Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PN Banda Aceh Tolak Permohonan Suntik Mati Berlin Silalahi

Kompas.com - 19/05/2017, 15:46 WIB
Daspriani Y Zamzami

Penulis

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh menolak permohonan euthanasia atau suntik mati yang diajukan Berlin Silalahi, seorang korban tsunami yang digusur dari Barak Bakoy, Aceh Besar.

Pengajuan itu dilakukannya atas dasar frustasi atas penyakit yang dideritanya tak kunjung sembuh, serta himpitan ekonomi yang dirasakan.

Penolakan permohonan euthanasia dibacakan oleh hakim tunggal, Ngatimin di depan tim kuasa hukum Berlin Silalahi dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Jumat (19/7/2017).

Dalam amar putusan setebal 24 halaman, hakim memaparkan dalil-dalil penolakan permohonan tersebut. Di Indonesia, belum memiliki hukum positif membenarkan melakukan euthanasia.

Apalagi, euthanasia merupakan upaya mengakhiri hidupnya dengan cara disuntik yang dilakukan oleh pihak yang dimintakan sebagai eksekutornya.

(Baca juga: Cerita Ratnawati yang Ikhlas Saat Suami Ajukan Permohonan Suntik Mati)

 

Ngatimin dalam amar putusannya juga menyebutkan, kode etik dokter juga tidak diperbolehkan melakukan praktek euthanasia. Bila mereka melakukannya, dokter yang melakukan bisa dipidanakan.

Hakim juga meninjau dari aspek hukum positif di Indonesia, hukum agama yang dianut oleh pemohon yang beragama Islam dan aspek adat dan budaya yang berkembang di Indonesia. Semuanya tidak membenarkan melakukan tindakan euthanasia.

Dalam amar putusan itu, hakim Ngatimin juga mengutip beberapa pendapat ahli dan pakar hukum, hingga mengutip beberapa ayat Al-Quran dan hadist Rasulullah SAW, yang semuanya tidak membenarkan perbuatan euthanasia. Apalagi dalam Islam, euthanasia yang dapat diartikan melakukan bunuh diri diharamkan menurut hukum Islam.

“Perbuatan euthanasia itu sama saja telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Dokter juga berpendapat tidak sepakat melakukan suntik mati. Dalam agama, kematian itu adalah takdir, euthanasia tentunya dilarang dalam agama,” tuturnya, Jumat (19/7/2017).

(Baca juga: Suami yang Ajukan Suntik Mati: Saya Sudah Tidak Tahan Lagi...)

 

Selain itu, Ngatimin juga membacakan bahwa pasal 344, 340 dan 345 dalam KUHAP melarang untuk menghilangkan nyawa orang lain. Bila seseorang melakukannya, bisa dipidanakan 4 tahun sampai seumur hidup. Perbuatan euthanasia juga dilarang dalam UU HAM.

Dari hasil rekam medis yang diajukan sebagai bukti oleh tim kuasa hukum disebutkan, sambung Ngatimin, Berlin Silalahi terbukti menderita penyakit kronis, seperti TB Tulang, TB Paru dan Pheunomia, dan menyarakankan kepada pemohon untuk bisa intensif dan fokus dalam upaya pengobatan medis.

“Apalagi untuk warga Aceh bisa memanfaatkan jaminan sosial kesehatan yang diberikan oleh pemerintah daerah, sehingga pemohon bisa melakukan pengobatan dengan gratis,” sebut Hakim.

Hakim menambahkan, euthanasia itu tindakan keliru. Karena masih ada upaya lain yang bisa dilakukan tanpa harus melakukan euthanasia. Terlebih euthanasia itu melanggar HAM, tidak ada dasar hukum, melanggar norma agama, dan adat istiadat.

“Berdasarkan itu, menolak permohonan pemohon melakukan euthanasia,” sebut Ngatimin.

(Baca juga: Mensos Dampingi Keluarga Pria yang Ajukan Suntik Mati di Aceh)

 

Usai pembacaan putusan hakim, tim kuasa hukum Berlin Silalai dari YARA, Mila Kesuma mengatakan, pihaknya akan melakukan musyawarah dengan anggota tim kuasa hukum dan pihak keluarga Berlin Silalahi untuk langkah selanjutnya.

“Kita akan melakukan pertemuan dan musyawarah termasuk berembuk dengan keluarga Berlin untuk proses selanjutnya,” ujar Mila Kusuma.

Sementara itu, di penampungan YARA, Berlin Silalahi mengaku menyerahkan semua putusan tindak lanjut kepada kuasa hukumnya. 

Kompas TV Berlin Silalahi ingin mengakhiri hidupnya dengan cara suntik mati atau euthanasia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com