Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Kanker Tulang hingga Tak Bisa Jalan, Ketty Tulis Puisi "Secercah Harapan"

Kompas.com - 12/07/2017, 17:20 WIB

KOMPAS.com - Hari itu, pertengahan Desember 2016, Ketty tengah menerima rapor. Seperti biasa, nilai-nilainya bagus. Ketty naik ke kelas enam dan dia pulang dengan senyum yang lebar.

Namun kemudian, sebuah bola melesat menghantam lutut Ketty. Nyeri yang menusuk langsung membuatnya terduduk. Senyumnya berganti pilu hingga sekarang.

Saat itu, hantaman bola membuat lututnya bengkak. Menyangka puterinya sekadar terkilir, Nilawaty, ibu Ketty, membawanya ke tukang urut. Bengkak tak juga surut dan malah membuatnya demam.

"Saya kemudian bawa dia ke Puskemas, tetap tak sembuh. Demamnya turun tapi kakinya tetap sakit," kata Nilawaty di rumahnya di Jalan Langkat No 6 Lingkungan IV, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Senin (10/7/2017).

Dari hari ke hari, kondisi kesehatan Ketty terus menurun. Mula-mula hanya nyeri, lalu sakit yang lebih menusuk dan membuatnya sulit berjalan. Pada satu hari di bulan Februari 2017, Ketty ambruk. Kedua kakinya seperti tak mampu menopang berat tubuhnya.

Untuk pertama kalinya, Nilawaty menyadari betapa sakit yang diderita Ketty bukan penyakit biasa.

(Baca juga: Perjuangan Nur Aini Melawan Kanker Tulang ... )

Saat dibawa berobat, dokter yang memeriksa kemudian menyampaikan hal yang membuat dunianya seakan runtuh.

Ketty yang lahir di Ulim, Aceh Timur, 13 Juli 2005, itu didiagnosis menderita Osteosarcoma, sejenis kanker agresif yang menyerang tulang-tulang berukuran besar pada bagian yang memiliki tingkat pertumbuhan tercepat, seperti tulang paha, tulang kering, tulang lutut, tulang bahu, dan tulang panggul.

Osteosarcoma diyakini berangkat dari kesalahan kode genetik pada DNA anak. Bisa pula disebabkan oleh faktor eksternal, terutama radiasi.

Penghasilan minim

Setelah mendapat vonis menderita Osteosarcoma, Nilawaty membawa Ketty ke RSU Martha Friska. Dua minggu dirawat, dokter merujuknya ke RSU Pusat H Adam Malik.

Alasannya, peralatan medis yang lebih lengkap sehingga memungkinkan dilakukan perawatan yang lebih baik.

Ketty dirawat di sini sampai menjelang Lebaran kemarin. Nilawaty membawanya pulang karena dua alasan.

Alasan pertama adalah biaya. Meski menggunakan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Nilawaty tetap saja harus mengeluarkan biaya. Ketty dirawat lebih dari satu bulan lamanya di RSUP Adam Malik.

Sepanjang waktu itu, tentu, dia harus keluar uang untuk membeli makanan dan keperluan lainnya. Bagi kalangan berkecukupan tentu tak ada masalah.

Sebaliknya bagi Nilawaty. Dia bekerja tak tetap. Kadangkala dia mendapatkan pekerjaan menjemur ikan asin di kawasan pergudangan di Gabion Belawan.

Dari pekerjaan ini, dia hanya bisa mendapatkan antara Rp 50.000 sampai Rp 70.000 per hari. Bekerja sejak pagi sampai menjelang gelap.

Jika sedang tidak ada pekerjaan di Gabion, dia mencari pekerjaan serabutan lain. Paling sering menjadi buruh cuci. Di akhir pekan, kadang-kadang dia ditawari untuk membantu-bantu di dapur. Tugasnya angkat cuci piring kotor.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com