Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perahu Pustaka Jelajahi Pesisir Sulawesi agar Anak-anak Bisa Membaca

Kompas.com - 02/05/2017, 21:20 WIB
Kiki Andi Pati

Penulis

KOMPAS.com - Puluhan anak berebut buku kesukaannya saat Koordinator Armada Pustaka Muhammad Ridwan Alimuddin (38) bersama relawan membuka lapak di depan kelas mereka di SDN 006 Labuang, Desa Laliko, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Jumat (21/4/2017) pagi itu.

Dengan riangnya siswa sekolah dasar di daerah pesisir Polewali Mandar itu "melahap" bacaan mereka. Aksi itu dilakukan para siswa usai melaksanakan senam kesegaran jasmani di sekolah.

Ada siswa yang membaca dengan suara nyaring dan ada juga yang diam menyudut sangat khusyuk membaca satu demi satu buku yang disediakan Armada Pustaka.

Buku-buku cerita bergambar dengan warna cerah dan komik-komik laku keras, seperti buku Putri Salju, Three Muskuteers, Dinosaurus. Bahkan, para guru juga tak mau kalah ikut membaca buku dari perahu pustaka milik komunitas literasi Armada Pustaka.

"Saya suka baca buku cerita rakyat. Tadi saya baca buku Putri Mandalika," ungkap Mutmaijah, siswi kelas VI SDN 006 Labuang.

Hal yang sama juga diutarakan Dian. Siswi kelas IV SDN 006 Labuang ini mengaku, sangat senang membaca buku sejak kelas II SD.

"Banyak buku yang bisa dibaca karena saya suka membaca buku, pokoknya seru," ungkapnya.

Antusiasme mereka terhadap buku cukup beralasan karena di sekolah itu tidak ada perpustakaan.

Perpustakaan bergerak yang diberi nama Perahu Pustaka ini memberi waktu setengah jam kepada para siswa untuk membaca buku.

(Baca juga: 200 Buku untuk Komunitas Baca Hikayat Tanah Hitu di Maluku Tengah)

Selepas itu, Koordinator Armada Pustaka Ridwan Alimuddin memberikan kuis kepada para siswa yang mampu menjelaskan ringkasan atau sinopsi dari buku yang telah mereka baca.

"Siapa yang bisa menceritakan sedikit dari isi buku yang sudah dibaca tadi, silakan maju ke depan. Bagi yang bisa kami siapkan hadiah," kata Ridwan sambil mengangkat sampul buku yang telah disiapkannya.

Beberapa di antara siswa masih malu-malu, namun dengan menggunakan bahasa Mandar, Ridwan menyemangati para siswa untuk berani bercerita di depan temannya yang lain.

Menurut dia, pemberian hadiah setiap menggelar lapak baca kepada anak-anak adalah salah satu trik untuk menarik minat baca di kalangan anak-anak. Buka lapak buku di sekolah-sekolah dilakukan setelah mendapat izin dari pihak sekolah.

KOMPAS.com/Kiki Andi Pati Para siswa SMA tengah mencari dan membaca buku di Nusa Pustaka

SDN 006 Labuang sendiri bisa ditempuh dengan menggunakan transportasi laut selama setengah jam dari Nusa Pustaka, Desa Pambusuang, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulbar.

Jika melewati jalur darat bisa mencapai 20 menit. Perahu Pustaka berlabuh di Pantai Gonda, salah satu lokasi wisata bahari yang tidak jauh dari SDN 006 Labuang.

Cinta perahu dan buku

Kecintaan terhadap perahu dan buku  membuat Ridwan mencetuskan ide membuat Perahu Pustaka. Tujuannya untuk membawa buku-buku anak yang menyenangkan dan berwarna-warni ke desa nelayan terpencil dan pulau-pulau kecil.
 
Ide membuat perahu pustaka itu dimulai dari diskusi kecil di Twiter dengan Nirwan Ahmad Arsuka, seorang budayawan juga penulis, serta Aan Masnyur, penulis Film "Ada Apa Dengan Cinta", pada bulan Maret 2015 lalu.

Mereka kemudian sepakat memakai jenis perahu yang hampir punah di Sulawesi atau orang Mandar menyebut Baqgo. Alasannya, perahu jenis kargo itu mampu masuk ke perairan dangkal.

"Kami sepakat nama perahu Karaeng Pattinggalloang yang merupakan Perdana Menteri Kerajaan Gowa Tallo abad ke-17, kita beri nama itu karena beliau juga sangat mencintai ilmu pengetahuan dan menguasai 7 bahasa asing masa itu," tuturnya.

Ia kemudian ditunjuk untuk mengkoordinir Perahu Pustaka. Selain itu, dia sudah lama meneliti perahu dan ikut berlayar.

"Saya diminta urus itu dan saya ditunjuk untuk mengelola Perahu Pustaka 1. Saya gembira karena kan sering berlayar bersama nelayan, cuman tidak pernah bayangkan punya perahu kan harganya mahal sampai puluhan juta," terangnya.

Kemudian Perahu Pustaka 1 berlayar pertama kali ke Makassar saat menghadiri Makassar Internasional Writers Festival (MIWF). Sejak itu, Perahu Pustaka banyak dikenal publik dan banyak mendapatkan bantuan buku.

Awalnya, koleksi buku Perahu Pustaka adalah milik pribadi Ridwan. Tapi, buku-buku itu dewasa dan bacaan berat, sementara targetnya adalah anak-anak.

"Buku-bukunya saya simpan di rumah. Sampai ribuan buku, penuh di lantai atas rumah," tutur Ridwan.

Jika hanya mengandalkan perahu membawa buku, lanjut Ridwan, tentu tidak maksimal karena tidak bisa setiap hari berlayar karena biaya yang cukup tinggi. Kemudian, awal Desember 2015, Ridwan memamfaatkan kebun pisang milik mertuanya untuk membangun Nusa Pustaka sekaligus Museum Pustaka dan Museum Bahari yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

"Kumpul-kumpul uang dan Nusa Pustaka selesai Februari 2016, pas bulan Maret kita adakan perpustakaan rakyat sepekan dan Nusa Pustaka kita resmikan 13 Maret," imbuhnya.

Sejak itu, Nusa Pustaka mulai dikenal dan donasi juga banyak masuk. Selanjutnya, ia mengikuti Gramedia Reading Community Competiton (GRCC)  2016 dan meraih juara satu untuk Indonesia Timur dan hadiahnya Rp 10 juta dan dapat juga penggalangan dana dari Kompas.com sebesar Rp 10 juta.

"Jadi totalnya 20 juta, nah itu kita belikan ATV untuk membawa buku di wilayah pendalaman atau pengunungan di Sulbar," terangnya.

Tujuan dibangun Nusa Pustaka adalah agar buku-buku dapat dimanfaatkan secara maksimal, mudah diakses masyarakat yang ingin membaca dan meminjam buku setiap saat.

 

KOMPAS.com/Kiki Andi Pati ATV Pustaka mengelar lapak baca di Desa disambut anak-anak.

Sebelumnya, Armada Pustaka mengantar buku-buku ke daerah pengunungan dengan Motor Pustaka, namun sering rusak. Selain Perahu Pustaka, ungkap Ridwan, pihaknya juga memiliki Becak Pustaka, Bendi Pustaka dan Motor Pustaka.

"Setiap pakai ATV Pustaka saya dengan Urwa buat film pendeknya di Youtube dan posting di medsos, kang Maman Suherman dan temannya pengusaha bantu kami dana beli ATV lagi," tambahnya.

Setelah memiliki dua ATV, Armada Pustaka langsung meresmikan alat transportasi itu ke Palu, Sulawesi Tengah, untuk menghadiri peringatan Hari Aksara Internasional.

Sejak itu, Armada Pustaka juga banyak mendapat donasi dari Jakarta dan membuat Perahu Pustaka 2 untuk rute jarak dekat. Jika musim barat, maka perahu pustaka tidak berlayar mengantar buku ke wilayah pesisir.

"Kan ini daerah wisata, rencananya itu Ashari selaku nakhoda kapal jika ada wisatawan bisa pakai perahu. Jadi keuntungannya dibagi dua, untuk yang urus perahu dan operasionalnya," tambahnya.

Perahu Pustaka 1 telah mengarungi tiga provinsi, mulai dari Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan paling jauh Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Sagori, Kabaena, Kabupaten Bombana.

"Tantangannya itu kalau berlayar jauh tentunya operasional, saya bawa tiga pelaut dan gaji harian kita bayar Rp 100.000 per orang selama satu minggu. Belum lagi biaya BBM dan logistik," ujarnya.       
   
Rencananya, Perahu Pustaka Pattingaloang akan berlayar ke Kepulauan Bala-Balakang, perbatasan Provinsi Sulawesi Barat dengan Provinsi Kalimantan Timur, pasca bulan Ramadhan, untuk membuka lapak buku di pulau tersebut.

"Kita akan dibantu perusahaan operator pelabuhan di Jakarta, kita sudah dibantu 20 pelampung. Kita berlayar jauh saat musim timur, kalau musim barat tidak," jelas Ridwan.

Untuk Armada Pustaka bergerak itu diprioritaskan untuk aksara dasar, sedangkan Nusa Pustaka sudah tahap membaca, konsultasi dan mencari referensi.

"Banyak yang datang di Nusa Pustaka itu konsultasi skripsi, advokasi lingkungan. Kalau pustaka bergerak itu sederhana saja kegiatannya, tidak berat, kayak rekreasi," tukasnya.

"Kita harus perhatikan anak-anak pulau. Kayak di pulau Sagori itu anak-anak Bajo yang tidak pernah lihat buku-buku berwarna," tambahnya.

Namun demikian, Ridwan yakin, dari puluhan anak-anak pasti ada satu atau orang terekam di memorinya dan mulai rajin membaca.

"Kalau targetnya datang bawa buku dan anak-anak jadi juara kelas tidak mungkin," tegas pria yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini.

 

KOMPAS.com/Kiki Andi Pati Seorang anak sangat serius membaca buku di Nusa Pustaka.

Saat ini, pihaknya tengah membuat Perahu Pustaka 3 dengan kapasitas lebih besar. Pengerjaannya masih lama karena sambil mengumpulkan dana.

"Pembuatannya bisa mencapai Rp 60 juta, pengerjaannya kita cicil. Kalau ada uang dikerjakan lagi sama pembuat perahunya," tambahnya.

Selama kegiatan, pihaknya tidak menemui hambatan atau kendala karena masyarakat menerima dengan baik.

"Untuk di pesisir kita diterima baik, kan sebelumnya saya sudah sering berlayar juga. Ada pengalaman Perahu Pustaka 1 terbalik di laut pada 13 Maret 2016, tepat pada hari peresmian Nusa Pustaka karena muatanya banyak dan saat itu Bang Maman Suherman ada dalam perahu," kenang mantan wartawan Radar Sulbar ini.

Hampir semua warga di pantai berkerumun berupaya menyelamatkan mereka dan ratusan buku basah.

Tiga relawan penggerak

Menurut Ridwan, ada delapan relawan yang menggerakkan Armada Pustaka. Namun, hanya tiga yang aktif karena selebihnya mereka telah memiliki pekerjaan tetap sehingga baru bisa membantu kegiatan Armada Pustaka bila ada waktu.

Para relawan ini diberikan kesempatan untuk mengikuti beberapa kegiatan untuk menambah wawasan dan pengetahuan di luar Sulbar.

"Belum lama ini Urwa dan Ashari kita kirim untuk pelatihan di Maros dan akamodasinya Armada Pustaka yang tanggung. Bulan Juni nanti di Bali, Urwa dan Ashari kita kirim lagi, lalu mereka akan share ke teman-teman yang lain," tambahnya.

Urwa (26), pria lulusan Fisip ini bergabung di Armada Pustaka sejak tahun 2015. Tetapi, ia sudah mengenal Ridwan sejak masih di bangku kuliah dan sering diskusi.

Meski tidak digaji, ia bekerja untuk mengabdi kepada masyarakat. Begitu juga orangtuanya tidak komplen dan menyetujui anaknya menjadi relawan di Armada Pustaka.

"Biasanya orang sudah sarjana, pingin jadi PNS dan cari proyek. Itu kan percuma kuliah tinggi dan urus kampung orang lain tanpa urus kampung sendiri jadi hampa ilmunya," ungkap Urwa di Nusa Pustaka.

Pria yang juga kerabat dekat almarhum Baharuddin Lopa, mantan Jaksa Agung RI ini bercerita bahwa pengalaman yang berharga selama menjadi relawan, ia bisa mengetahui psikologi anak-anak dan mengenal banyak karakter orang yang dijumpainya.

"Saya kan khusus bawa ATV keliling wilayah pedesaan dan kampung-kampung di atas bukit, jadi saya belajar otodidak mendekati anak-anak dan tau apa buku kesukaanya," terangnya.

Menurutnya, jika membawa buku ke daerah pegunungan tentunya harus mengetahui medan yang akan dilalui. Misalnya peralatan harus dipastikan sudah beres dan bukunya tidak perlu banyak akibat akses jalan rusak.

"Motivasi saya gabung adalah panggilan hati nurani. Saya hanya bermodalkan kesabaran dan keikhlasan menjadi relawan di sini," tutur relawan yang biasa mengendarai ATV Pustaka.

Hal yang sama juga dikatakan Anis. Pria lulusan Universitas Tomakaka (Unika) di Majene, Sulbar.

Ia mengaku, sangat senang membantu di Nusa Pustaka. Sehari-harinya, ia bertugas di Nusa Pustaka dan melayani para pengunjuk perpustakaan itu.

"Orangtua mendukung kegiatan saya, jadi tidak ada masalah selama kegiatanya positif," katanya singkat.

Farhana (14), salah seorang santri Pondok Pesantren Nuhiyah Pambusuang, menuturkan bahwa sejak adanya perpustakaan ini ia sering berkunjung dan membaca.
Dia mengenal Nusa Pustaka dari para relawan dan teman-temannya yang sudah pernah berkunjung.

"Buku yang sering saya baca tentang perjuangan perempuan dan sejarah islam," ujarnya.     

Saat ini, Armada Pustaka memiliki koleksi buku hampir 100.000 buku.
Perpustakaannya itu seluruhnya dari dukungan sumbangan-sumbangan, sebagian dari rekan-rekannya, dan  orang-orang yang melihat kegiatannya di media sosial.

Pada Hari Buku sedunia, tepatnya pada 23 April 2017, Armada Pustaka meluncurkan TV komunitas yang diberi nama TV Kabar Pambusuang. Tujuannya untuk memberi pilihan tontonan kepada masyarakat dari acara televisi swasta yang dinilai tidak berkualitas.

Selain itu, ada juga website yang juga diberi nama Kabarpambusuang.com.
Di tahun ketiga ini, Ridwan berharap komunitasnya bisa lebih berkembang dan memiliki sumber pendapatan tetap.

Desa Pambusuang sendiri adalah desa kaya akan kebudayaan maritim, di antaranya ada perahu Sandeq dan Tenun Sutra Mandar.  Di Desa Pambusuang juga lahir tokoh nasional, almarhum Baharuddin Lopa yang dikenal sangat jujur dan berani. Maka tak salah jika foto mantan Jaksa Agung di era pemerintahan Gus Dur itu terpampang rapi di ruangan Nusa Pustaka.

Menurut UNESCO, Indonesia telah membuat langkah besar untuk mengurangi buta huruf dalam beberapa tahun terakhir. Angka buta huruf turun dari 15,4 juta pada 2004 menjadi 6,7 juta pada 2011.

 

 

Kompas TV Perahu Disulap Jadi Taman Baca
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com