MAGELANG, KOMPAS.com - Sebuah Al Quran yang konon merupakan peninggalan pahlawan nasional Pangeran Diponegoro masih tersimpan di Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Falah, Dusun Kemal, Desa Menoreh, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
Masyarakat masih bisa melihat kitab suci umat Islam yang berusia ratusan tahun ini.
Tak sulit menjangkau Ponpes Nurul Falah karena dekat dengan Jalan Raya Salaman-Borobudur atau sekitar empat kilometer dari Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB) Kabupaten Magelang.
Pengunjung yang ingin melihatnya harus meminta izin terlebih dahulu kepada pengasuh Ponpes, KH Ahmad Nur Shodiq.
Al Quran ini disimpan rapi berjajar dengan kitab-kitab lainnya di lemari ruang tamu pesantren. Seseorang yang hendak mengambil atau menyentuhnya harus berwudhu terlebih dahulu. Hal yang sama juga harus dilakukan untuk Al Quran pada umumnya.
"Mengambilnya harus ekstra hati-hati, membukanya juga harus pelan-pelan karena kertasnya sudah sangat rapuh. Karenanya Al Quran ini jarang dipakai meski masih bisa jelas dibaca," ujar pengasuh Ponpes Nurul Falah, KH Ahmad Nur Shodiq, kepada Kompas.com saat bertandang ke ponpes tersebut, belum lama ini.
Baca juga: Tadarus dengan Al Quran Raksasa di Banyuwangi
Nur Shodiq menuturkan, berdasarkan cerita orangtuanya secara turun-temurun, Al Quran setebal sekitar 15 sentimeter itu merupakan peninggalan Pangeran Diponegoro. Persis di depan ponpes itu terdapat Masjid Langgar Agung yang merupakan petilasan Pangeran Diponegoro ketika bermujahadah sekaligus bersembunyi dari kejaran penjajah Belanda, antara tahun 1825-1830 silam.
Berbeda dengan Al Quran era kini, tulisan Arab pada Al Quran ini konon ditulis tangan Pangeran Diponegoro sendiri.
Wahyu-wahyu Allah itu ditulis menggunakan lidi pohon aren, dengan tinta yang tidak pernah pudar hingga sekarang.
"Kalau sampulnya asli kulit sapi. Tapi kalau kertasnya belum diketahui. Sampai saat ini masih diteliti para ahli," ucapnya.
Keyakinan bahwa Al Quran tersebut adalah peninggalan Pangeran Diponegoro juga dapat dilihat dari motif batik yang menghiasi setiap lembar kitab suci tersebut.
Menurutnya, sejumlah tokoh agama dari Semarang pernah menelitinya dan menyimpulkan bahwa batik tersebut merupakan batik khas Yogyakarta.
"Setelah diteliti, motif di dalam Al Quran itu adalah motif batik Yogyakarta. Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta, sehingga diyakini Al Quran ini peninggalan beliau, didukung oleh beberapa peninggalan yang ditemukan di sekitar sini," paparnya.
Dibuatkan duplikat
Kertas Al Quran sebanyak 400 lembar itu memang sudah terlihat lusuh berwarna putih kecokelatan. Beberapa lembarnya sudah tampak berlubang. Jika dibiarkan, kemungkinan besar akan rusak.
Karenanya, kata Nur Shodiq, saat ini Al Quran bersejarah ini sedang dalam proses duplikat oleh sekelompok mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
"Proses duplikatnya sudah dilakukan sejak sekitar enam bulan lalu oleh mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sampai sekarang belum selesai karena memang tidak mudah ya, harus diteliti per lembar dari pagi sampai sore," tuturnya.
Untuk perawatan Al Quran ini sendiri tidak sulit. Dia hanya meletakkannya di lemari, setiap hari dibuka untuk dibersihkan dari debu-debu atau dibaca.
Dikisahkan, Al Quran ini pernah beberapa kali hendak diminta oleh pengelola sebuah museum di Jakarta dan Semarang. Namun dia menolaknya dan memilih menyimpan di dalam sebuah lemari di kompleks pondok pesantren Nurul Falah.
"Kalau ada tamu pasti ada yang tanya dan ingin melihat Al Quran ini," ucapnya.
Pangeran Diponegoro tidak hanya meninggalkan Al Quran sebagai jejak dakwahnya di masa lampau. Tepat di depan komplek ponpes terdapat Masjid Langgar Agung yang dahulu menjadi tempat persembunyiannya dari penjajah Belanda.
Baca juga: Tapak Tilas Jejak Dakwah Pangeran Diponegoro di Masjid Langgar Agung Menoreh
Lalu ada tasbih dan jubah yang saat ini masih tersimpan di Museum Bakorwil II Komplek Kantor Eks Karesidenan Kedu Kota Magelang, Jawa Tengah.
"Dari peninggalan Al Quran ini menandakan Pangeran Diponegoro adalah ahli agama/Al Quran, tasbih mengartikan beliau ahli wirid (zikir) dan jubah membuktikan beliau ahli sufi," tutupnya.