Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Garam Langka, Ini Kata Pengusaha Garam

Kompas.com - 25/07/2017, 05:24 WIB
Putra Prima Perdana

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara mengatakan, hampir seluruh perusahaan yang memproduksi garam beryodium untuk konsumsi rumah tangga kolaps akibat kesulitan mendapatkan bahan baku.

"Akibat tidak ada stok garam sekarang khusus perusahaan yang bergerak bidang garam produksi kolaps. Efeknya akan terjadi PHK dimana-mana. Karyawan produsen garam konsumsi akan dirumahkan karena sudah stop produksi. Puluhan ribu orang yang bergantung terhadap produsen garam akan menganggur," ujar dia di Bandung, Senin (24/7/2017)..

Saat ini, lanjut Cucu, stok garam dalam negeri terus menipis. Tingginya kebutuhan belum bisa diimbangi oleh produksi dalam negeri yang baru bisa mencapai 1,8 juta ton per tahun. Sementara total kebutuhan garam baik untuk konsumsi dan industri mencapai 4,3 juta ton per tahun.

Cucu berharap, pemerintah berlaku bijak dengan cara sesegera mungkin membuka keran impor garam demi untuk memenuhi kebutuhan garam baik untuk konsumsi maupun untuk industri. 

"Kalau pemerintah tidak segera mengambil diskresi akan terjadi chaos. Masa pemerintah mengurusi garam saja enggak mampu. Impor ini adalah keterpaksaan," ujarnya.

Baca juga: "Indonesia yang Dikelilingi Lautan kok Langka Garam, Kan Lucu..."

Ia menyebut, ketiadaan garam di pasaran bisa mengancam kesehatan warga Indonesia.

"Apabila kondisi ini dibiarkan akan menyebabkan gagalnya program kesehatan yang dicanangkan pemerintah yakni Universal Salt Iodization (USI). Salah satu program gizi yang menambahkan zat gizi yodium dalam garam (yodisasi) secara massal baik garam untuk konsumsi untuk manusia maupun hewan," kata Cucu.

Cucu menyebutkan, garam beryodium merupakan kebutuhan primer yang tidak dapat tergantikan terutama untuk manusia. Menurut penelitian, setiap satu orang perlu memenuhi kebutuhan konsumsi garam beryodium sebanyak 3 kilogram per tahun.

"Kita semua tahu kalau kekurangan yodium aakan menyebabkan kerdil, IQ rendah, gondok, dan tingkat keguguran hamil semakin tinggi," ucapnya.

Sementara itu, Ali Wafa, Direktur PT Budiono Madura Bangun Persada menyebutkan,  sudah dua bulan perusahaannya tidak berproduksi akibat tidak tersedianya bahan baku di seluruh sentra penghasil garam nasional sepertiseperti Jeneponto dan Pangkep (Sulwesi Selatan), Madura (Jawa Timur) dan Bima Nusa Tenggara Barat (NTB).

Menurut dia, petani garam tidak bisa panen karena hujan yang masih terjadi meski seharusnya sudah memasuki musim kemarau.

"Kalau Agusutus 2017 ini hujan masih terjadi, maka bisa dipastikan tahun ini akan kembali gagal panen. Kalau pun tidak hujan maksimal bisa panen hanya 40 persen," ujar Ali.

Akibat berhenti berproduksi, setelah lebaran kemarin Ali mau tidak mau terpaksa harus merumahkan 400 karyawannya.

Selama ini garam yang diolahnya 60 persen untuk kepentingan konsumsi untuk memenuhi pasar Kalimantan dan Sumatera. Sedangkan, sisanya untuk kepentingan industri pengasinan ikan.

"Bisa dibayangkan rumitnya situasi saat memasuki Idul adha untuk kepentingan pengasinan kulit hewan kurban," katanya.

Hal serupa disampaikan pengusaha garam lainnya, Subhan yang merupakan Direktur CV Keluarga Gresik. Menurut dia, Januari 2017 menjadi kesempatan terakhir baginya untuk melakukan produksi. Hingga kini, perusahaan yang dipimpinnya yang mempekerjakan 25 karyawan terpaksa harus dirumahkan dengan alasan yang sama akibat tiadanya bahan baku garam.

Dia menyebutkan, penghentian produksi juga dialami IKM garam asal Gresik lainnya. Selama 22 tahun dirinya menggeluti bisnis pengolahan garam konsumsi baru kali ini mengalami krisis bahan baku akibat gagal panen sehingga petani tidak bisa menjual.

"Pada 1997 dan 2010 pernah terjadi kemarau pendek tapi tidak dampaknya tidak separah sekarang ini karena pemerintah langsung mengatasi dengan impor," ujarnya.

Kompas TV Kelangkaan Garam Terjadi di Berbagai Daerah di Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com