Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita dari Komunitas Hikayat Tanah Hitu, Membaca agar Cerdas dan Bisa Hargai Perbedaan

Kompas.com - 17/05/2017, 08:00 WIB
Rahmat Rahman Patty

Penulis

AMBON, KOMPAS.com - Angin sepoi-sepoi berembus saat terik mentari mulai menyengat siang itu. Puluhan bocah berlari dan menghampiri sebuah tanah lapang kecil tak jauh dari pesisir pantai di Desa Hitu Mesing, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.

Di bawah rimbun pepohonan, Halid Pellu (24), Koordinator Komunitas Hikayat Tanah Hitu, bersama sejumlah rekannya sibuk mengatur berbagai jenis buku di atas tiga terpal dan sebuah kardus bekas. Terpal dan kardus bekas itu dipinjam dari sebuah rumah warga tak jauh dari lokasi tempat Halid dan teman-temannya membuka lapak buku.

Ratusan jenis buku mulai dari buku cerita, buku bergambar, komik, buku resep makanan hingga buku pengetahuan umum lainnya itu, dibawa dari rumah Halid dengan menggunakan dua sepeda motor. Buku-buku itu merupakan pemberian dari Gramedia Jakarta dan juga Ambon untuk membantu komunitas tersebut.

“Ayo adik-adik semuanya kumpul, mari kita membaca,” ajak Halid kepada sejumlah bocah yang mulai tampak penuh semangat, Minggu (30/4/2017).

Ajakan itu spontan saja membuat beberapa bocah yang sudah lama menanti langsung berebutan mengambil buku-buku kesukaannya untuk dibaca.

Namun tidak semua bocah punya semangat yang sama.  Beberapa bocah tampak terlihat masih malu-malu, dan hanya berdiri di pinggir lapak sambil memandang teman-temannya membaca.

Para bocah yang masih malu-malu itu kemudian dihampiri oleh Halid dan rekannya. Mereka lalu membujuk para bocah itu untuk ikut membaca bersama teman-temannya. Setelah itu, para bocah ini mulai ‘melahap’ setiap buku yang mereka baca.

Sebagian dari para bocah ada yang membaca sambil duduk bersila, ada yang membaca  dengan posisi tiarap dan ada pula yang duduk setengah jongkok. Beberapa bocah lainnya membuka buku bergambar dan dilihatnya dengan seksama.

(Baca juga: Kisah Perahu Pustaka Jelajahi Pesisir Sulawesi agar Anak-anak Bisa Membaca)

Tak hanya para bocah, sejumlah ibu rumah tangga dan beberapa orang remaja putri di kampung itu juga ikut berebutan mencari buku-buku kesukaannya untuk dibaca. Umumnya buku yang mereka baca yakni novel dan buku resep makanan.

Untuk menyemangati para bocah agar tetap serius membaca, Halid dan rekan-rekannya terpaksa  mendampingi para bocah itu sambil menjelaskan kepada mereka isi buku yang mereka baca.

Sesekali Halid dan rekan-rekannya harus menenangkan para bocah lainnya karena ada yang berbuat usil saat teman-teman lainnya lagi membaca.

“Jangan berisik yang lain sedang membaca. Ayo semuanya membaca dengan baik biar jadi orang pintar,” ujarnya pelan.

Beberapa orang anak tampak serius membaca buku kesukaannya saat Rumah Baca Barakate, Komunitas Hikayat Tanah Hitu, membuka lapak baca di sebuah tanah lapang di Desa Hitu Mesing, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Minggu, (30/5/2017).KOMPAS.com/Rahmat Rahman Patty Beberapa orang anak tampak serius membaca buku kesukaannya saat Rumah Baca Barakate, Komunitas Hikayat Tanah Hitu, membuka lapak baca di sebuah tanah lapang di Desa Hitu Mesing, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Minggu, (30/5/2017).

Bagi para bocah yang serius membaca, ada hadiah yang didapat yakni diberikan permen oleh anggota pengelola lapak baca. Menurut Halid, cara itu dilakukan agar anak-anak yang ikut membaca merasa senang.

Selain memberikan permen, upaya lain yang dilakukan untuk menyemangati para bocah di kampung itu agar terus membaca yakni dengan cara mengajak mereka bermain hingga berdongeng. Cara tersebut biasanya dilakukan ketika para bocah mulai tidak konsentrasi saat membaca.

“Tujuannya hanya untuk membuat anak-anak ini bersemangat dan tidak jenuh, jadi kadang kita merangsang mereka dengan memberikan permen dan juga berdongeng serta mengajak mereka bermain sejenak,” kata mahasiswa semester akhir Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon ini.

Jadwal buka lapak baca itu sendiri berjalan rutin setiap Hari Sabtu dan Minggu. Menurut Halid, biasanya lokasi buka lapak baca ini selalu berpindah tempat antara Desa Hitu Mesing dan Hitu Lama.

(Baca juga: Cerita Rumah Belajar Bibinoi, Pernah Diusir Kepala Desa hingga Berhasil Cetak Sarjana)

Hingga menjelang pukul 13.00 WIT, para bocah yang umumnya siswa SD ini masih terlihat begitu antusias untuk terus membaca.

”Beta baca buku Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat Nusantara, ceritanya bagus tapi belum habis,” kata Mahensa Tegu, siswa kelas VI SD 4 Negeri Hitu.

Rivai Alkatiri, bocah lainnya, mengaku sangat senang bisa ikut membaca dengan sepuasnya di lapak buku tersebut, apalagi ada banyak pilihan buku yang disediakan. Dia mengaku setiap kali lapak buku dibuka pada hari Minggu, dia tidak pernah absen untuk datang membaca.

“Bukunya bagus-bagus, apalagi kakak-kakak komunitas juga sangat baik, jadi saya senang sekali,” ujarnya.

Buka kelas bahasa Inggris

Anggota komunitas Hikayat Tanah Hitu juga mengajari anak-anak binaannya untuk belajar berbahasa Inggris. Mereka diajari menulis dan membaca hingga permainan menebak gambar-gambar hewan dan benda dengan bahasa Inggris.

Para bocah juga diminta untuk meniru kebiasaan dan suara hewan yang mereka tebak dengan benar. Bagi setiap bocah yang menebak gambar dan menyebut nama hewan dengan benar langsung diberikan permen.

“Siapa lagi yang mau menebak apa nama hewan ini? Bagaimana juga suaranya dan kebiasaannya,” tanya Cilun, salah seorang anggota Komunitas Hikayat Tanah Hitu, kepada para siswa sambil menunjukkan satu gambar hewan di tangannya.

Untuk menghilangkan rasa jenuh anak-anak tersebut, mahasiswa semester 2 Fakultas Perikanan Universitas Pattimura Ambon ini sesekali mengajak para bocah yang diajarinya untuk bernyanyi dan mempraktikkan suara hewan dan juga kebiasaannya. Spontan para bocah tertawa kegirangan.

Kelas bahasa Inggris yang disediakan untuk anak-anak di dua desa tersebut sudah berjalan lebih dari satu tahun terakhir. Saat ini, ada lima anggota komunitas yang secara bergantian selalu mengajari para siswa binaan untuk menguasai bahasa inggris dengan baik.

Beberapa orang anak tampak serius membaca buku kesukaannya saat Rumah Baca Barakate, Komunitas Hikayat Tanah Hitu, membuka lapak baca di sebuah tanah lapang di Desa Hitu Mesing, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Minggu, (30/5/2017).KOMPAS.com/Rahmat Rahman Patty Beberapa orang anak tampak serius membaca buku kesukaannya saat Rumah Baca Barakate, Komunitas Hikayat Tanah Hitu, membuka lapak baca di sebuah tanah lapang di Desa Hitu Mesing, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Minggu, (30/5/2017).

Metode pengajaran yang diberikan pun berbeda dengan yang di dapat para siswa di sekolahnya masing-masing. Di komunitas Hikayat Tanah Hitu, para bocah diajari bahasa Inggris dengan cara yang berbeda dan lebih rileks lagi sepert tebak-tebakan hingga bernyanyi.

“Dengan cara seperti itu anak-anak tidak jenuh. Kami juga selalu belajar di suasana terbuka, di pinggir pantai tidak hanya di basecamp agar mudah diserap oleh anak-anak,” katanya.

Anak-anak yang biasanya mengikuti kelas bahasa inggris tidak hanya siswa SD namun juga pelajar SMP. Biasanya kelas bahasa Inggris dibuka bersamaan dengan pembukaan lapak baca saat hari Sabtu dan Minggu. Namun terkadang banyak anak yang biasanya langsung datang sendiri ke rumah baca Barakate untuk meminta diajari.

“Jadwal kami itu biasanya hari Minggu, selalu disesuaikan dengan waktu luang. Namun kadang anak-anak selalu datang ke basecamp untuk minta diajari juga di sana,” katanya.

Bagi Cilun terlibat dalam komunitas Hikayat Tanah Hitu dan bisa mengambil bagian untuk terus menyemangati anak-anak agar dapat meningkatkan minat baca dan belajar bahasa Inggris merupakan sebuah tanggung jawab moril baginya.

“Ini sebuah bentuk kesadaran akan tanggung jawab terhadap anak-anak di sini. Saya merasa senang sekali karena bisa bergabung dengan kawan-kawan komunitas Hikayat Tanah Hitu untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat di sini,” ungkapnya.

Selain membuka kelas bahasa Inggris, Komunitas Hikayat Tanah Hitu juga berencana membuka kelas khusus bahasa Hitu bagi anak-anak di desa tersebut. Keinginan membuka kelas khusus bahasa Hitu ini bukanlah tanpa alasan.

Menurut Halid Pellu, keinginan membuka kelas khusus bahasa Hitu muncul dari sebuah kegelisahan besar bahwa kini anak-anak di Desa Hitu Mesing dan Hitu Lama tidak lagi mengetahui dan bisa menggunakan bahasa Hitu dalam interaksi keseharian mereka. Bahkan anak-anak muda di dua desa itu juga sudah tidak bisa lagi menggunakan bahasa daerahnya.

“Kami sedang mengupayakan agar ada juga kelas bahasa Hitu bagi anak-anak. Ini karena bahasa Hitu saat ini sudah tidak lagi digunakan oleh anak-anak. Penutur bahasa Hitu juga telah berkurang dan tidak lebih 100 orang saja saat ini,” ujarnya.

Menurut dia, untuk langkah pertama, pihaknya akan mencari seseorang yang menguasai bahasa Hitu dengan benar untuk mengajari anak-anak di desa tersebut.

”Kami masih mencari orang yang tepat, tapi rencana kami harus ada kelas khusus untuk bahasa Hitu,” ungkapnya.

Baginya, anggota komunitas juga akan siap untuk ikut dalam kelas tersebut dan rumah baca Barakate akan selalu terbuka bagi siapa pun yang ingin ikut dalam kelas tersebut.

Rumah baca Barakate sendiri saat ini belumlah memiliki tempat sendiri. Rumah baca ini masih berada di rumah orang tua Halid, tepatnya di bagian lantai dua rumah tersebut.

Banyak orang menyebutnya Leiden karena rumah tersebut berdiri tepat di atas reruntuhan Benteng Leiden. Ruangan di rumah yang digunakan untuk rumah baca pun terbilang kecil hanya berukuran 4x4 meter.

Meski begitu, ruangan yang dijadikan sebagai rumah baca itu tampak terlihat rapi, ada meja dan kursi, ada rak dari kayu sebagai tempat menaruh berbagai jenis buku bacaan, dan ada juga satu buah papan white board yang terpampang di ruangan tersebut.

Pemilik rumah juga sangat terbuka dengan siapa pun yang ingin datang untuk membaca dan berdiskusi ke rumah baca itu.

”Orangtua sangat welcome, beliau sangat mendukung untuk hal-hal positif jadi tidak masalah. Kata beliau asal jangan untuk hal yang negatif,” ujarnya.

Remaja setempat di sela pemberian buku untuk Rumah Baca Barakate, Komunitas Hikayat Tanah Hitu, di Desa Hitu Mesing, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Minggu, (30/5/2017).KOMPAS.com/Rahmat Rahman Patty Remaja setempat di sela pemberian buku untuk Rumah Baca Barakate, Komunitas Hikayat Tanah Hitu, di Desa Hitu Mesing, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Minggu, (30/5/2017).
Rumah baca ini sendiri ikut terpilih sebagai juara harapan saat mengikuti Gramedia Reading Community Competition (GRCC) tahun 2016. Rumah buku ini terpilih karena dianggap berhasil membangun budaya literasi di daetah tersebut.

Sejak itulah bantuan buku terus berdatangan pada rumah baca ini. Terakhir, Gramedia Maluku City Mall Ambon juga ikut menyumbangkan sebanyak 200 buku bacaan kepada komunitas ini. Hingga saat ini, koleksi buku yang ada di rumah baca tersebut mencapai sekitar 1.000 buah buku.

“Kami sangat berterima kasih kepada Gramedia, tanpa Gramedia pasti tidak akan ada rumah buku Barakate. Terima kasih atas perhatiannya kepada kami,”ujarnya.

Terinspirasi dari Imam Rijali

Komunitas Hikayat Tanah Hitu terbilang masih sangat muda. Usia komunitas ini belumlah menginjak usia tiga tahun sejak didirikan pada akhir bulan September 2014 silam. Awalnya komunitas ini didirikan untuk persiapan menjelang perayaan Hari Sumpah Pemuda. Namun setelah terbentuk, komunitas ini baru aktif di tahun 2015.

Ide pendirian komunitas ini semula lebih fokus kepada pengembangan seni dan budaya masyarakat di dua desa bertetangga itu. Namun dalam perjalanannya, komunitas ini kemudian mendirikan rumah baca Barakate yang saat ini mulai terkenal luas.

Menurut Halid Pellu, lahirnya komunitas tersebut berawal dari ide beberapa rekannya yang ingin membuat festival dalam rangka perayaan Hari Sumpah Pemuda di tahun 2014. Dari situlah muncul kesepakatan untuk membentuk komunitas Hikayat Tanah Hitu.

“Awalnya ada beberapa teman, mereka adalah Alfian Pellu Abdul Azis Pellu, Faisal Pellu, dan Fahmi Pellu yang berkeinginan untuk membuat Festival Hari Sumpah Pemuda, mereka mengutarakan niat itu dan kami diskusi, di situlah ide pertama kali pembentukan komunitas Hikayat Tanah Hitu ini muncul,” ujarnya.

Nama komunitas Hikayat Tanah Hitu sendiri diambil dari sebuah karya Imam Rijali, seorang cendekiawan dan pemikir terkemuka Maluku asal Tanah Hitu yang sangat terkenal saat itu.

Bukunya berjudul Hikayat Tanah Hitu telah menjadi sumber referensi sejarah di Maluku yang terus digunakan banyak pihak hingga saat ini.

Menurut Halid, pengunaan nama Hikayat Tanah Hitu sengaja dipakai komunitas tersebut untuk menghormati jasa-jasa serta Imam Rijali dan untuk menghidupkan kembali semangat kecendekiawanannya kepada para generasi muda di dua desa tersebut.

“Inspirasinya dari situ. Kami ingin semangat intelektual Imam Rijali dapat menjadi motivasi untuk generasi muda di Tanah Hitu saat ini,” ungkapnya.

Dia mengaku, sejak didirikan hingga saat ini, komunitas Hikayat Tanah Hitu telah tiga kali menggelar festival besar di dua desa tersebut. Fesitval yang dibuat itu selalu dirangkai dengan berbagai kegiatan seni dan budaya seperti pementasan teater dan pembacaan puisi.

“Kami bentuk panitia lalu bikin festival teater dan baca puisi. Teater yang dibuat itu untuk mengenang sejarah Tanah Hitu di masa lampau,” ujarnya.

Dari berbagai kegiatan itulah, Halid mengaku komunitas Hikayat Tanah Hitu terus mendapat dukungan dari pemerintah kedua desa dan juga dari masyarakat setempat. Lebih-lebih saat mereka mulai membentuk rumah baca Barakate dan mengajak warga, khususnya anak-anak di dua desa itu, untuk terus membaca.

“Dukungan dari masyarakat dan pemerintah desa sangat tinggi. Mereka sangat support sekali dengan keberadaan komunitas Hikayat Tanah Hitu dan rumah baca Barakate ini,” ujarnya.

 

Remaja setempat di sela pemberian buku untuk Rumah Baca Barakate, Komunitas Hikayat Tanah Hitu, di Desa Hitu Mesing, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Minggu, (30/5/2017).KOMPAS.com/Rahmat Rahman Patty Remaja setempat di sela pemberian buku untuk Rumah Baca Barakate, Komunitas Hikayat Tanah Hitu, di Desa Hitu Mesing, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Minggu, (30/5/2017).

Satukan perbedaan lewat baca

Selain untuk mencerdaskan anak-anak yang ada di Desa Hitu Mesing dan Hitu Lama, Halid dan rekan-rekannya juga berkeinginan kuat agar kedua desa bertetangga itu dapat menyatukan segala perbedaan yang kerap terjadi selama ini.

Menurut Halid, dengan mengajak warga khususnya anak-anak untuk belajar dan membaca, maka akan tumbuh pikiran positif dalam setiap diri mereka. Dengan begitu setiap orang juga dapat mendukung anak-anaknya untuk terus belajar dan membaca.

“Salah satu harapan kami, perbedaan yang terjadi selama ini tidak harus menjadi masalah dan sumber permusuhan, makanya sejak dini anak-anak harus terus belajar dan membaca agar mereka punya ilmu pengetahuan yang luas,” katanya.

Halid menyadari dengan membangun budaya membaca, anak-anak di dua desa tersebut akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter dan kompetitif di masa mendatang. Baginya, perbedaan kedua desa yang kerap berujung pertikaian harus dihindari.

Oleh karena itu, setiap kali bertemu dan berdiskusi dengan anak-anak kedua desa itu, pihaknya selalu saling mengingatkan bahwa perbedaan tidak harus dijadikan alasan untuk saling bermusuhan.

“Budaya membaca harus terus ditingkatkan, jangan lagi menjadikan perbedaan itu sebagai masalah,” ujarnya.

Halid melanjutkan, untuk mewujudkan semua itu, rumah baca komunitas Hikayat Tanah Hitu dalam berbagai kesempatan terus membangun pemahaman pada anak-anak binaannya agar tetap belajar dan terus membaca, karena membaca adalah jendela ilmu pengetahuan.

“Kami sendiri anggota komunitas Hikayat Tanah Hitu berasal dari dua desa, Hitu Mesing dan Hitu Lama dan sama sekali tidak ada perbedaan di antara kami,” katanya.

Desa Hitu Mesing dan Hitu Lama memang kerap berkonflik sejak dahulu, banyak warga dari kedua belah pihak yang telah menjadi korban baik korban luka maupun korban jiwa. Namun dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir kedua desa itu tidak lagi berselisih paham.

“Semoga kondisi ini akan terus terjaga, agar anak-anak di sini bisa terus belajar dan membaca untuk membangun peradaban di Tanah Hitu tercinta ini,” harapnya.

 

 

Kompas TV Perpustakaan keliling dalam beragam jenis terparkir di halaman Istana Negara, Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com