Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Nursyida Syam Ajak Ibu dan Anak di Kaki Rinjani Gemar Membaca

Kompas.com - 18/05/2017, 12:42 WIB
Karnia Septia

Penulis

LOMBOK UTARA, KOMPAS.com - Nursyida Syam percaya, untuk mewujudkan Indonesia yang hebat harus dimulai dari keluarga. Dan ibu adalah "madrasah" pertama bagi anak untuk belajar mengenal dunia. Keyakinan itu membuat Nursyida mengajak para ibu di desanya untuk membudayakan kebiasaan membaca.

Segerombolan anak bersorak kegirangan begitu melihat mobil Nusyida memasuki Dusun Tangga, Desa Selengen, Kecamatan Khayangan, Kabupaten Lombok Utara (KLU), NTB.

Sambil melambai-lambaikan buku yang dipegangnya, mereka berlarian menyambut kedatangan Nursyida yang membawa setumpuk buku bacaan baru.

Raut bahagia terpancar jelas di wajah anak-anak yang setiap pulang sekolah harus ke kebun untuk membantu orangtuanya bekerja. Di bawah rindangnya pohon siang itu, mereka berkumpul sambil membaca buku.

Bagi mereka, membaca buku adalah hiburan tersendiri. Pada saat anak-anak seusianya asyik memegang gadget dan bermain game online, anak-anak di dusun ini justru menganggap membaca adalah bermain.

"Mereka belum tersentuh dengan gadget, game online," kata Nursyida.

(Baca juga: Demi Anak-anak Desa, Ibu Ini Modifikasi Motor Roda 3 Jadi Perpustakaan Keliling)

Mengunjungi taman bacaan masyarakat (TBM) seperti di Dusun Tangga merupakan kegiatan rutin yang dilakukan Nursyida bersama relawan-relawan di Klub Baca Perempuan. Mereka berkeliling dari satu dusun ke dusun lain untuk menukar buku-buku yang lama dengan buku-buku baru.

Semua ini rela dilakukan Nursyida karena merasa tergugah. Akses terhadap buku bacaan di beberapa daerah pinggiran di Lombok Utara yang masih susah, membuat pendiri Klub Baca Perempuan tersebut tergerak.

"Kita hadir untuk menjembatani hal tersebut," kata Nursyida.

Saat ini, ada sebanyak 24 cabang taman baca yang tersebar di Lombok Utara. Lokasi taman baca terjauh berada di kaki Gunung Rinjani yaitu di Desa Sambik Elen, Bayan, Kabupaten Lombok Utara.

Berawal dari 200 buku

Tidak hanya meningkatkan minat baca untuk anak-anak, salah satu pemenang Gramedia Reading Community Competition (2016) ini juga mengajak para ibu rumah tangga di sekitar lingkungan tempat tinggalnya untuk gemar membaca.

Namun niat mulia itu bukan perkara sederhana. Di tengah masyarakat yang jauh dari hingar bingar budaya literasi, membaca adalah kebiasaan langka.

KOMPAS.com/ Karnia Septia Salah satu anak di Dusun Tangga, Desa Selengen, Lombok Utara tampak membaca buku yang baru didapatnya.
Wajar jika untuk memulainya pun sangat sulit. Ibu dua anak ini bahkan sempat gagal saat membentuk klub baca di Lombok Timur.

Kala itu, pada tahun 2006, Nursyida bersama empat orang kawannya, yakni Eka, Nining, Vita dan Cici, mendirikan klub baca perempuan di Selong, Lombok Timur.

Karena sama-sama suka membaca, mereka memulai gerakan gemar membaca. Rumah Nursyida pun dijadikan markas klub baca. 

Berkat dukungan Lalu Badrul Islam, suami Nursyida, klub baca ini sempat berjalan. Tapi tahun 2008, rekan-rekannya banyak yang pindah ke luar daerah, ada yang pulang ke Medan dan Yogyakarta sehingga perjuangan Nursyida menjadi lebih berat.

Dia pun akhirnya memilih pindah ke kampung halamannya di Lombok Utara bersama keluarga kecilnya.

"Karena kayaknya Lombok Timur itu medannya agak keras, agak susah, bagaimana caranya meyakinkan bahwa ini (membaca) sebuah gerakan yang bagus untuk masyarakat," tuturnya.

Hijrahnya ke Dusun Prawira, Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara menjadi titik balik perjuangan Nursyida membumikan budaya membaca. Ia bersama suaminya memulai semuanya dengan menyediakan 200 judul buku.

Kini Klub Baca Perempuan memiliki 24 cabang yang tersebar di Lombok Utara. Tak terasa, 11 tahun sudah Nursyida berjuang. Dia seolah tidak pernah bosan dengan apa yang dilakukannya.

Segala rintangan yang dihadapi selalu menjadi bumbu agar semangat menyebarkan virus membaca tetap menyala. Seperti saat mengajak ibu rumah tangga di desanya untuk membaca, awalnya sangat sulit.

Tapi bukan Nursyida kalau gampang menyerah, mantan jurnalis ini akhirnya memilih pendekatan kearifan lokal agar warga memahami pentingnya membaca, termasuk menarik minat baca para ibu melalui kelas bedah resep.

"Dari buku resep makanan, ada bahan yang praktis yang tidak semua orang duga. Seperti daun kelor bisa jadi burger, ubi jalar jadi brownies misalnya. Sebenarnya mudah, tapi orang-orang nggak punya ilmunya. Itu yang kami praktikkan," kata wanita yang akrab disapa Ida ini.

Setiap minggu, Klub Baca Perempuan juga mengadakan acara 'Silaq Batur'. Silaq Batur dalam bahasa Indonesia berarti 'mari kawan'. Sebuah ajakan yang berarti mari kawan membaca menulis dan bertutur, diambil dari singkatan BATUR (Baca, Tulis dan Tutur).

Silaq Batur diawali dengan senam bersama di lapangan kabupaten. Lapak buku pinjam gratis untuk masyarakat umum pun digelar. Siapapun boleh meminjam buku, baik itu anggota klub baca maupun yang bukan anggota Klub Baca Perempuan.

"Alhamdulillah dari sana istilah literasi itu sudah tidak asing. Kalau dulu jangankan masyarakat awam, pejabat saja masih banyak yang bertanya apa itu literasi. Sekarang sudah mulai jadi isu yang diperbincangkan," kata Nursyida.

Berkat kegigihan Nursida menggaungkan budaya membaca, saat ini semakin banyak ibu dan remaja putri yang tertarik untuk membaca. Bahkan mereka sudah menjadi relawan untuk mengkampanyekan kegiatan gemar membaca.

Nursyida percaya, untuk membuat Indonesia yang hebat harus dimulai dari keluarga. Dalam hal ini, ibu memegang peran penting dalam keluarga.

Untuk bisa menciptakan generasi-generasi unggulan, seorang ibu haruslah cerdas. Sebab, Ibu adalah ensiklopedia pertama bagi anak untuk bertanya tentang apa saja. Ibu juga yang bisa menciptakan kebiasaan-kebiasaan termasuk kebiasaan membaca.

"Apakah anak-anak akan menjadi penonton televisi aktif atau menjadi pembaca, itu ada di tangan ibunya. Ibu yang memegang remot kontrolnya," kata Ida.

KOMPAS.com/ Karnia Septia Nursyida Syam, pendiri Klub Baca Perempuan dari Lombok Utara
Sekolah alam

Bersama para relawan, Nursyida juga membentuk Sekolah Alam Anak Negeri. Setiap jam pulang sekolah, taman bacaan yang ada di Dusun Prawira ini ramai dengan para remaja. Selain membaca mereka juga belajar menari maupun bermain musik.

Pada pagi hari, taman baca akan dipenuhi anak-anak usia dini. Mereka belajar dan bermain di PAUD yang masih dikelola secara mandiri oleh para relawan di Klub Baca Perempuan.

Selain membaca, berbagai kegiatan dilakukan untuk bisa mengasah minat dan bakat anak-anak. Seperti membuat kelas cita-cita yang dilakukan di sekolah-sekolah.

Dalam kelas cita-cita ini, Ida mendatangkan kerabat Klub Baca Perempuan yang berasal dari berbagai profesi seperti pilot, dokter maupun peneliti untuk hadir di tengah anak-anak.

"Profesi apa pun yang mencapainya dengan kerja keras, dengan membaca itu kita hadirkan di tengah anak-anak. Untuk membangun mimpi anak-anak bahwa untuk menjadi seorang pilot, menjadi seorang dokter, dosen, peneliti, itu bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk anak-anak desa. Sangat mungkin karena orang-orang itu juga berasal dari desa," kata Nursyida.

Ingin cetak buku anak

Dedikasinya di dunia literasi, membuat Nursyida memperoleh sederet penghargaan. Belum lama ini, Nursyida juga diundang oleh Presiden Joko Widodo bersama 38 pegiat literasi di seluruh Indonesia. Mereka adalah pegiat taman bacaan masyarakat dan pegiat pustaka bergerak.

Bagi Nursyida, hadir di Istana merupakan penghargaan yang luar biasa. Itu membuktikan bahwa negara mengakui pekerjaan para pegiat literasi. Nursyida tidak setuju terhadap hasil penelitian yang mengatakan bahwa minat baca anak-anak Indonesia itu rendah.

Terbukti, setiap kali Ida membawa buku ke daerah pinggiran, anak-anak selalu menyerbu seberapa banyak pun buku yang dibawa.

Anak-anak di beberapa desa yang dikunjungi Ida selalu melahap buku-buku yang ada. Tidak sekedar melihat-lihat tetapi benar-benar membaca.

Hanya saja, akses terhadap bahan bacaan yang menarik bagi anak-anak di desa masih kurang. Sementara bacaan yang menarik bagi anak-anak, masih terkonsentrasi di kota-kota besar.

"Bukannya anak-anak tidak membaca tetapi buku yang dibaca tidak ada. Jangankan buku bagus, bungkus kacang dari koran pun anak-anak baca," kata Ida.

Salah satu impian Nursyida yang belum terwujud hingga saat ini adalah memiliki mesin cetak sederhana. Ia ingin seluruh tulisan yang dibuat oleh anak-anak asuhannya diterbitkan menjadi buku.

Nursyida juga mendorong kaum ibu untuk mau menulis dan medokumentasikan resep masakan-masakan tradisional Lombok yang selama ini tidak diketahui banyak orang. Terutama, aneka masakan yang khusus dibuat pada upacara adat.

"Literasi tidak hanya terhenti pada kegemaran membaca tetapi juga menulis," tutup Nursyida.

 

 

Kompas TV Perpustakaan keliling dalam beragam jenis terparkir di halaman Istana Negara, Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com