Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Matangkan Revisi Undang-undang Konservasi Sumber Daya Alam

Kompas.com - 08/08/2017, 13:04 WIB
Ramdhan Triyadi Bempah

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Pemerintah terus mematangkan rencana perubahan atau revisi menyangkut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Revisi tersebut dirasa perlu karena undang-undang ini tak mampu lagi menjawab tantangan dan masalah konservasi terkini.

Wakil Ketua DPR RI Komisi IV, Herman Khaeron mengatakan, dalam revisi itu nantinya akan ada pembagian tugas dan peran masing-masing kementerian, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kementerian Pertanian (Kementan).

"DPR berinisiatif merevisi (UU Nomor 5 Tahun 1990) ini. Undang-undang ini ingin mendudukkan pada proporsinya masing-masing, siapa, dan berbuat apa sesuai sektoralnya," ucap Herman, di Bogor, Selasa (8/8/2017).

Baca juga: Konservasi Terumbu Karang, Nelayan Belajar "Biorock"

Herman menambahkan, dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 menyebut sebagian besar kewenangan konservasi berada di tangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, lahir Undang-undang Nomor 1 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang isinya juga mengatur kawasan konservasi.

Jika itu dibiarkan, sambung Herman, akan semakin bertabrakan terhadap tugas pokok kementerian masing-masing.

"Sehingga atas situasi itulah, selain banyak alasan lain seperti perubahan yang terjadi di dalam negeri maupun pada konferensi internasional, inilah yang menyebabkan harus direvisi," tutur Herman.

Sejauh ini, kata Herman, tahapan revisi UU tersebut sudah memasuki pembahasan di Komisi 4 DPR dan penyusunan draft. Dalam waktu dekat, draft penyusunan itu akan diajukan dalam sidang paripurna.

Herman menargetkan, revisi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 itu akan selesai pada tahun ini.

"Kami sudah melakukan konsultasi publik dengan para ahli, pakar, perguruan tinggi, serta masing-masing kementerian terkait revisi UU tersebut. Insya Allah, kalau tidak ada hambatan akan selesai tahun ini," katanya.

Lebih lanjut, pihaknya ingin mengikat bahwa UU Konservasi dan Sumber Daya Alam ke depannya tidak boleh ditabrak oleh undang-undang lain, seperti UU Tata Ruang.

Ia menyebut, UU Tata Ruang sekarang ini menjadi pedoman untuk alih fungsi kawasan, apakah kawasan hutan atau laut.

"Undang-undang lain tidak boleh melebihi UU Konservasi. Karena ini adalah protected area, ini adalah kawasan yang harus dilindungi. Sehingga dalam revisi ini, kami mengikat UU Tata Ruang tidak boleh mengalahkan UU Konservasi," tegas dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengungkapkan, sebelum adanya Kementerian Kelautan dan Perikanan, tupoksi pengawasan konservasi kelautan berada dalam wewenang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Baca juga: Konservasi Burung Hantu di Yogyakarta Dilirik Peneliti Thailand hingga Spanyol

Namun, lanjutnya, setelah pemekaran dan bidang perikanan berdiri sendiri, maka kewenangan itu sudah seharusnya berpindah sesuai dengan tugas di bidang masing-masing.

Brahmantya menambahkan, terdapat kesepakatan bahwa pengelolaan akan diserahkan kepada KKP. Akan tetapi, realisasi di lapangan banyak terdapat regulasi yang tumpang tindih dan perlu dicermati sebagai pertimbangan kewenangan pengelolaan konservasi agar berjalan secara harmonis antara KKP dan KLHK.

“Diharapkan dapat memberikan kejelasan dalam penyelenggaraan konservasi perairan di Indonesia, khususnya terkait dengan penyelarasan kewenangan, menghilangkan dualisme otoritas, dan efektivitas penegakan hukum,” tuturnya.

Kompas TV Berwisata Sambil Belajar di Hutan Mangrove Putri Menjangan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com