Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Terjal Pretty Bangun 6 Taman Baca di Papua Barat, Ditentang Orangtua hingga Alami Kecelakaan

Kompas.com - 06/06/2017, 11:00 WIB
Rahmat Rahman Patty

Penulis

Menurut Pretty, setelah mendapat tempat di hati masyarakat setempat, mereka lalu mendirikan taman baca di kawasan itu. Teras kantor lurah pun dijadikan sebagai taman baca sementara. Selama beberapa bulan berjalan mereka kemudian menggalang dana melalui penjualan kaus dan PIN selanjutnya membangun taman baca semi permanen yang bersebelahan dengan kantor lurah.

“Kami berterima kasih sekali karena Pak Mayor juga mengizinkan tanah miliknya dibangun taman baca. Pokoknya dukungan masyarakat sangat tinggi. Ada juga yang menyumbang pasir dan semen saat kami bangun taman baca Saprau,” jelasnya.

Ditentang orangtua

Upaya Pretty untuk meningkatkan minat baca dan mencerdaskan anak-anak di Sorong tidaklah semudah yang dibayangkan. Dia mengaku, aktivitasnya dalam komunitas Buku untuk Papua juga sempat ditentang keras oleh orangtua dan keluargaya.

Bahkan menurut Pretty ayahnya sempat mengancam akan membakar sebagian buku-buku yang berada di rumahnya jika dia masih tetap terlibat dalam kegiatan tersebut.

“Awal merintis taman baca memang saya selalu pulang larut malam. Mungkin karena itu Bapak saya tidak setuju lalu meminta saya berhenti. Beliau sempat mengancam akan membakar buku-buku yang ada di rumah,” ungkapnya.

Pretty mengisahkan, saat itu ayahnya memberikan pilihan yang sangat sulit baginya yakni tetap kuliah sambil bekerja atau berhenti dari komunitas Buku untuk Papua. Ketegasan sikap ayahnya itu sempat membuatnya goyah saat itu.

Dia menyadari kesibukannya di kampus, bekerja dan terlibat di taman baca membuatnya selalu pulang larut malam. Hal itu menjadi salah satu alasan keluarga selalu khawatir dan melarangnya terlibat dalam komunitas Buku untuk Papua.

Namun, niatnya yang begitu kuat untuk bisa melihat anak-anak Papua bisa terus membaca membuatnya tetap kukuh dengan pendiriannya.

“Saat Ayah memberikan pilihan itu, saya sempat sempat goyah, tapi saya bertekad saya akan membuktikan saya bisa tetap kuliah bekerja dan memberikan waktu untuk mendidik anak-anak di taman baca,”ujarnya.

Pretty mengaku, sikapnya yang terus memilih terlibat dengan komunitas Buku untuk Papua membuat saudaranya juga menentang keras keputusannya itu. Sampai-sampai kedua orangtuanya sempat bertengkar gara-gara aktivitasnya di komunitas tersebut.

“Kedua orangtua saya pernah bertengkar gara-gara saya. Adik saya sampai bilang saya sudah gila. Memang saya sadari kalau sikap keras ayah saya itu karena mereka sayang kepada saya dan mereka khawatir karena saya anak perempuan,” ujarnya.

Dalam tekanan keluarga yang begitu kuat itu, Pretty tidak pernah patah semangat, dia tetap berusaha untuk meyakinkan orangtuanya bahwa keputusannya itu tidaklah salah. Tantangan yang dihadapinya itu dilalui dengan semangat dan tetap bersabar, hingga pada akhirnya keluarganya pun dapat menerima aktivitasnya di komunitas itu.

“Suatu saat saya bilang ke Bapak saya, 'Pak, teman-teman mau jadikan rumah ini sebagai basecamp, kami mau bikin seminar HIV/AIDS, juga mau bikin festival. Dari situ beliau mulai melihat saya ini ternyata serius, apalagi waktu itu acaranya masuk televisi dan koran,” tuturnya.

Menurut Pretty, keputusannya bertahan hingga saat ini untuk tetap mengajari dan memotivasi anak-anak untuk membaca bukanlah tanpa alasan. Baginya, terlibat dalam komunitas Buku untuk Papua merupakan sebuah tanggung jawab kemanusiaan demi mencerdaskan anak-anak Papua yang ada di Sorong.

Apalagi banyak anak-anak yang selama ini dibina datang dari keluarga kurang mampu yang tidak memiliki akses pendidikan yang baik.

“Kenapa saya ada di Buku untuk Papua? Ini karena tanggung jawab moral dan tanggung jawab kemanusiaan. Orangtua saya bukan asli Papua. Kulit saya putih, tidak gelap. Rambut saya tidak keriting, tetapi saya lahir lahir di Papua dan saya sangat mencintai Papua,” ungkapnya.

Sejauh ini, sudah ada enam taman baca yang didirikan Prety dan kawan-kawannya di Sorong, yakni Taman Baca Saprau, Kuadas, Rubah Dua Pohon, Akasia, Klayn dan Moi.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com