Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mbah Parni, Nenek yang Mengaku Berusia 117 Tahun di Kulon Progo

Kompas.com - 07/07/2017, 16:22 WIB
Kontributor Yogyakarta, Teuku Muhammad Guci Syaifudin

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Udara dingin menyelimuti RT 34/12 Dusun Sadang, Desa Tanjungharjo, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Jumat (7/7/2017) pagi.

Awan tipis menggelayuti langit langit Dusun Sadang ketika mentari mulai menyinari Kabupaten Kulon Progo. Namun cuaca tersebut tak menyurutkan masyarakat Dusun Sadang untuk beraktivitas.

Seperti Suparni, wanita lanjut usia ini terlihat sibuk di salah satu ruangan yang ada di rumahnya. Dia terlihat menata daun pandan kering di atas amben (dipan) yang ada di salah satu sudut rumahnya itu.

Perlahan, wanita yang sudah berambut putih dan berkeriput di wajahnya itu menumpuk gulungan daun pandan yang beratnya hampir dua kilogram.

Mbah Parni, sapaan akrabnya ini memang seperti nenek pada umumnya. Namun dia masih terlihat sehat dan segar ketika menata daun pandan kering. Belakangan diketahui, Mbah Parni ternyata sudah berusia ratusan tahun.

“Usia saya 117 tahun,” ujar Mbah Parni kepada Kompas.com.

(Baca juga: Nikahi Nenek 71 Tahun, Selamat Si Remaja 16 Tahun Bilang "Alhamdulillah")

Meski berusia 117 tahun, pendengaran Mbah Parni masih normal, penglihatannya masih awas, dan ucapannya pun masih jelas. Sesekali dia juga bisa menceritakan masa lalunya ketika ditanya soal penjajahan meski tak seluruhnya.

“Dulu saya pernah ikut sekolah orang Jepang. Di sekolah itu saya diminta untuk mengajari petani berbaris,” kata Mbah Parni dengan bahasa Jawa.

Mbah Parni mengaku, dirinya lahir di Kabupaten Purworejo ketika Belanda masih menjadi penguasa nusantara. Dia tinggal di Kampung Kali Gesing, yang sudah tak lagi ditinggalinya dan didatanginya sampai saat ini.

Dia baru pindah ke Kulon Progo setelah menikah dengan Karto Prawiro, pria asal Dusun Sadang yang usianya lebih muda delapan tahun.

“Karena menikah, saya punya dua anak, empat cucu, dan enam cicit,” kata Mbah Parni.

Meski mengaku berusia 117 tahun, Mbah Parni tak memiliki catatan yang menunjukkan tanggal, bulan, dan tahun lahirnya. Ia hanya mengingat dan menghitung usianya sejak lahir sampai saat ini.

“Ya orangtua dulu tidak pernah mencatat tanggal lahir anaknya, cuman diingat-ingat saja usianya,” ucap Mbah Parni.

Pada usianya tersebut, Mbah Parni tak tinggal bersama suaminya. Ia tinggal bersama dua anak dan cicitnya di Dusun Sadang. Suaminya, kata dia, kini berada di Lampung tinggal bersama anak dan cucunya dari istri keduanya.

“Suami saya masih hidup, dia punya empat anak. Tiga lelaki dan seorang lagi wanita,” ujar Mbah Parni seraya menyebut suaminya tidak mencerainya meski memiliki istri dua.

Menantu Mbah Parni, Saliyem (42), mengatakan, suami anak kedua Mbah Parni, Paino (60), menyebut usia Mbah Parni memang sudah 117. Dia mengaku, memang tak ada bukti administrasi yang bisa membuktikan Mbah Parni berusia 117 tahun. Namun kata dia, mertuanya itu selalu menghitung usianya setiap pergantian tahun sampai saat ini.

“Ya memang seperti itu, dan Alhamdulillah sampai saat ini masih sehat,” ujar Saliyem.

Meski tak sering, Saliyem mengaku pernah mendapatkan cerita dari mertuanya soal keterlibatannya dalam perjuangan melawan penjajahan Mbah Parni, kata dia, membeli tanah yang didiaminya saat ini untuk membantu masyarakat yang ingin melawan penjajah.

“Jadi uang untuk beli tanah itu digunakan untuk membeli makanan sama yang punya tanah,” kata Saliyem singkat.

Saliyem mengatakan, mertuanya lebih sering memberikan nasehat ketimbang bercerita tentang sejarah terutama kepada cicitnya yang masih berusia belasan tahun. Mbah Parni ingin cicitnya memiliki pendidikan tinggi dan bisa sukses ketika dewasa nanti.

“Ibu (Mbah Parni) sering memberikan buku atau bacaan kepada cicitnya kalau pulang dari pasar,” kata Saliyem.

Kadri, Ketua RT 34, mengatakan, tidak mengetahui pasti usia Mbah Parni. Namun, warga memang meyakini usia Mbah Parni sudah berusia ratusan tahun. Keyakinan warga terhadap usia Mbah Parni, kata Kadri, bisa dilihat dari fisiknya.

“Memang terkadang kalau di kartu keluarga atau KTP tahun lahirnya dicantumkannya lebih muda. Tapi namanya orang zaman dulu itu tidak pernah mencatat tanggal lahirnya. Makanya pas didata pasti jawabnya juga tidak tepat,” kata Kadri.

 

Kompas TV Nenek 91 Tahun Asal Jerman Ini Jago Akrobatik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com