Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketegaran Siswa Sembakung Hadapi Banjir Kiriman dari Malaysia Dibuat Film

Kompas.com - 09/06/2017, 13:46 WIB
Sukoco

Penulis

NUNUKAN, KOMPAS.com – Sejumlah siswa di wilayah perbatasan Kecamatan Sembakung Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara membuat film tentang keseharian mereka dalam menghadapi banjir kiriman dari Malaysia.

Film tersebut diberi judul 'Lajulah Ketintingku'. Film berdurasi 60 menit tersebut menggambarkan aktivitas siswa SMPN 4 Kecamatan Sembakung saat banjir merendam sekolah mereka.

Sutradara film yang juga guru program sarjana mengajar di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (SM3T) Wulan Tri Satata mengatakan, ide pembuatan film tersebut muncul ketika mendokumentasikan kegiatan mengajar.

Dokumentasi dibuat dalam bentuk film pendek dengan menggunakan telepon seluler. Namun melihat potensi siswa di Sembakung, akhirnya film pendek dokumentasi tersebut dibesut menjadi film utuh berdurasi 60 menit.

“Setelah kita lihat banyak bakat keaktoran dari siswa di wilayah perbatasan akhirnya kenapa tidak sekalian bikin film,” ujarnya Kamis (8/6/2017).

(Baca juga: Terdampak Banjir Kiriman Malaysia, SMA di Nunukan Tunda Ujian)

 

Alumni Universitas Negeri Surabaya jurusan seni drama, tari dan musik tersebut mengaku terpukau dengan kegiatan masyarakat di Desa Tagul, Kecamatan Sembakung yang tetap semangat beraktivitas di tengah kepungan banjir kiriman dari Malaysia.

Siswa di wilayah perbatasan tersebut juga tetap bersemangat masuk sekolah meski banjir merendam sekolah mereka. Di salah satu adegan film 'Lajulah Ketintingku', digambarkan bagaimana siswa terpaksa melaksanakan upacara bendera di tengah banjir.

“Kita potret realita di sana dimana mereka tetap semangat beraktivitas di tengah banjir. Upacara di tengah banjir itu realita, kita ngambil gambarnya ikut berendam,” imbuhnya.

Melalui film 'Melajulah Ketintingku', Tata, panggilan Wulan Tri Satata, mengajak siswa di kota untuk melihat betapa banyak keterbatasan sekolah di wilayah perbatasan.

Selain minimnya infrastruktur, kondisi alam yang tidak bersahabat seperti banjir kiriman dari Malaysia tidak melunturkan semangat siswa di Sembakung untuk menuntut ilmu.

Di tengah minimnya infrastruktur, untuk melanjutkan sekolah bagi anak-anak di Sembakung dibutuhkan sebuah perjuangan.

“Siswa di perbatasan harus rajin, keterbatasan bagi siswa di sini sebuah perjuangan. Siswa di kota besar harusnya lebih bersemangat dari mereka,” kata Tata.

Judul film yang diambil dari alat transportasi umum yang digunakan warga di wilayah perbatasan Kecamatan Sembakung. Hal ini juga menjadi gambaran, bagaimana mesin kecil pendorong perahu tersebut bisa mewakili semangat siswa bernama Tulus. 

Tulus adalah salah satu tokoh di film tersebut. Untuk melanjutkan sekolah ke SMA, Tulus yang menjadi tokoh di dalam film 'Lajulah Ketitnitingku' selain harus merantau keluar kecamatan juga harus menghadapi kebiasaan warga yang memilih menikahkan anak usai tamat SMP.

 

Untuk bisa meneruskan sekolah, bagi anak seperti Tulus, membutuhkan perjuangan lebih dari sekadar sering direndam banjir.

“Ada pemahaman perempuan setelah SMP ya menikah, punya suami yang akan merawat mereka. Butuh perjuangan lebih dari siswa di sini untuk sekedar melanjutkan sekolah ke SMA,” ucap Tata.

Pembuatan film ini, sambung Tata, sempat terkendala alat perekam. Ide penggunaan telepon seluler terbatas pada pergerakan pengambilan gambar. Akhirnya, mereka mengajukan pinjaman camera handycam milik kepala desa.

Dengan kamera jadul tersebut, mereka akhirnya melanjutkan pembuatan film. Persoalan acting pemain menurut Tata lebih mudah diatasi karena kebanyakan pemain memerankan diri mereka masing masing.

Seting yang digunakan juga masih berada di lingkungan Desa Tagul, wilayah terparah terdampak banjir kiriman dari Negara Malaysia.

Baniir bagi warga Sembakung memang realita yang tidak bisa mereka hindari di tengah minimnya perhatian dari pemerintah. Warga Sembakung hanya memilih menyiasati bagaimana mereka bisa bertahan hidup, karena mereka sendiri tidak tahu kapan banjir akan datang.

(Baca juga: Banjir Kiriman Malaysia, Satu Warga Perbatasan Dilaporkan Meninggal)

 

Banjir terakhir terjadi pada pertengahan bulan Mei. Banjir setinggi 1,5 meter tersebut merendam 7 desa.

Meski demikian, lebih banyak perusahaan yang sering memberikan bantuan kepada masyarakat karena pemerintah memandang banjir sudah dianggap sebagai rutinitas di Kecamatan Sembakung.

Banjir Sembakung merupakan banjir kiriman dari hulu Sungai Sembakung yang berada di Malaysia. Hingga saat ini warga belum pernah menerima bantuan dari pemerintah negeri jiran tersebut.

"Tidak ada hujan tiba-tiba saja banjir dari hulu. Kita tidak melihat apa penyebabnya dan warga tidak berdaya. Sawah dan kebun gantungan hidup mereka terendam. Mereka bertanya kapan banjir akan berakhir?,” kata Tata.

Dari hasil merekam kehidupan warga di Kecamatan Sembakung ke dalam film, Tata berharap lebih banyak lagi masyarakat yang bisa melihat realita di wilayah perbatasan tersebut.

Keterbatasan anggaran membuat Tata hanya bisa memperlihatkan film tersebut kepada masyarakat di sekitar Kecamatan Sembakung.

Tata juga telah mengunggah cuplikan film tersebut ke youtube agar masyarakat lebih luas bisa mengintip kehidupan warga perbatasan. Dia berharap, semakin banyak pejabat yang melihat akan bisa memberikan solusi bagi permasalahan warga di wilayah perbatasan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com