Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Mereka yang Gemar Bermain Catur Meski Tak Bisa Melihat

Kompas.com - 13/08/2017, 20:11 WIB
Kontributor Yogyakarta, Teuku Muhammad Guci Syaifudin

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Siapa yang tak mengenal catur. Permainan di atas papan persegi yang dilengkapi 16 bidak hitam dan 16 buah bidak putih itu merupakan olahraga yang membutuhkan ketelitian dan perhitungan setiap mengambil langkah.

Belasan penyandang tunanetra yang menimba ilmu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis) juga senang melakukannya.

Mengandalkan perasaan, kejelian, dan hapalan, 17 siswa yang memiliki keterbatasan penglihatan bermain catur di aula di SLB Yaketunis, Jalan Parangtritis, Kelurahan Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Minggu (13/8/2017).

Layaknya kejuaraan, belasan penyandang tunanetra itu saling berhadapan untuk menjadi pemenang. Mereka pun terlihat serius ketika ingin menggerakkan bidaknya.

Mereka pun terlihat sabar dan jeli dalam melangkah, baik untuk menyerang maupun bertahan. Sebelum melangkah, seluruh bidak di atas papan catur itu diraba dengan kedua tangannya.

(Baca juga: Kisah Dalang Wayang Kulit Tunanetra yang Tampil di Depan Obama)

Dengan cara itu mereka bisa mengetahui perbedaan bidak satu dengan yang lain. Tanpa ada kendala, mereka terlihat mahir menggerakkan buah catur setelah mengetahui jenis bidak yang akan digerakan.

Setiap langkah bidak yang mereka lakukan pun tidak pernah salah, bahkan sesekali membahayakan pihak lawan. Papan catur dan bidak catur yang dimainkan penyandang tunanetra ini memang berbeda dari yang biasanya.

Papan catur braille namanya. Papan catur ini didesain dan dibuat khusus untuk penyandang tunanetra untuk memudahkan menggerakkan bidak dan menghapal petak hitam dan putih.

Sedangkan untuk membedakan jenis warna buah catur, bidak hitam didesain berbeda dibanding dengan bidak putih. Untuk petak hitam, posisi permukaannya lebih tinggi ketimbang petal putih.

Hari Pramono (30), koordinator pecatur tunanetra SLB Yaketunis mengatakan, permainan catur yang dimainkan belasan siswa itu termasuk kegiatan sekolah. Menurut dia, kegiatan itu juga merupakan upaya mencari potensi dan bakat siswa SLB Yaketunis di bidang catur.

"Untuk kegiatan catur ini memang saya yang mengajak dan membuatnya," kata Hari ketika berbincang dengan Kompas.com.

Kegiatan catur itu, kata Hari, sudah berlangsung selama tiga bulan terakhir. Untuk meningkatkan kemampuan dan bakat siswa SLB, pihaknya mendatangkan mentor dari Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) DIY.

Harapannya, para siswa SLB tak hanya sekedar mahir bermain catur, melainkan juga bisa menjadi atlet catur profesional.

"Sebelumnya kami kan hanya main biasa saja, tapi dengan ada mentor kami ditambah teori. Jadi main caturnya menjadi lebih mantap," ujar Hari.

Sejatinya, ia dan temannya tak hanya sekedar mencari prestasi dengan menggelar kegiatan olahraga catur di sekolah. Ia mengatakan, teman-temannya yang memiliki keterbatasan penglihatan itu juga bisa belajar dari permainan catur.

Halaman:



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com