Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berawal dari Perpustakaan Keluarga, Mata Aksara Sebarkan Virus Membaca

Kompas.com - 16/05/2017, 10:03 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Berawal dari keinginan membudayakan membaca sejak dini, keluarga Heni Wardatur Rohmah dan Nuradi Indra Wijaya membuat perpustakaan bernama "Mata Aksara".

Perpustakaan tersebut berlokasi di Jalan Kaliurang Km 14, No 15 A, Tegalmanding, Umbulmartani, Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pelakat bertuliskan "Mata Aksara" terpampang tepat di pinggir jalan. Di ruangan yang tak begitu luas di lantai dua, terdapat rak kayu penuh dengan berbagai jenis buku, termasuk buku bacaan anak-anak.

Saat dikunjungi Kompas.com, Senin (15/5/2017), beberapa ibu terlihat duduk sembari melihat anak mereka memilih buku yang hendak dibaca. Sambil berdiri, anak-anak yang rata-rata masih duduk di Sekolah Taman Kanak-kanak ini mengamati satu per satu buku yang ada di rak kayu.

Setelah mengambil buku yang disukai, mereka lantas berjalan dan duduk di depan atau di samping ibunya. Sambil duduk, jari-jarinya membuka selembar demi selembar buku tersebut.

Beberapa anak yang masih kecil dan belum bisa membaca terlihat mengamati serius gambar yang ada di buku tersebut.

"M..a...d...u, madu, ayo cari, di gambar itu mana madunya, Nak?," tanya seorang ibu kepada anaknya yang sedang memegang buku bergambar.

"Ini Madunya!" Jawab anak perempuan itu. "Iya benar, pintar," saut ibu itu sembari kembali mengajak putrinya yang masih kecil untuk membuka halaman berikutnya.

Baca juga: Ingin Penumpang Baca Buku, Pak Sugiarto Buat Perpustakaan di Angkotnya

Dinamika itu sudah menjadi hal biasa di perpustakaan Mata Aksara. Sejak dini, anak-anak dikenalkan dengan budaya membaca.

Suasananya seperti itu. Anak dan ibunya datang, lalu bersama-sama berinteraksi dengan buku. Mengenalkan budaya membaca sejak kecil. Pasangan suami istri Heni Wardatur Rohmah dan Nuradi Indra Wijaya adalah sosok dari berdirinya Mata Aksara.

"Saya punya Pakde (Paman) di daerah Rembang yang memiliki perpustakaan, saat kecil kalau mudik ke sana pasti berinteraksi dengan buku. Membacanya itu sesuka kita, kadang ya di bawah pohon jambu depan rumah," ucap Heni Wardatur Rohmah, Senin.

Budaya membaca buku tersebut dibawa ke dalam keluarganya saat ini. Kedua anaknya pun sejak kecil dikenalkan dengan budaya membaca. Hingga akhirnya, keluarga Heni Wardatur Rohmah dan Nuradi Indra Wijaya memiliki perpustakaan sendiri.

"Di rumah kan banyak buku dan sudah selesai dibaca, kami ingin buku-buku ini bisa bermanfaat bagi orang lain. Kita lalu rapat keluarga, anak saya setuju, ya sudah langsung didata dan dihitung," bebernya.

 

Heni dan Nuradi lalu menawarkan dan meminjamkan buku-buku tersebut ke sekolah-sekolah. Ternyata, tawaran itu disambut baik oleh empat sekolahan.

"Kami memasukan buku-buku ke dalam tas lalu diantar ke sana, setiap satu sekolahan 50 buku. Agar bisa lebih rapi dan agar anak-anak tertarik, kami membuat rak kayu untuk di sekolahan itu," urainya.

Setengah tahun berjalan, Heni Wardatur Rohmah dan Nuradi Indra Wijaya berencana untuk membuat perpustakaan. Rencana tersebut direalisasikan dengan mengubah gudang lantai dua yang berada di belakang toko material milik mereka menjadi ruang perpustakaan.

"Akhir 2011, dari perpustakaan daerah datang dan senang melihat pengelolaan perpustakaan kami. Lalu kami diminta membuat legalisasi Mata Aksara dan dapat bantuan 1.000 buku dari perpusnas," ucapnya.

Baca juga: Taman Tegalega, dari Perpustakaan hingga Lampion Dinosaurus

Selain dari bantuan, setiap bulan keluarga Heni dan Nuradi menyisihkan uang Rp 500.000 untuk melengkapi buku di perpustakaan Mata Aksara.

Hingga saat ini di perpustakaan Mata Aksara terdapat 7.600 an buku. Agar menarik minat untuk datang dan membaca buku, Heni menyelenggarakan berbagai kegiatan, seperti Pekan Permainan Tradisional yang di dalamnya terdapat lomba -lomba melibatkan anak-anak.

Di sela-sela lomba itulah, ada sesi ketika anak-anak diajak dan dikenalkan dengan perpustakaan serta berbagai buku yang ada.

"Yang penting mereka mau dulu berkunjung. Biasanya anak-anak datang bersama ibunya, nah saat itu kita adakan diskusi kecil, memberikan edukasi kepada orangtua tentang pentingnya membaca," jelasnya.

Disampaikannya, rata-rata dalam sehari ada sekitar lebih dari 20 orang yang datang berkunjung ke perpustakaan Mata Aksara, baik untuk meminjam buku maupun membaca. Jumlah itu bertambah ketika di Mata Aksara digelar kegiatan.

Konsep perpustakaan

Konsep Mata Aksara, lanjut Heni, berbeda dari perpustakaan lainnya. Perpustakaan bukan sekadar tempat membaca. Tetapi juga diisi dengan kegiatan yang membuat anak-anak merasa nyaman di perpustakaan dan menyukai buku.

"Kami juga ada kelas menulis untuk anak-anak SD. Anak-anak belajar menuliskan pengalaman, apa yang dirasakan, lalu ada kelas bahasa Inggris juga," tuturnya.

 

KOMPAS.com / Wijaya Kusuma Heni Wardatur Rohmah pendiri Mata Aksara saat di perpustakaan

Selain itu, di Mata Aksara ada juga program yang diberi nama mengalami Indonesia. Di program ini anak-anak berinteraksi, mengenal dan belajar secara langsung budaya-budaya yang ada di Indonesia.

"Relawan yang ada di sini kan dari seluruh daerah di Indonesia , anak-anak belajar menari, belajar menyanyi langsung dari mereka. Jadi tidak hanya membayangkan Indonesia dari buku atau pelajaran, tetapi berinteraksi langsung dengan relawan," tandasnya.

Baca juga: Warung Kopi di Parepare Akan Dilengkapi Buku-buku Milik Perpustakaan

Menurutnya, selama satu tahun terakhir Mata Aksara tidak berhenti masuk ke beberapa Paud dan TK untuk mengampanyekan tentang pentingnya orangtua membacakan buku cerita kepada anak. Sebab membacakan buku cerita sebelum tidur itu merupakan pondasi awal agar anak mau membaca.

"Di luar negeri sudah menjadi kebiasaan dan itu belum terbentuk di sini. Membaca buku cerita, fiksi itu kan membangun imajinasi, kalau sejak kecil tidak punya imajinasi, saat besar bagimana bisa tumbuh kreatifitasnya," urainya.

 

Dari buku menjadi karya

"Dari Buku Menjadi Karya" adalah salah satu tagline dari Mata Aksara. Artinya apa yang ada di buku, khususnya tentang keterampilan, setelah dibaca lalu diaplikasikan menjadi sebuah karya.

Berdasarkan tagline tersebut, Mata Aksara tidak lagi hanya untuk anak-anak, tetapi semakin berkembang ke orang tua dan bahkan mahasiswa.

"Anak-anak yang pinjam dan membaca buku di perpustakaan datang kan bersama ibunya. Lalu berkembang, kami punya ide membuat kegiatan agar sembari menunggu anaknya ibu-ibu juga ada aktivitas," ujarnya.

Disampaikannya, perpustakaan Mata Aksara tidak hanya berisi buku anak-anak, tetapi juga ada buku tentang keterampilan. Sembari menunggu anak-anak mereka, ibu bisa membaca buku ketrampilan lalu mempraktikkan.

"Kami memulai hastakarya dari kain flanel, resleting dibuat tas, bros dan tas. Lalu berkembang dan muncul lah klub rajut ini," bebernya.

Klub rajut ini berkumpul dan membuat karya dua kali dalam seminggu, yakni pada hari Rabu dan Sabtu. Saat ini, klub rajut sudah berjalan selama dua tahun.

"Awalnya hanya dua orang, saat ini sudah sampai 150 orang meski memang datang dan pergi. Kalau yang ada di klub rajut itu tidak hanya warga Sleman, tetapi juga ada dari kota dan Bantul, bahkan mahasiswa," jelasnya.

Baca juga: Kisah Sopir Angkot yang Menyulap Mobilnya Jadi Perpustakaan

Menurut Heni, sudah ada beberapa ibu yang mendapatkan penghasilan dari hasil karya merajut tas dan dompet. Selain dari buku, ibu-ibu ini juga mendapatkan materi workshop khusus untuk keterampilan yang terbilang sulit, misalnya membuat sepatu rajut.

"Kalau di jalan mereka melihat ada model yang baru, saat pertemuan kami diskusikan lalu dipraktikkan. Kami juga mendatangkan narasumber untuk workshop, khusus untuk yang sulit," katanya.

Selain ibu-ibu, bapak juga mendapatkan kegiatan yang sama. Hanya bedanya, untuk bapak adalah keterampilan membuat pupuk organik.

"Untuk bapak-bapak juga ada, keterampilan membuat pupuk dekomposer dan organik cair," urainya.

Lewat berbagai program yang ada, Mata Aksara berhasil menjadi juara pertama regional DIY- Jateng Gramedia Reading Community Competition 2016.

Kompas TV Di Hari Pendidikan Nasional, Presiden Joko Widodo, mengundang para pegiat gerakan membaca atau tokoh literasi ke Istana Negara, Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com