Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berawal dari Perpustakaan Keluarga, Mata Aksara Sebarkan Virus Membaca

Kompas.com - 16/05/2017, 10:03 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

 

Heni dan Nuradi lalu menawarkan dan meminjamkan buku-buku tersebut ke sekolah-sekolah. Ternyata, tawaran itu disambut baik oleh empat sekolahan.

"Kami memasukan buku-buku ke dalam tas lalu diantar ke sana, setiap satu sekolahan 50 buku. Agar bisa lebih rapi dan agar anak-anak tertarik, kami membuat rak kayu untuk di sekolahan itu," urainya.

Setengah tahun berjalan, Heni Wardatur Rohmah dan Nuradi Indra Wijaya berencana untuk membuat perpustakaan. Rencana tersebut direalisasikan dengan mengubah gudang lantai dua yang berada di belakang toko material milik mereka menjadi ruang perpustakaan.

"Akhir 2011, dari perpustakaan daerah datang dan senang melihat pengelolaan perpustakaan kami. Lalu kami diminta membuat legalisasi Mata Aksara dan dapat bantuan 1.000 buku dari perpusnas," ucapnya.

Baca juga: Taman Tegalega, dari Perpustakaan hingga Lampion Dinosaurus

Selain dari bantuan, setiap bulan keluarga Heni dan Nuradi menyisihkan uang Rp 500.000 untuk melengkapi buku di perpustakaan Mata Aksara.

Hingga saat ini di perpustakaan Mata Aksara terdapat 7.600 an buku. Agar menarik minat untuk datang dan membaca buku, Heni menyelenggarakan berbagai kegiatan, seperti Pekan Permainan Tradisional yang di dalamnya terdapat lomba -lomba melibatkan anak-anak.

Di sela-sela lomba itulah, ada sesi ketika anak-anak diajak dan dikenalkan dengan perpustakaan serta berbagai buku yang ada.

"Yang penting mereka mau dulu berkunjung. Biasanya anak-anak datang bersama ibunya, nah saat itu kita adakan diskusi kecil, memberikan edukasi kepada orangtua tentang pentingnya membaca," jelasnya.

Disampaikannya, rata-rata dalam sehari ada sekitar lebih dari 20 orang yang datang berkunjung ke perpustakaan Mata Aksara, baik untuk meminjam buku maupun membaca. Jumlah itu bertambah ketika di Mata Aksara digelar kegiatan.

Konsep perpustakaan

Konsep Mata Aksara, lanjut Heni, berbeda dari perpustakaan lainnya. Perpustakaan bukan sekadar tempat membaca. Tetapi juga diisi dengan kegiatan yang membuat anak-anak merasa nyaman di perpustakaan dan menyukai buku.

"Kami juga ada kelas menulis untuk anak-anak SD. Anak-anak belajar menuliskan pengalaman, apa yang dirasakan, lalu ada kelas bahasa Inggris juga," tuturnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com