Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampanyekan Literasi, Sutopo Modifikasi Becaknya Menjadi Perpustakaan

Kompas.com - 13/07/2017, 21:10 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

Kendari buku di rak becaknya tidak terlalu banyak, namun Sutopo ingin menularkan budaya membaca kepada siapapun. Sebab, membaca itu penting bagi siapapun untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

"Membaca itu penting, buku itu kan jendela dunia, pemerintah saat ini kan sedang mengadakan budaya membaca. Saya ingin membantu pemerintah semampu saya, untuk mengampanyekan membaca," tegasnya.

Menurutnya, saat ini budaya membaca sudah mulai luntur. Terlebih bagi anak-anak meskipun tidak semua. Anak-anak lebih suka bermain gadget daripada membaca buku.

"Anak-anak sekarang tidak bisa lepas dari gadget, tapi tidak semua memang. Pulang sekolah mereka asyik dengan gadget, membaca hanya saat di sekolah saja," ucapnya.

Mengisi masa pensiun

Sutopo menceritakan bahwa dirinya dulu kuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia (Asri) atau saat ini menjadi Institut Seni Indonesia (ISI). Ia masuk pada tahun 1969 dan lulus tahun 1971.

"Tahun 71 sampai 77 saya membuat papan nama, baliho. Waktu itu belum seperti sekarang, jadi kalau buat baliho ya saya gambar manual," ucapnya.

Pada tahun 1977, karena sering membantu di Koramil, dirinya ditawari bekerja di Kodim. Pada tahun 2003, Sutopo pensiun sebagai petugas sipil di Kodim.

"Tahun 2004 saya mulai becak. Anak saya kan sudah kerja semua, mereka menasihati agar saya tidak usah becak, menikmati masa pensiun di rumah," urainya.

Namun Sutopo tetap memutuskan menarik becak, karena melihat setiap orang yang pensiun langsung fisiknya drop karena meninggalkan rutinitasnya dan hanya berdiam diri. Bahkan, beberapa temannya setelah pensiun langsung sakit dan ada yang meninggal.

"Dengan pelajaran itu, saya harus tetap bergerak setelah pensiun. Saya memutuskan becak karena ada orangtua yang menawari antar jemput tiga orang anak dari rumah ke sekolah," tandasnya.

Saat itu, Sutopo belum mempunyai becak sendiri. Sehari-hari, ia menyewa becak dengan biaya Rp 2.500.

"Tapi lama-lama menganggu psikologi saya, sehari harus dapat uang untuk setoran. Lalu saya memutuskan beli becak sendiri, harganya Rp 600.000," tuturnya.

Baca juga: Ingin Penumpang Baca Buku, Pak Sugiarto Buat Perpustakaan di Angkotnya

Diceritakanya, dirinya sempat beberapa bulan terpaksa berhenti menarik becak karena dirawat di rumah sakit akibat menderita struk. Namun berkat usaha kerasnya menjalani terapi dan keyakinannya, Sutopo kembali mampu menarik becak.

"Saya sekarang juga rutin olahraga lari," kata Sutopo.

Diakuinya, ia tidak pernah menargetkan dalam satu hari harus mendapatkan penghasilan berapa. Sebab, selain hanya untuk mengisi masa pensiun, berapapun rezeki yang diberikan Tuhan harus selalu disyukuri.

"Tidak pasti, sehari bisa Rp 50.000. Berapapun tetap harus disyukuri dan harus ingat kepada Yang Maha Kuasa," pungkasnya.

Kompas TV Bemo Ini Adalah Perpustakaan & Bioskop Keliling
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com