Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menantang Maut di Puncak Marapi

Kompas.com - 11/06/2017, 06:54 WIB
Kompas TV Pendaki Naas Gunung Marapi Ini Berhasil Dievakuasi

Yandri tiba di pintu masuk Marapi, Rabu dini hari. Ia langsung dibawa ke rumah sakit.

Setelah kejadian tersebut, pihak keluarga memutuskan tidak mengizinkan lagi bocah itu mendaki.

"Kami sebenarnya sudah melarang dia pergi, apalagi ini bulan Ramadhan. Namun, dia bersikeras. Melihat apa yang menimpa dia dan dampak kepada keluarga, kami mungkin tidak akan mengizinkan dia mendaki gunung lagi," kata Budi Utomo.

Ada larangan

Kejadian yang menimpa Yandri dan 15 temannya semestinya tidak terjadi. Apalagi, sudah ada rekomendasi agar masyarakat tidak beraktivitas di dekat kawah Marapi.

Menurut petugas Pos Pengamatan Gunung Api Marapi, Hartanto Prawiro, sejak Marapi berstasus Waspada pada 3 Agustus 2011, mereka merekomendasikan agar tidak ada aktivitas, baik masyarakat, wisatawan, maupun pendaki, dalam radius 3 kilometer dari puncak Marapi.

Sebenarnya tidak ada permukiman warga dalam radius tersebut. Permukiman terdekat berada pada jarak 7 kilometer dari puncak Marapi. Meski tidak ada permukiman, kegiatan pendakian terus berjalan dan tidak terkendali.

Menurut Rahmat (20), petugas di Pos Pendakian Resmi Marapi di Koto Baru, Tanah Datar, setiap tahun, belasan ribu orang mendaki Marapi. Jumlah pendaki paling banyak pada peringatan 17 Agustus dan tahun baru. Pada momen tersebut, pendaki bisa mencapai 5.000 orang sampai 7.000 orang.

Petugas Koto Baru Rescue Adventure Craft Marapi, Jofri Andres, menuturkan, setelah tahun 2011, pendakian diawasi dengan ketat. Mereka memiliki tim yang berpatroli untuk mengawasi pendaki. Selain itu, mereka juga terus berkoordinasi dengan pihak Pos Pengamatan Gunung Api Marapi terkait aktivitas gunung. Dengan demikian, setiap ada situasi darurat bisa segera disikapi.

"Sebenarnya sudah ada ketentuan, misalnya area berkemah harus di lokasi aman, yakni lebih dari radius 3 kilometer. Kurang dari itu, termasuk ke Taman Edelweis, dilarang," katanya.

Taman Edelweis adalah padang di dekat puncak Marapi, tempat bunga edelweis tumbuh subur di antara batu cadas.

Menurut Jofri, banyak pendaki yang nekat. Meski sudah dilarang, ada saja yang ke area Taman Edelweis untuk berfoto atau memetik bunga. Kejadian yang menimpa Yandri dan teman-temannya diduga karena mereka nekat ke padang edelweis yang sebenarnya merupakan jalur erupsi.

Jofri menambahkan, penutupan pendakian sulit dilakukan. Tahun 1999, misalnya, setelah empat pendaki meninggal dan 12 orang lain hilang, pendakian ditutup setahun. Meski demikian, tetap ada yang nekat naik lewat jalur-jalur tikus.

"Harus diakui, kesadaran dan pengetahuan pendaki ke Marapi masih kurang. Kadang mereka hanya bermodal berani, tetapi tanpa pengetahuan tentang pendakian," kata Jofri. (Ismail Zakaria)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Juni 2017, di halaman 22 dengan judul "Menantang Maut di Puncak Marapi".

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com