Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seorang Warga Difabel Hendak Jual Ginjal demi Biaya Sekolah Anaknya

Kompas.com - 12/07/2017, 19:56 WIB
Kontributor Yogyakarta, Teuku Muhammad Guci Syaifudin

Penulis

Sunarto senang anaknya lolos masuk ke sekolah negeri karena merasa biayanya bakal lebih ringan ketimbang di sekolah swasta.

"Kata orang sekolah di negeri itu lebih murah. Dan teman saya juga bilang lebih murah. Makanya anak saya mencoba dan alhamdulillah diterima," ucap Sunarto.

Anggapan sekolah negeri lebih murah pupus sudah setelah Sunarto diminta membayar biaya pendaftaran ulang sebesar Rp 4.757.500. Biaya tersebut diketahui dari istrinya yang mengikuti rapat bersama semua orangtua yang anaknya diterima di SMKN tersebut, Senin (10/7/2017).

"Biaya itu untuk sumbangan pendidikan sebesar Rp 3 juta, Rp 982.000 untuk seragam, dan Rp 775.000 untuk seragam praktik. Untuk biaya sumbangan bisa dicicil sebanyak tiga kali, tapi harus lunas pada September 2017. Sedangkan uang seragam harus lunas," kata Sunarto.

Sunarto pun sempat kebingungan mencari uang seragam yang harus lunas sebelum masuk sekolah hari pertama pada Senin (17/7/2017) depan. Penghasilan yang tak menentu dari servis barang elektronik tak akan cukup untuk menutupi biaya seragam.

Beruntung, ia mendapatkan bantuan dari yayasan yang ada di Kota Yogyakarta berupa uang sebesar Rp 1 juta.

"Sudah disetorkan hari ini. Sekarang kami sedang memikirkan untuk menutupi kekurangannya," kata Sunarto.

Rela jual ginjal

Sunarto pun menyatakan akan menjual organ tubuhnya berupa ginjal untuk memenuhi biaya pendidikan anaknya tersebut. Ia rela berkorban untuk anaknya agar bisa mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, sehingga setelah lulus nanti bisa mandiri dengan keahlian dan kemampuannya.

"Saya pernah bilang, ginjal saya jual untuk sekolah. Anak saya harus sekolah setinggi-tingginya. Biar nanti kalau sudah lulus punya keahlian. Kalau punya modal sehingga bisa usaha sendiri," ujar Sunarto.

Sunarto pun yakin anaknya bisa membanggakan orangtuanya. Sebab putrinya juga selalu mendapatkan rangking satu dan dua selama duduk di bangku SMP. Selain itu, anaknya juga tak pernah meminta hal yang macam-macam kepada orangtuanya.

"Kalau sekolah, pakai sepeda. Sejak kecil dia juga rajin berpuasa Senin dan Kamis. Kalau tidak punya uang saku, puasa saja," kata Sunarto.

Baca juga: Perjuangan Witri demi Kuliah S-2, Buka Warung Lotis Kejujuran hingga Les Silat

Selain ingin menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi, Sunarto ingin mempunyai usaha yang bisa memberikan penghasilan lebih atau tetap. Istrinya sempat berjualan nasi goreng bungkus, sate usus, dan gorengan yang dijual di warung atau kantin. Pendapatannya pun terbilang lumayan lantaran setiap hari bisa mengantongi laba bersih sebesar Rp 30.000.

"Sholikhah yang mengantar ke warung atau kantin. Tapi sekarang berhenti karena modalnya habis untuk biaya berobat dia yang sakit tipes," kata Sunarto yang juga memiliki keahlian menyablon di kertas dan plastik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com