CILACAP, KOMPAS.com - Menyambut bulan Ramadhan, Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Batu, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, menyelenggarakan Pesantren Ramadhan bagi warga binaan atau narapidana (napi) di sana.
Sedikitnya 75 napi kelas kakap turut berpartisipasi dalam pesantren kilat yang dilaksanakan dari 29 Mei sampai 21 Juni mendatang.
Kepala Lapas Batu Nusakambangan, Abdul Aris mengatakan, pesantren ini dilaksanakan setiap hari Senin hingga Kamis pukul 09.00-11.30 WIB. Dalam programnya, ada beberapa kegiatan yang masuk ke agenda pesantren, di antaranya one day one juz, praktik pengajaran ibadah, hingga cerdas cermat.
“Sementara materi pengajarannya yakni soal ketauhidan, maknawiyah, pengurusan jenazah, dan kita selipkan juga masalah kebangsaan,” katanya.
Baca juga: Tanpa Revisi UU, TNI Bisa Dilibatkan dalam Pemberantasan Terorisme
Abdul menuturkan, metode pesantren yang diterapkan cukup efektif untuk menanamkan kepribadian agamis yang tepat kepada para warga binaannya.
Terbukti, sepanjang program ini berjalan, 25 napi sudah berhasil menamatkan bacaan Al Quran sebanyak enam kali.
Dia menyebut, ada empat napi terorisme yang mengikuti kegiatan pesantren Ramadhan, dua di antaranya Ahmad Setyono dan Rizki Gunawan, peretas yang menarik dana miliaran rupiah untuk menyokong kegiatan militer Poso dan terlibat dalam pendanaan pengeboman Gereja Kepunton, Solo pada 25 September 2011.
“Penceramah didatangkan dari luar. Beberapa napi memang ada yang mengisi kultum ketika tarawih. Tapi khusus untuk napi terorisme dilarang sama sekali, mereka hanya boleh menjadi imam shalat,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan Lapas Batu Nusakambangan, Hidayat mengatakan, kegiatan keagamaan hanya diselenggarakan kepada warga binaan pemeluk agama Islam. Napi lain yang non muslim juga mendapat fasilitas beribadah yang sama.
“Semua kami fasilitasi, seperti gereja, wihara, semua kebutuhan peribadatan napi non muslim kami penuhi,” ujarnya.
Salah satu narapidana di Lapas Batu Nusakambangan, Abdul Fatah mengatakan, keberadaan pesantren sangat membantu, terutama untuk mengolah ketenangan jiwa dalam menjalani masa hukuman di lapas.
“Dengan pengetahuan agama yang baik juga dapat meminimalisir hal-hal yang kurang baik, sesuai dengan aturan di lapas,” terangnya.
Abdul Fatah sendiri merupakan terpidana kasus pembantaian Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Bondowoso, Suwardjo beserta keluarga yang terjadi medio tahun 2004 silam.
Baca juga: Begini Tingkat Kepuasan Publik terhadap Penanganan Kasus Terorisme
Dia berharap, upaya dari para warga binaan untuk selalu berkelakuan baik juga mendapat perhatian dari penyelenggara peradilan di Indonesia.
“Kami berharap, para napi yang mendapat vonis hukuman mati dan seumur hidup agar segera ditinjau kembali. Sebab, selama lima tahun menjalani masa hukuman, kami telah berkelakuan baik,” katanya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.