MEDAN, KOMPAS.com - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Sumatera Utara Irwan Said Batubara menilai, pembubaran organisasinya merupakan langkah represif terhadap gerakan Islam. Keputusan ini condong ke kebijakan politik kepentingan.
“Kalau HTI dibubarkan karena dinilai bertentangan dengan Pancasila dan akan membubarkan NKRI, keliru sekali. Sejak dideklarasikan 17 tahun lalu, tidak satupun ada pernyataan resmi kami yang melawan Pancasila dan NKRI. Kami malah mengajak Indonesia tetap utuh dan bersatu," kata Irwan, Selasa (9/5/2017).
Dia mengaku, aktivitas utama lembaganya adalah edukasi umat dengan gerakan dakwah sesuai konsep Islam yang mereka usung. Aktivitas ini yang dianggap miring banyak orang. Padahal ideologi Pancasila dipahami berbeda dan multi-tafsir.
Mulai era Presiden Soekarno dengan Nasakom hingga masa Presiden Joko Widodo dengan neoliberalisme dan imperialisme, tidak pernah sama.
"Ini yang kami ungkap, kami sadarkan masyarakat, bahwa ketika kita hidup dalam kehidupan kapitalisme dan sekularisme yang implikasinya neoliberalisme dan neoimperialisme, contohnya pembuatan UU yang selalu untuk menjaga kepentingan pengusaha. Zona aman mereka bergesekan dengan HTI, dibenturkanlah HTI dengan pancasila dan NKRI,” ucapnya.
Menurutnya, alasan yang digunakan tidak ada korelasinya. HTI tidak pernah menyatakan pancasila itu kufur, hanya menyatakan sistem yang ada sekarang adalah sistem kapitalis.
Persoalan negara hanya dua, pemimpin yang tidak amanah dan sistem pemerintahan yang rusak. Hizbut Tahrir bukan hanya ada di Indonesia, tapi di beberapa negara.
(Baca juga: Pemerintah Tempuh Jalur Hukum untuk Bubarkan HTI)
Soal ancaman pembubaran, bukan hal pertama terjadi. Pihaknya menjadikan situasi ini sebagai pelajaran. Apa yang terjadi saat ini kemungkinan yang menjadi kenyataan.
“Bagi kami, saat zona aman pemerintah disinggung maka reaksilah yang muncul,” tegas Irwan.
Ditanya pemicu pembubaran, dia menduga karena pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu yang dimunculkan pertama kali oleh HTI, disusul aksi menolak pemimpin kafir. Dampaknya adalah sikap Ahok yang melecehkan Al Quran dan meremehkan alim ulama.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.