SURABAYA, KOMPAS.com - Seekor kucing berwarna hitam putih terlihat santai di pojok sebuah ruangan yang berisi belasan orang yang sedang mengikuti workshop pembuatan Kombucha di C20 Library Surabaya, Minggu (7/4/2017).
Kucing tersebut juga tetap tenang meski ketika beberapa orang yang berdiri di dekat kucing tersebut sesekali mengelus kepala kucing yang diberi nama Charlie.
Keberadaan Charlie bukan hal aneh di C20 Library, perpustakaan yang didirikan Kathleen Azali sejak tahun 2008. Bahkan Charlie dan anaknya yang bernama Fifi dijadikan pengurus harian di perpustakaan yang berada di Jalan Dr Cipto no 22 Surabaya itu.
"Banyak cerita yang mengkisahkan kucing dan perpustakaan seperti perpustakaan Alexandria yang dijaga kucing. Awalnya sih kucing hanya untuk mengusir tikus agar tidak merusak buku tapi kalau Charlie dan Fifi beda. Mereka kita jadikan pengurus perpustakaan untuk mengingatkan kebutuhan dasar kita sebagai makhluk hidup. Lihat saja, mau tidur ya mereka tidur sesibuk apa pun kegiatan di sekitarnya. Sedang kita walau capek tetap saja sibuk dengan pekerjaan," kata Kathleen Azali kepada Kompas.com, Minggu (7/4/2017), sambil tersenyum dan menggendong Charlie.
"Nama C20 diambil dari huruf depan nama jalan Cipto dan 20 dari nomer rumah. walaupun kita pindah tempat di nomer 22, nama C20 tetap digunakan dan Charlie dan Fifi juga ikut kita boyong pindahan. Bangunan yang sekarang juga sistemnya masih sewa belum bangunan sendiri," ungkapnya.
(Baca juga: Demi Anak-anak Desa, Ibu Ini Modifikasi Motor Roda 3 Jadi Perpustakaan Keliling)
Perempuan berkacamata tersebut kepada Kompas.com bercerita cikal bakal dari C20 Library adalah perpustakaan yang didirikan oleh kakaknya dan dikhususkan untuk buku-buku desain serta untuk studi bersama. Namun karena kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan, perpustakaan tersebut kemudian dikelola sendiri oleh Kathleen.
Saat pertama kali mengurus C20 Library, perempuan yang bekerja di Singapura tersebut berpikir bahwa jika berbicara tentang desain juga harus memahami tentang ekonomi, politik dan bidang lainnya. Dia kemudian mengumpulkan banyak donasi buku dari rekan-rekannya dan juga dari kampus-kampus di sekitar Surabaya.
"Biasanya buku sekali baca yang sudah ditaruh jadi saya bilang dari pada nganggur jamuran mending disumbangkan. Dan waktu itu banyak sekali sumbangan yang datang berkardus-kardus. Ada juga yang diantarkan sendiri oleh penyumbang," ungkapnya.