kini berkembang cukup pesat.
Setiap bulannya dia memproduksi gazebo hingga 20 unit. Ditambah pula permintaan pada konstruksi kebutuhan rumah tangga lainnya. Pasarannya pun tembus hingga ke luar pulau. Adapun omzet per bulan yang diraup Lutfi berkisar Rp 80 juta hingga Rp 90 juta.
Sementara konstruksi rumah, biasanya dia patok harga Rp 750.000 hingga Rp 1 juta per meter sesuai modelnya.
Adapun bambu yang dipergunakannya terdiri dari tiga jenis, yaitu bambu wulung, bambu apus, serta bambu petung dengan memanfaatkan hasil panenan warga lokal. Kebetulan ketersediaan bambu di Kediri cukup melimpah dan kualitasnya juga cukup bagus.
"Hanya saja, kebutuhan tukang bambu masih mendatangkan sumber daya dari luar kota yakni Jawa tengah," sebut dia.
Ada lima orang tukang yang dia datangkan untuk memproduksi gazebo dengan sistem borongan. Hal ini pula yang cukup membuat pikirannya terusik sehingga bertekad mencetak tenaga tukang dari warga lokal. "Harapan ke depannya bisa lebih memberdayakan warga sekitar," ujarnya.
Baca juga: Nata de Fish, Olahan Ikan Lemuru Kreasi Dosen Uniba
Lutfi mengaku belajar banyak dari bidang ini, terutama perihal kearifan lokal. Misalnya saja soal bahan yang tidak serta merta semua bambu bisa dipakai.
Batang bambu yang dipanen harus lolos kriteria tertentu. Selain umur bambu harus lebih dari 3,5 tahun, proses pemanenannya juga tidak sembarangan, antara lain waktu pemotongan harus dilakukan tidak lebih dari jam 10 pagi dan juga tidak boleh bersamaan dengan waktu purnama. Saat purnama diyakini akan mempengaruhi kadar airnya.