Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Berprestasi Itu Kini Harus Dipasung

Kompas.com - 26/07/2017, 20:14 WIB
Kontributor Pangkalan Bun, Nugroho Budi Baskoro

Penulis

PANGKALAN BUN, KOMPAS.com - Di tengah rumah panggung sederhana yang berdiri di tanah rawa di kawasan pemukiman padat penduduk itu, Jumiati (23) duduk dalam ketidakberdayaan. Kedua kakinya dalam pasungan.

Sarnin (55), ibu Jumiati, menceritakan, anaknya terpaksa dipasung sejak Minggu (23/7/2017). Anaknya itu kerap mengamuk dan seperti hilang ingatan ketika marah. Bahkan dia sering jadi sasaran amuk anak ketiganya itu.

Bukan hanya dirinya, barang-barang seperti jendela kaca, lampu, dan televisi kerap jadi korban amuknya. Itulah alasan rumah di Jalan Talen, Kelurahan Baru, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah itu tak memiliki jendela dan televisi.

Terakhir yang jadi sasaran amukan Jumiati adalah kakaknya sendiri yang tinggal persis di samping rumahnya. Saat itu, Jamiati meminta uang Rp 500.000 dan tak diberi. Lalu ia pun mengamuk.

(Baca juga: Akhirnya Pasung Rusli Dibuka...)

Sejak amukan terakhirnya itu, keluarga tak ingin lagi mengambil risiko. Jumiati terpaksa dipasung.

Menurut Sarnin, perangai suka marah dan mengamuk baru terjadi tiga tahun terakhir. Itu terjadi setelah Jumiati pulang dari kediaman bapaknya di Palangka Raya.

"Dia pulang, diantar bapaknya ke bus. Sendiri. Datang jam 7 malam, lempar tas, langsung lari," tutur Sarnin pada Kompas.com, Rabu (26/72017) sore.

"Pas ditanya, 'mau ke mana?'. Dia jawab 'ada Abah, Ibu (tiri) di sana'," lanjut Sarnin mengutip ucapan Jumiati.

Ema, kakak sepupu Jumiati mengatakan, adiknya akan marah dan mengamuk bila meminta uang tak langsung dipenuhi. Ia lebih sering marah sama ibunya. Namun hal itu tidak akan diingat Jumiati, ketika ia dalam kondisi normal. Ia menduga adiknya tersebut depresi.

"Tapi entah karena apa. Dia ini pendiam sebenarnya," ungkap Ema.

Siswa Berprestasi

Sarnin mengatakan, selain pendiam, semasa sekolah anaknya tergolong cerdas. Dari SD sampai SMK ia selalu mendapat ranking.

"Dia menerima beasiswa. Mengaji pintar, buat kaligrafi pintar," ujar Sarnin.

Selepas SMA dia daftar kuliah, sebelum pergi ke Palangka Raya untuk menemui ayahnya. Namun, sepulangnya dari ibu kota Kalimantan Tengah itu, ia mulai berubah. Selain gampang marah dan mengamuk, ia juga terkadang pergi tak pulang ke rumah hingga berhari-hari.

"Pernah sampai sepuluh hari," ucap Sarnin.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com