Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Tolak Sembilan Poin Keberatan Buni Yani

Kompas.com - 11/07/2017, 12:35 WIB
Putra Prima Perdana

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Sidang pelanggaran UU ITE dengan terdakwa Buni Yani kembali digelar di Gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Bandung, Jalan Seram, Kota Bandung, Selasa (11/7/2017) dengan agenda mendengarkan putusan sela majelis hakim. 

Majelis hakim dalam sidang hari ini memutuskan untuk menolak 9 nota keberatan (eksepsi) pihak terdakwa Buni Yani yang diajukan 20 Juni 2017 lalu.

"Eksepsi terdakwa tidak dapat diterima. Maka majelis hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk melanjutkan persidangan," ujar Ketua Majelis Hakim M Saptono, Selasa (11/7/2017) pagi. 

Sementara itu, Aldwin Rahadian, kuasa hukum Buni Yani mengaku keberatan terhadap putusan sela majelis hakim dalam persidangan tersebut. 

(Baca juga: Jaksa Sebut Keberatan Buni Yani Tidak Beralasan Kuat)

 

"Sebetulnya kita sangat keberatan. Kita uji nanti di pokok perkara," ucap Aldwin. 

Meski keberatan, Aldwin mengatakan, kliennya menerima keputusan sela tersebut dan seluruh keberatan-keberatan terhadap putusan sela majelis hakim akan disusun dan diakumulasikan.

"(Keberatan) akan kita sampaikan di nota pembelaan akhir di pledoi. Jadi enggak apa-apa, kita menguji kalau hakim secara formil menilai tidak ada persoalan tapi tetap kita ada beberapa hal keberatan," ungkapnya.  

Diberitakan sebelumnya, pada sidang 20 Juni 2017, Buni Yani melalui tim kuasa hukumnya mengajukan eksepsi atau nota keberatan. "Kurang lebih ada 9 poin yang kami sampaikan di persidangan," kata Aldwin Rahadian.

(Baca juga: Buni Yani Kecewa terhadap Hakim)

Eksepsi pertama, tentang kompetensi relatif Pengadilan Negeri Bandung. "Poin ini lebih pada siapa yang berwenang menentukan tempat Buni Yani diadili," tuturnya.

Kedua, eksepsi penggunaan pasal 28 ayat 2 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah dengan UU No 11 Tahun 2016 tentang ITE.

"Surat dakwaan kedua yang melanggar asas legalitas atau reproaktif yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 kitab UU Hukum Pidana," ucapnya.

Ketiga, sambung Aldwin, eksepsi tentang perbuatan terdakwa Buni Yani yang tunggal tapi diterapkan dua pasal yang berbeda unsurnya. Hal itu terdapat dalam dakwaan ke satu dan pasal dakwaan jaksa penuntut umum. 

"Eksepsi keempat tentang uraian perbuatan terdakwa yang tidak jelas yang terdapat dalam dakwaan ke satu Jaksa Penuntut Umum," ungkap Aldwin.

(Baca juga: Buni Yani Anggap Jaksa Penuntut Umum Tidak Serius )

Eksepsi kelima, lanjut dia, tentang penyusunan surat dakwaan yang tidak berdasarkan ketentuan UU No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

"Karena mendakwakan pasal yang tidak pernah disangkakan terhadap terdakwa dan tidak pernah terdapat dalam berkas perkara sebagai dakwaan yang muncul tiba-tiba," bebernya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com