Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panglima TNI: UU Terorisme Masih Manjakan Teroris

Kompas.com - 05/06/2017, 14:57 WIB
Markus Yuwono

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku mendukung revisi UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme karena masih memberikan ruang bagi teroris.

Apalagi saat ini kelompok yang menamakan ISIS sudah masuk ke Asia Tenggara. Hal itu disampaikan Gatot saat menyampaikan materi bertajuk "Tantangan dan Peluang Menjadi Bangsa Pemenang di Kompetisi Global" dalam ceramah kebangsaan di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Minggu (4/6/2017) malam.

"Kalau kita masih menggunakan undang-undang terorisme yang sekarang, kita sangat memanjakan para teroris," ucapnya.

Gatot menilai, gerakan ISIS di Marawi, Filipina. patut diwaspadai, karena berbatasan langsung dengan Indonesia. 

Setelah bom Bali dan ledakan lainnya, Indonesia harus mewaspadai pergerakan terorisme. Saat ini, negara dan masyarakat harus menjadikan terorisme sebagai musuh bersama.

Pun demikian, pihaknya mengingatkan untuk memanfaatkan media sosial dengan baik sebab saat ini media sosial dimanfaatkan untuk menyebarkan terorisme.

"Teriak 'Allah Akbar' sama-sama bom-boman. Seperti di Suriah, padahal sama-sama Islam. Saat ini, yang perlu kita pikirkan juga penjajahan lewat media sosial, itu yang lebih berbahaya lagi," tuturnya.

(Baca juga: UU Terorisme Harus Jerat Orang yang Bergabung dengan Kelompok Teroris)

Seusai menjadi pembicara, Gatot menegaskan bahwa pihak TNI tak akan mengintervensi pembuatan UU terorisme.

"Tidak mau intervensi. Peran TNI disuruh apa pun siap karena keselamatan anak cucu bangsa Indonesia tergantung bagaimana yang meluluskan UU Teroris," ujarnya.

Pun demikian, dengan antisipasi ISIS yang sudah sampai ke Filina, bekerjasama dengan Filipina dan Malaysia. Operasi intelijen mulai dari Morotai, pulau terluar, menjaga kawasan pantai bekerja sama dengan kepolisian komponen masyarakat.

"TNI kapal perang untuk berpatroli di sepanjang laut mulai maluku utara sampai ke Sulawesi Tengah," ujarnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Pansus RUU Terorisme Hanafi Rais mengatakan, saat ini pengesahan RUU Terorisme mendesak dan sudah 60 persen. Ada dua pasal yang cukup krusial yang membutuhkan pembahasan lebih lanjut.

"Dua pasal itu adalah pasal yang disebut Guatanamo atau pasal 43 A. Sedangkan yang kedua adalah pasal keterlibatan TNI di pasal 43 B," kata Hanafi.

Dalam draf yang diajukan pemerintah, TNI disebut menjadi salah satu aparat yang dilibatkan dalam pemberantasan ataupun penanggulangan terorisme. Presiden memimpin pemberantasan terorisme.

"Presiden memberikan instruksi melalui tim yang menyusun draft tersebut untuk melibatkan TNI dalam pemberantasan terorisme. Tentu ini akan kita bahas di dalam pembahasan UU itu, bagaimana memberikan proporsi yang tepat terkait peran TNI dalam pemberantasan dan penanggulangan terorisme," tandasnya. 

Putra Amien Rais ini mengaku setuju jika semua pihak dilibatkan termasuk TNI dalam pemberantasan terorisme. Sebab melihat perkembangan terorisme saat ini, bentuknya bisa berubah-ubah. Nantinya dalam UU akan disebutkan kriteria tertentu dalam pelibatan TNI dalam pemeberantasan terorisme.  

"(Terorisme) bisa sekadar menganggu ketertiban nasional yang Polri akan menanganinya. Tapi juga di sisi lain, terorisme bisa seperti di Malawi, Filipina Selatan yang bisa mengancam kedaulatan dan pertahanan negara, nah di situlah TNI harus masuk," ucapnya.

Kemungkinan, lanjut dia, masih akan dua kali sidang lagi yang akan dilakukan. Targetnya bulan September atau Oktober, UU Terorisme sudah bisa disahkan.

 

Kompas TV Jaringan Teroris Bandung dan ISIS Suriah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com