Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Panjang Kopi "Kampung" Jadi Kopi "Specialty Grade"

Kompas.com - 01/08/2017, 09:22 WIB
Ari Maulana Karang

Penulis

KOMPAS.com - Garut menjadi bagian dari sejarah panjang kopi di Indonesia. Di wilayah pegunungan Garut, terlihat pohon-pohon kopi yang menjulang tinggi. 

Beberapa tahun lalu, kopi tersebut mungkin hanya kopi biasa yang dikonsumsi warga sekitar. Namun kini, kopi tersebut mulai merambah dunia internasional, karena kualitasnya telah bisa menembus specialty grade.

Adalah Harry Yuniardi, salah satu petani kopi yang mampu mengangkat citra kopi Garut. Ia berhasil memperkenalkan kopi Garut ke mata dunia hingga pencinta kopi dari luar negeri sengaja datang ke Garut untuk melihat langsung proses pembuatan kopi yang dilakukannya.

Tak tanggung-tanggung, CEO perusahaan kopi tertua di Norwegia pun datang ke Bayongbong tahun lalu. Selain datang ke rumah Harry, ia mengunjungi kebun kopi milik petani binaan Harry di Desa Pangauban, Kecamatan Cisurupan, yang terletak di kaki Gunung Papandayan. 

(Baca juga: Jangan Berkhianat dengan Minum Kopi Arabika Dolok Sanggul Pakai Gula)

Menurut Harry, kopi Arabica yang ditanam di pegunungan di Garut, mempunyai citarasa tinggi. Bahkan tidak kalah dengan kopi Indonesia yang sudah lebih dulu terkenal seperti kopi Gayo dan lainnya.

Namun, proses pengolahannya belum memenuhi standar untuk menghasilkan kopi specialty grade. Baru setelah ia meraih juara berbagai ajang lomba kopi di dalam dan luar negeri, kopi olahannya dikenal di dunia. Bahkan kini, kopinya lebih banyak dipasarkan di luar negeri. 

“Ada petinggi perusahaan yang kenal kopi saya di negaranya saat pameran dan saat ini kerja di Garut sengaja mencari kopi saya. Hingga saat ini, mereka jadi langganan,” ujarnya di kediamannya di Jalan Raya Garut-Bayongbong KM 10 yang sekaligus tempat produksi kopi miliknya yang diberi nama Mahkota Coffe.

Harry menjelaskan, level kualitas kopi sendiri, paling rendah ada di grade 3 hingga specialty grade. Namun, ada juga kopi di bawah grade 3 yang masih dijual di pasaran. Biasanya kopi ini dihasilkan dari biji kopi yang rusak.

Sementara, kopi specialty grade adalah kopi dengan kualitas terbaik yang didapat dari hasil menanam, panen, pengolahan, hingga penyeduhan.

(Baca juga: Pilihan Kopi Favorit Bisa Ungkap Kepribadian)

Ia melihat potensi besar pada tanaman kopi yang banyak ditanam di kaki-kaki gunung di Garut. Karenanya, ia mencoba menanam dan mengolah kopi tersebut sendiri untuk bisa menghasilkan kopi dengan kualitas specialty grade.

“Dari browsing di internet, saya ketemu kawan orang Indonesia yang jadi anggota SCAA (Specialty Cofee Asociation America), dia yang ngajarin saya mengolah kopi specialty grade,” katanya.

Selain itu, Harry juga sempat mengenyam pendidikan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Indonesia di Jember. Di lembaga yang didirkan sejak 1911 itu, Harry belajar tentang kopi dari para ahlinya selama enam bulan, hingga menerima sertifikat Puslitkoka.

Selama proses belajar, menurut Harry, hasil kopi olahannya diujicobakan kepada Q Grader, yang merupakan penguji citarasa kopi.

 

Dari Q Grader inilah, biasanya Harry mendapat catatan-catatan penting dari proses olahan kopi yang dilakukannya. Hingga akhirnya, kopi olahannya bisa memenuhi standar specialty grade.

Tak puas hanya diuji oleh Q Grader, Harry membawa biji kopi (green bean) hasil olahannya ke Puslitkoka Jember. Dari hasil pengujian yang dilakukan Puslitkoka, skor green bean olahan Harry 84 poin, atau melebihi angka minimal standar kopi specialty grade yakni 80 poin.

Disiplin Tinggi

Mengolah kopi, sambung Harry, memerlukan disiplin tinggi. Selain itu, pengolahan kopi memerlukan sentuhan rasa dan seni yang bisa membuat pengolah kopi lebih menjiwai proses pengolahan kopi.

Hingga kini, ia mengaku masih terus belajar soal kopi dengan cara mengikuti berbagai ajang lomba kopi di dalam dan luar negeri. Hal ini menurutnya penting juga untuk bisa memperkenalkan produk kopi asli Garut kepada dunia luar.

“Kualitas kopi kita (Garut), tidak kalah dengan kopi yang telah memiliki nama duluan dari Indonesia. Tapi kita belum bisa memproduksi dalam jumlah besar. Jadi di pasaran, kopi kita tertutup oleh kopi daerah lain yang produksinya sudah besar-besaran seperti kopi Gayo,” katanya.

Harry mengaku, pernah melihat langsung kebun kopi Gayo dan koperasi pengolahannya di Nangroe Aceh Darussalam. Stok kopi yang ada di gudang mencapai ratusan ton, karena kebun kopinya terhampar luas.

Namun saat ini, Harry sudah bisa bernafas sedikit lega. Setelah kopi Garut dikenal dunia karena citarasanya yang khas, kini banyak petani mau ikut menanam kopi. Bukan hanya itu, kedai-kedai kopi pun banyak berdiri di Garut dengan menu utama kopi Garut.

“Saya juga baru mulai membuka kedai kopi di Garut. Rencananya tahun ini kita buka kedai kopi di Bali, kopi yang dijual ya kopi Garut. Sekarang kopinya memang sudah masuk Bali, tapi dijual oleh orang lain. Nanti tempatnya kita punya sendiri,” ucapnya.

Lelaki yang dulunya petani akarwangi ini mengaku tak akan pelit berbagi ilmu soal kopi. Karena itu, petani kopi binaannya diajak untuk melakukan pengolahan kopi berkualitas tinggi hingga harga jual kopinya lebih mahal dan menguntungkan petani kopi.

Kabupaten Garut sendiri, menurut Harry, diuntungkan dengan geografis yang sangat cocok ditanami kopi arabica. Meski demikian, bukan berarti kopi robusta tidak bisa dikembangkan di Garut.

Saat ini, dirinya tengah mencoba membina petani di Garut Selatan untuk menanam kopi jenis robusta berikut cara pengolahannya agar kualitasnya bisa lebih bagus dan harganya lebih mahal. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com