Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syaraf Rusak, Triyono Lumpuh Sejak Bayi, Tubuhnya Menyusut dan Kaku

Kompas.com - 09/08/2017, 15:02 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho

Penulis

GROBOGAN, KOMPAS.com - Tatapan mata Jumini (45) kosong saat memangku anak bungsunya, Triyono (18), di ruang tamu rumahnya di Desa Tanggungharjo, Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Selasa (8/8/2017) siang.

Pelukan hangat ibundanya itu setidaknya mampu meredam jerit tangis Triyono. Triyono mendadak menangis saat itu. Entah apa yang hendak diutarakan Triyono hingga ia tiba-tiba merengek, Jumini pun belum memahami bahasa tubuh anak keempatnya itu.

"Kalau nangis, setelah saya peluk dan saya pangku pasti diam. Kasihan sekali kamu le," tutur Jumini kepada Kompas.com.

Di rumah beralaskan tanah dan berdinding papan kayu, Triyono bersama kedua orangtuanya tinggal. Ayah Triyono, Rujono, sakit-sakitan mulai belasan tahun silam.

Oleh dokter, Rujono yang sehari-hari bekerja serabutan itu divonis menderita penyakit paru-paru. Mulai saat itu, untuk menyambung hidup, Jumini setiap hari berjibaku mencari kayu di hutan yang jaraknya sekitar 3 kilometer dari rumah. Berangkat usai shalat subuh hingga siang hari.

"Setiap hari dapat satu ikat kayu dan laku dijual Rp 10.000. Saya juga bingung mau gimana lagi karena suami sudah enggak kuat bekerja. Yang penting bisa makan sehari-hari sudah bersyukur," ujar Jumini.

(Baca juga: Kisah Bocah Selfi Sendirian Urus Kakeknya yang Lumpuh)

Jumini mengatakan, anaknya, Triyono, mengalami kelumpuhan sejak umur 3 bulan. Selain tidak bisa berbicara maupun merespons, ukuran tubuhnya pun menyusut tak seperti lazimnya anak sebayanya.

Sekujur tubuhnya kurus kerontang bahkan kaku dan susah untuk digerakkan. Sehari-hari, Triyono cuma bisa tertawa dan menangis di atas ranjang kamarnya. Terkadang, ibundanya menghidupkan televisi atau menyetel radio untuk mengisi kekosongan anaknya itu. 

"Kalau dengerin lagu atau lihat televisi, Triyono senang. Televisi itu pemberian tetangga kampung. Karena kami memang tak punya apa-apa. Kakak-kakak Triyono juga sudah berkeluarga dan tinggal di desa lain. Kalau saya kerja, ia ditemani bapaknya," kata Jumini.

Menurut Jumini, ketika Triyono masih dalam kandungan, dia rutin memeriksakan kondisi kesehatan. Pihak medis menyatakan, kondisi kesehatan ibu dan janin baik-baik saja.

"Namun saat lahir, Triyono sering panas dan kejang-kejang hingga akhirnya kami bawa ke RSUD Purwodadi," kata Jumini.

Dia merasa sangat terpukul ketika dokter menyatakan, Triyono menderita kerusakan sistem syaraf otak. Dia tak habis pikir apa yang akan terjadi. Dokter mengatakan, Triyono bakal sulit tumbuh dan berkembang seperti anak normal. 

"Kami rutin periksakan Triyono hingga berumur 8 tahun. Dokter menyatakan Triyono kena penyakit syaraf dan hanya diberi obat dan disuruh rutin kontrol. Sudah habis uang dan kami putusakan merawat Triyono di rumah," tuturnya.

"Kami sadar kami bukan orang yang mampu, tapi kami berharap pemerintah atau dermawan datang menengok apa yang kami rasakan," lanjut dia.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan, Slamet Widodo, mengatakan, pihaknya sudah mengetahui penyakit Triyono.

Slamet mengatakan, kerusakan sistem syaraf otak yang diderita Triyono susah untuk disembuhkan. Sistem syaraf merupakan sistem pusat yang mengontrol semua koordinasi.

Dari bagian penginderaan, pendengaran, perasaan, dan pemikiran juga bagian yang mengatur, termasuk pula dalam koordinasi gerakan, serta fungsi tubuh lainnya. 

"Maka dari itu, jika masalah penyakit atau gangguan yang menyerang sistem syaraf, imbasnya bukan hanya otak saja. Tapi hampir semua sistem tubuh akan terpengaruhi. Apa yang dialami dik Triyono sulit untuk disembuhkan," kata Slamet.

 

 

Kompas TV Sebagai orang yang terinfeksi rubela saat hamil, Ibu Nadif tak ingin kejadian ini berulang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com