Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berawal dari Buku Laskar Pelangi, "Cleaning Service" Mampu Lulus S2

Kompas.com - 16/07/2017, 14:51 WIB
Kontributor Samarinda, Gusti Nara

Penulis

SAMARINDA, KOMPAS.com - "Ilmu adalah harta yang tidak ada duanya", begitu kalimat yang teringat terus di laki-laki berusia 32 tahun ini. Terlahir dari keluarga yang kurang mampu, ternyata tidak menyurutkan keinginannya meraih mimpi.

Berawal dari buku Laskar Pelangi, kini dia telah sukses meraih ilmu yang tinggi. Dialah Jurmansyah, lulusan Program Magister (S2) Ilmu Administrasi Negara di Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), yang sehari-hari bekerja sebagai cleaning service (CS).

Didatangi di tempat dia bekerja, kampus Fisipol Unmul, Jurmansyah terlihat sibuk bekerja. Dengan ramah, Jurmansyah menyapa Kompas.com dan duduk bercerita membagi kisah perjuangannya.

"Yah beginilah pekerjaan saya, bersih-bersih semua ruangan. Saya juga bertugas mempersiapkan perkuliahan untuk mahasiswa S2, seperti angkat-angkat proyektor," kata dia.

Menurutnya, pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang paling nyaman. Walau hanya seorang CS, tapi tidak terlalu capek. Upah yang didapat pun terbilang cukup, sehingga dia bisa menabung untuk biaya perkuliahan.

"Kalau diceritakan, sebenarnya panjang sekali. Keluarga saya kurang mampu, bapak saya hanya tukang penyapu jalan. Kami 7 bersaudara, kakak saya pernah minta kuliah tapi bapak saya tidak sanggup," ujarnya.

Menyadari ekonomi keluarga yang rendah, Jurmansyah lantas tidak berpangku tangan. Sejak duduk di kelas 1 SMA, Jurmansyah sudah bekerja sebagai loper koran. Setiap hari, dia berhasil mengumpulkan uang puluhan ribu rupiah dari keuntungan sebesar Rp 2.000 per koran. Uang tersebut dia bagi, sebagian untuk keperluan sekolah, sisanya ditabung.

"Masa-masa SMA itu, saya benar-benar kerja serabutan. Saya jadi loper-loper koran, saya juga sering bantu-bantu ngepel di rumah pelangganan koran. Saya juga kadang gantikan keluarga nyapu jalanan dengan hasil upah dibagi 2," ungkapnya.

Meski sibuk bekerja, namun sekolah Jurman tidak pernah keteteran. Di pagi hari dia menyapu jalan dan berjualan koran, di siang hari dia sekolah. Malam harinya, dia gunakan untuk belajar dan istirahat tepat waktu. Hingga di tahun 2004, Jurman berhasil melanjutkan pendidikannya di Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag), Samarinda.

"Saya usahakan tidak mau jadi anak yang boros, saya harus belajar dan tidak boleh terjebak pergaulan bebas. Hingga akhirnya saya berhasil lulus SMA dan Alhamdulillah tabungan kuliah sudah terkumpul," kata bapak dua anak ini.

Meski sudah menjadi mahasiswa, ternyata tidak membuatnya berhenti bekerja sebagai penyapu jalan.

"Waktu kuliah jadi penyapu jalan di taman, nah ini waktunya agak lama. Jadi kadang kalau pagi-pagi ada teman atau dosen yang lihat, tapi enggak papa. Saya malah enjoy didatangi mereka, kadang saya kerja sambil ngobrol soal kampus," ujarnya.

Masih dibagi

Pada tahun 2010, mendekati masa kelulusan, Jurman memutuskan berhenti menjadi penyapu jalan dan menjadi penjaga counter ponsel. Di tempat itu, dia kembali mengumpulkan pundi-pundi rupiah untu tabungan kelulusan.

"Gaji penyapu jalanan hanya Rp 600 ribu. Uang itu saya bagi dua dengan paman karena paman saya yang punya kerjaan. Saya gantikan paman yang sedang sakit, saya Rp 200 ribu dan paman Rp 400 ribu. Waktu kerja di counter, gaji saya jadi Rp 1.050 ribu," sebutnya.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com