Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pantai Tureloto, "Laut Mati" Indonesia di Nias Utara

Kompas.com - 06/06/2017, 20:42 WIB
Hendrik Yanto Halawa

Penulis

NIAS UTARA, KOMPAS.comLaut Mati, danau yang berada di wilayah Israel dan Yordania, terkenal dengan keindahan dan  mempunya air dengan kadar garamnya yang tinggi. Saking tingginya, flora dan fauna pun susah untuk hidup di danau ini.

Kadar garam yang tinggi membuat semua benda, termasuk manusia bisa mengapung saat berada di atas air tanpa perlu berenang.

Di Indonesia, ternyata ada daerah yang karakteristiknya mirip dengan Laut Mati. Tepatnya di Pantai Tureloto, Desa Balefadorotuho, Kecamatan Lahewa, Kabupaten Nias Utara, Sumatera Utara.

Pantai ini mempunyai pemandangan yang indah dan air di pantai ini juga mengandung kadar garam yang lumayan tinggi. Sehingga para pengunjung pun bisa mengapung tanpa harus berenang.

Kelebihan lainnya, di kawasan ini pengunjung bisa melakukan menikmati pemandangan ikan dan gugusan karang indah di bawah air. Ya meski, mengandung kadar garam yang cukup tinggi, namun ada kehidupan di perairan Tureloto.

Seperti pengalaman Knutch dan Helga, suami istri asal Jerman yang menceritakan pengalamannya berkunjung ke Pantai Tureloto.

”Air laut terasa hangat dari Laut Baltik dan sangat jauh lebih hangat dari kutub utara, bahkan tak perlu berenang hanya dengan mengapungkan badan saja sudah cukup, dan akan terapung dengan sendirinya,” ucap Knutch, Selasa (6/6/2017).

KOMPAS.com/HENDRIK YANTO HALAWA Helga, wisatawan asal Jerman, sedang mengitari batu-batu terumbu karang yang muncul ke permukaan yang ada di sepanjang Pantai Tureloto, Nias Utara.
Knutch bersama Helga mengeksplorasi keindahan pantai dan taman bawah laut di perairan Tureloto. Pantai ini dapat ditempuh selama dua jam dari Kota Gunungsitoli.

"Pantai Tureloto bagaikan Laut Mati. Sangat menyenangkan. Kita dapat menggunakan perahu nelayan mengelilingi batu-batu karang berbentuk pulau kecil yang berada di depannya," ucap Knutch.

”Ada juga lokasi spot diving yang layak di coba para diver maupun scuba atau hanya sekedar hobi saja,” tambah dia.

Knutch mengaku sangat mengagumi keindahan Pantai Tureloto, terutama keindahan pantai dengan air yang jernih serta karang otak yang ada di perairan ini.

"Kita bisa melihat keseluruhan taman indah di bawah laut di Pantai Tureloto, susunan batu karang berupa atol kecil di tengah lautan luas," sebutnya.

Salah seorang warga setempat, Yanuarman Gulo, yang juga pemilik Tureloto Park, menyebutkan, Pantai Tureloto memang mirip Laut Mati yang ada di Yordania.

Menurut dia, Desa Tureloto memiliki pantai yang tenang tanpa ombak. Di tepi pantai terdapat gugusan karang-karang beragam ukuran seperti otak, dan air lautnya yang biru serta jernih membuat ikan-ikan kecil di karang pun bisa langsung terlihat dari atas.

”Pantai di laut ini bisa di sebut Laut Mati karena kadar garamnya tinggi sekali,”  ujar dia.

KOMPAS.com/HENDRIK YANTO HALAWA Luasnya Pantai Tureloto dapat dilihat dari pantauan foto udara.
Dia mengatakan, pasca gempa 12 tahun lalu, sejumlah karang mengalami kenaikan setinggi satu hingga dua meter.

"Di permukaan dapat melihat karang karang yang kasar. Namun bawah laut, kita dapat menikmati terumbu karang yang indah dengan biota karang yang banyak, dan saat ini sudah mulai banyak terumbu karang yang terlihat mulai tumbuh," katanya.

Sementara untuk makanan, pihaknya menawarkan menu-menu khas laut, mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 100.000.

Biasanya Pantai Tureloto ramai dikunjungi pada bulan Februari hingga September, kala itu air laut tenang dan pancaran matahari tidak begitu terik namun bersinar dengan indahnya.

Baca juga: Tureloto, Pantai Eksotis di Nias Utara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com