Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buat Kerajinan, Rosani Berharap Bisa Biayai Pengobatan 3 Kanker yang Dideritanya

Kompas.com - 16/06/2017, 10:05 WIB
Sukoco

Penulis

NUNUKAN,KOMPAS.com – Jari-jari tangan tirus itu masih cekatan mengoles lem tembak pada lembar lembar stik es krim yang tersusun rapi di lantai. Satu demi satu stik es krim itu dirangkai Rosani (17) menjadi berbagai bentuk kerajinan tangan seperti vas bunga, tempat tisu, hiasan dinding, dan berbagai barang kerajinan lainnya.

Sesekali tangan kiri pelajar kelas 2 SMA yang terpaksa libur sekolah sejak semester satu ini mengusap kepalanya yang pelontos karena beberapa stik es krim yang ditempelnya salah tempat.

Hasil kerajinan tangan tersebut rencananya akan dia jual secara online untuk menambah-nambah dana biaya pengobatan kemoterapi yang harus dijalaninya setiap 6 minggu sekali.

Meski sebagian pengobatan dibiayai oleh BPJS, namun biaya transportasi Tarakan – Jakarta dan biaya hidup di ibu kota yang tidak sedikit, membuat pelajar yang aktif di berbagai kegiatan sekolah ini terpaksa ikut membanting tulang mencari uang.

“Saya sering buat kerajinan tangan di sekolah. Nanti mau dijual online untuk tambah biaya kemo,” ujarnya Kamis (16/6/2017).

Keinginannya kembali ke bangku sekolah dan meraih cita cita menjadi polisi membuat Rosani optimis bisa mengalahkan kanker tulang, kanker kelenjar getah bening pada paha kanannya, dan tumor ganas ovarium kiri yang menggerogotinya.

Sebanyak 7 kali kemoterapi yang harus dijalaninya selain membuat kepalanya botak, bobot tubuhnya juga sempat turun menjadi 20 kilogram.

Namun semangat untuk sembuh agar bisa kembali bersekolah membuat efek kemo seperti pusing, mual, dan sakit perut bisa dilewati Rosani. Sekarang berat tubuhnya sudah mencapai 30 kilogram.

“Dia memang lawan efek kemo seperti pusing, mual itu,” ujar Ratih Purwasih kakak pertama yang merawat Rosani.

Baca juga: Anak Menderita Hidrosefalus, Suami Terkena Kanker, Buruh Tani Ini Hanya Bisa Pasrah

Berawal dari diserempet truk

Hidup pada keluarga yang sederhana dan single parent membuat Rosani harus berpindah pindah dari ikut orang tua hingga ikut kakaknya agar bisa bersekolah.

Saat SD, Rosani hidup bersama kakak pertamanya Ratih Purwasih di Kota Tarakan. Sang kakak yang berjualan kue sedang suaminya sebagai satpam, tidak cukup untuk menopang hidup mereka, apalagi Ratih memiliki 2 anak yang masih kecil.

Rosani pun terpaksa pindah ke Tolitoli ikut bersama ibunya, Cipa, agar bisa melanjutkan sekolah SMP.

Rosani tinggal bersama ibunya hingga hingga masuk sekolah di SMAN 1 Dondo kelas 2. Di SMA, Rosane tergolong siswa yang aktif. Dari menjadi pengurus osis dan kegiatan ekstrakulikuler pramuka, paskibra hingga berbagai kegiatan olah raga di sekolah dia ikuti.

Pada saat itu, Rosani sudah merasa sakit pada tulang belakang dan kakinya kanan yang sering bengkak dan terasa panas. Namun sang ibu beranggapan hal itu karena Rosani kecapaian dengan berbagai aktivitas yang diikutinya.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com