Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beduk Khas Lereng Andong Diminati Hingga Mancanegara

Kompas.com - 31/05/2017, 14:16 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Beduk merupakan salah satu benda yang hampir selalu ada di masjid. Berdasarkan fungsinya, bunyi beduk menjadi tanda waktu shalat maupun kegiatan-kegiatan keagamaan bagi umat Islam.

Buat Muhammad Khuzaemadi (59), beduk bukan hanya penanda waktu shalat. Tapi sumber kehidupan. Warga Dusun Bleder, Desa Ngasinan, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini "terhidupi" oleh beduk.

Sudah sejak 1991 silam, pria ini menggeluti bisnis pembuatan beduk. Beduk buatannya bahkan sudah tersebar di masjid-masjid di seluruh Indonesia, Asia, hingga Eropa.

Beduk produksi "Barokah Agung" ini terbuat dari kulit lembu, dan kayu sengon laut merah. Ditambah ukiran yang indah menambah daya tarik tersendiri bagi para konsumennya.

"Setiap daerah memiliki ciri khas beduk masing-masing, seperti Jepara, Kudus, Purwokerto, Purworejo, dan lainnya. Tapi kalau beduk kulit lembu, mereka (konsumen) pasti nyarinya di sini," katanya di rumahnya, Selasa (30/5/2017).

(Baca juga: Perajin Beduk Jepara Kebanjiran Pesanan)

Khuzaemadi berujar, hampir semua bahan yang digunakan untuk membuat beduk berasal dari bahan lokal.

Dia mendapat kulit lembu atau sapi dari para peternak di Magelang. Termasuk kayu sengon laut merah berukuran besar juga didapat dari para petani di Magelang, Jawa Barat dan Yogyakarta.

Kayu jenis ini dipilih karena memiliki kualitas lebih baik dari kayu jati dan munggur. Kayu ini juga memiliki keistimewaan karena lebih lunak dan mampu mencapai diameter belasan meter.

Bapak lima anak, tiga cucu ini, menuturkan proses pembuatan satu buah beduk tidaklah lama. Hanya membutuhkan waktu dua minggu sampai sebulan tergantung ukuran beduk.

Hanya saja, proses pengeringan yang membutuhkan waktu lama, minimal 5 bulan-2 tahun. Beduk yang kering sempurna akan mengasilkan warna dan suara yang bening, lembut, dan merdu.

"Karena kami masih memakai proses pengeringan alami, hasilnya bagus. Berbeda jika dioven hasilnya kurang bagus," ucapnya.

"Kalau (pemesan) dari daerah Magelang mungkin masih bisa tanpa pengeringan lama karena kami bisa datang mengontrol kondisi beduk. Tapi kalau luar daerah kami tidak berani melepas jika belum benar-benar kering. Jadi pemesan memang harus bersabar," tuturnya.

(Baca juga: Pedagang Beduk Musiman di Tanah Abang Ini Raih Omzet hingga Rp 2 Juta Per Hari )

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com