Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Algooth Putranto

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI).

Gus Ipul dan Godaan Pulang ke Kandang Banteng

Kompas.com - 29/07/2017, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Pulang kandang

Suka tidak suka, demi mengamankan basis PDI-P di Jawa Timur, barangkali strategi memulangkan Gus Ipul ke kandang Banteng bisa menjadi pilihan yang lebih rasional dibandingkan mendorong Risma maju sebagai cagub.

Mengapa saya menggunakan diksi memulangkan? Tak lain sejarah politik Gus Ipul sejatinya diawali sebagai representasi PDI-P di Senayan pasca Pemilu 1999. Gus Ipul adalah pemegang mandat hubungan Gus Dur-Mega saat itu.

Sayang, keretakan relasi Gus Dur-Mega juga yang membuat Gus Ipul terpental dari PDI-P dan DPR, mantan Ketua Umum GP Ansor itu memilih masuk PKB hingga menjadi Sekretaris Jenderal PKB hasil muktamar PKB tahun 2002.

Dengan sejarah tersebut bisa jadi kepulangan Gus Ipul ke PDI-P akan cukup mudah, meskipun ada ganjalan sejarah yang mungkin akan sedikit menganggu yakni kemesraan Gus Ipul dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dikenal sebagai rival berat Bu Mega pada Pemilu 2004.

Semua juga tahu, untuk kedekatan tersebut, Gus Ipul diganjar jabatan sebagai Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal pada Kabinet Indonesia Bersatu dari Oktober 2004 hingga Mei 2007.

Setelah tak jadi menteri pun, Gus Ipul masih mendapat uluran tangan SBY melalui Partai Demokrat untuk melaju sebagai wakil gubernur Jawa Timur pada Pilgub 2008.

Pilihan taktis SBY yang jitu, sebab Gus Ipul sebagai orang yang dekat dengan Gus Dur sukses membuat suara PKB terpecah.

Suara-suara memulangkan Gus Ipul ke PDI-P pun sebetulnya sudah sempat terdengar di kalangan elit Banteng. Beberapa wacana dengan narasi nyamannya hubungan PDI-P dengan Nahdlatul Ulama dengan balutan nostalgia perjuangan Gus Dur-Megawati dapat menjadi indikasi kepulangan Gus Ipul.

Dari hitung-hitungan kekuatan pun, kedua partai dapat dengan jelas mengindikasikan bagaimana komposisi cagub-cawagub mendatang. Saat ini PKB memiliki 20 kursi di DPRD Jatim, sedangkan PDI-P memiliki 19 kursi.

Andai kesepakatan di tingkat elit partai tercapai, dengan konsekuensi menyingkirkan Khofifah Indar Parawansa, maka tak akan sulit bagi aliansi PKB-PDI-P untuk kemudian memasangkan dan memasarkan Gus Ipul dengan Risma di Jawa Timur yang memiliki kencenderungan basis massa yang nasionalis dan Islam tradisional.

Meski demikian, skenario ideal ini bukan tidak mungkin batal ketika partai lain yang berseberangan dengan PDI-P buru-buru meminang Gus Ipul. Setidaknya ada Partai Demokrat dan Gerindra yang juga tengah berburu cagub mereka.

Meskipun bukan partai dominan di Jawa Timur, kedua partai bahkan sudah berpengalaman membentuk aliansi partai yang mengantarkan Soekarwo-Saifullah Yusuf. Apalagi, aliansi keduanya di Pilkada DKI terbukti berhasil.

Pada sisi lain, ada faktor "X" yang bisa jadi membuat PDI-P terlambat bergerak. Apalagi jika bukan faktor restu Megawati. Tanpa restu Bu Mega yang mirip bintang jatuh, mana berani kader-kader PDI-P bergerak mendekati Gus Ipul yang sejatinya sudah memberikan sinyal untuk pulang kandang demi Pilgub Jatim 2018.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com