Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Farida Mengajak Warga Menabung dengan Sampah

Kompas.com - 06/05/2017, 07:18 WIB
Andi Hartik

Penulis

BLITAR, KOMPAS.com - Menabung tidak harus dengan uang tunai. Begitulah kiranya prinsip yang ditanamkan oleh Farida Masrurin (35), salah seorang warga di Desa Jegu, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

Perempuan yang kesehariannya sebagai pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Kecamatan Sutojayan itu telah berhasil meyakinkan banyak orang di sekitarnya bahwa simpanan bisa dilakukan dengan sampah.

Saat ini, ibu satu anak itu menjadi koordinator Bank Sampah Hidup Maju yang dirintisnya sejak awal tahun 2014. Sejak saat itu, ia membuka kesempatan kepada warga untuk menabung dengan sampah.

"Kita ingin mengajarkan bahwa yang remeh temeh bisa diuangkan. Biasanya sampah itu kan dibuang," katanya saat ditemui di lokasi Bank Sampah Hidup Maju di Desa Jegu, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Jumat (5/5/2017) malam.

Mula-mula, sampah anorganik yang dibawa oleh warga ditimbang untuk diketahui bobotnya. Setelah itu, sampah yang sudah ditimbang itu dinilai dengan rupiah sesuai dengan harga sampah yang telah ditetapkan. Selanjutnya, uang hasil penjualan itu ditabung.

"Hasil penjualan langsung ditabung," katanya.

Tidak mudah bagi Farida untuk mengajak warga ikut menabung dengan sampah. Sebab, budaya menabung warga masih sangat rendah. Apalagi nilai tabungannya sedikit.

"Susah menyadarkan mereka bahwa menabung itu bisa mulai dari sedikit," sebutnya.

Namun demikian, upaya perempuan kelahiran 20 Februari 1982 itu secara perlahan mengajak warga untuk menyetor sampah. Saat ini sudah ada 1.450 warga yang rutin menabung dengan sampah.

Warga yang menabung dengan sampah itu berasal dari 11 desa. Yaitu Desa Bajem, Sukorejo, Sumberejo, Jenglong, Jegu dan Kaulon. Selain itu juga ada Desa Kembang Arum, Kalipang, Kedong Bunder, Sutojayan dan Pandan Arum.

Penyetoran sampah dibuka hanya satu kali dalam seminggu. Yakni setiap Hari Sabtu. Masing - masing warga tidak menabung dengan jumlah banyak. Ada yang nilainya hanya Rp 1.000, Rp 3.000, ada juga sampai Rp 35.000.

Biasanya, tabungan warga melalui sampah itu diambil sekali dalam setahun. Yakni saat menjelang Hari Raya Idul Fitri.

"Biasanya diambil satu tahun sekali setiap sebelum Lebaran," katanya.

Farida mengatakan, sampah-sampah hasil tabungan warga tidak seluruhnya dijual. Sebagian ada yang dibuat kerajinan oleh ibu - ibu PKH. Kerajinan itu berupa piring dari gelas minuman, tempat air mineral dan tempat tisu serta tas.

Laku pandai

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com