Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Keikhlasan Ratnawati yang Suaminya Minta Disuntik Mati

Kompas.com - 05/05/2017, 12:23 WIB
Daspriani Y Zamzami

Penulis

BANDA ACEH, KOMPAS.com – Pagi itu, sekitar pukul 08.00 WIB, Berlin Silalahi (47) tengah menyiapkan sejumlah potongan tiket untuk keberangkatan sebuah angkutan jenis L-300 trayek antar-kota antar provinsi (AKAP) ketika guncangan kuat diikuti gelombang air yang dahsyat melanda Kota Banda Aceh, 26 Desember 2004.

Berlin berusaha berlari menyelamatkan diri dan istrinya, Ratnawati (40), yang saat itu tengah hamil 5 bulan.

Kejadian itu adalah titik awal ujian bagi mereka sekeluarga dimulai. Pasca-bencana dahsyat itu, Berlin memulai kembali hidupnya dari nol. Semua harta hilang tak berbekas.

“Kami pun hidup sebagai pengungsi, mulai dari tenda hingga hidup dan tinggal di barak pengungsian,” ungkap Ratnawati, Kamis (4/5/2017).

Sebagai korban, lanjut Ratnawati, mereka menjalani fase demi fase hidupnya. Belasan tahun di barak tidak membuat kehidupan Berlin menjadi baik. Rumah hunian yang dijanjikan oleh pemerintah bagaikan angin surga saja.

“Kami sudah melalui semua proses, bahkan sudah dicatat sebagai penerima rumah bantuan, tapi hingga hari ini rumah itu tidak ada, rumah yang seharusnya menjadi milik kami, malah menjadi milik orang lain, yang itu entah siapa, kunci pintu ada pada kami, tapi ketika kami datang untuk menempatinya, rumah ternyata sudah ada yang menempati tanpa kami ketahui sebelumnya,” ungkap Ratna.

Kondisi itu semakin memperkeruh pikiran Berlin. Sampai akhirnya Berlin jatuh sakit. Berawal dari gejala asma dan asam urat pada 2014 lalu, dokter lalu mendiagnosa dirinya menderita peradangan tulang pada tahun 2016. Setelah itu, Berlin lumpuh.

“Saya sudah tidak tahu harus bagaimana, saya sudah tidak mampu memberi nafkah, hidup kami selama tinggal di barak bakoy, hanya bergantung pada orang lain,” ucap Berlin lirih.

(Baca juga: Suami yang Ajukan Suntik Mati: Saya Sudah Tidak Tahan Lagi...)

Hingga pada Rabu, 26 April 2017, puluhan anggota Satpol PP Aceh Besar membongkar tiga barak pengungsi yang masih tersisa di Desa Bakoy, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, yang ditempati oleh 18 kepala keluarga yang merupakan korban gempa dan tsunami Aceh.

Kondisi ini memperparah keputusasaan Berlin hingga akhirnya dua meminta sang istri untuk membawanya ke rumah sakit dan mengajukan permohonan eutanasia atau suntik mati.

Permintaan itu, bagi Ratna, bak petir di siang bolong. Tak tahan mendengar keinginan tersebut, Ratnawati pun mengadukan hal ini kepada Yayasan Advokasi Rakya Aceh (YARA) yang selama enam bulan terakhir ini mendampingi warga barak.

“Pihak YARA awalnya juga terkejut mendengar permintaan tersebut, namun selaku lembaga pemberi bantuan hokum kepada rakyat miskin, kami dituntut untuk bisa membantu mereka secara hukum, dan sebelum menjelaskan konsekuensi yang harus diterima, YARA juga sudah memberi pemahaman kepada Pak Berlin dan keluarga,” ungkap Fakhrurrazi, Sekretaris YARA.

(Baca juga: Cerita Ratnawati yang Ikhlas Saat Suami Ajukan Permohonan Suntik Mati)

Ratnawati mengaku pasrah. Dia mengalami pergulatan batin antara tidak ingin kehilangan suaminya dengan rasa iba atas penderitaan suaminya. Dengan didampingi tim YARA, Ratnawati lalu menyerahkan surat permohonan pemberian eutanasi untuk Berlin ke Pengadilan Negeri.

“Orang bisa menganggap sikap saya ini adalah putusan yang gila, tapi orang tidak tahu bagaimana derita yang kami rasakan, derita ini bukan karena takdir tapi karena ketamakan dan ketidakadilan yang dilakukan manusia yang merasa diri mereka hebat kepada kami,” ungkap Ratna dengan tatapan mata yang kosong.

 

 

Kompas TV Berlin Silalahi ingin mengakhiri hidupnya dengan cara suntik mati atau euthanasia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com