Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perahu Pustaka Jelajahi Pesisir Sulawesi agar Anak-anak Bisa Membaca

Kompas.com - 02/05/2017, 21:20 WIB
Kiki Andi Pati

Penulis

SDN 006 Labuang sendiri bisa ditempuh dengan menggunakan transportasi laut selama setengah jam dari Nusa Pustaka, Desa Pambusuang, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulbar.

Jika melewati jalur darat bisa mencapai 20 menit. Perahu Pustaka berlabuh di Pantai Gonda, salah satu lokasi wisata bahari yang tidak jauh dari SDN 006 Labuang.

Cinta perahu dan buku

Kecintaan terhadap perahu dan buku  membuat Ridwan mencetuskan ide membuat Perahu Pustaka. Tujuannya untuk membawa buku-buku anak yang menyenangkan dan berwarna-warni ke desa nelayan terpencil dan pulau-pulau kecil.
 
Ide membuat perahu pustaka itu dimulai dari diskusi kecil di Twiter dengan Nirwan Ahmad Arsuka, seorang budayawan juga penulis, serta Aan Masnyur, penulis Film "Ada Apa Dengan Cinta", pada bulan Maret 2015 lalu.

Mereka kemudian sepakat memakai jenis perahu yang hampir punah di Sulawesi atau orang Mandar menyebut Baqgo. Alasannya, perahu jenis kargo itu mampu masuk ke perairan dangkal.

"Kami sepakat nama perahu Karaeng Pattinggalloang yang merupakan Perdana Menteri Kerajaan Gowa Tallo abad ke-17, kita beri nama itu karena beliau juga sangat mencintai ilmu pengetahuan dan menguasai 7 bahasa asing masa itu," tuturnya.

Ia kemudian ditunjuk untuk mengkoordinir Perahu Pustaka. Selain itu, dia sudah lama meneliti perahu dan ikut berlayar.

"Saya diminta urus itu dan saya ditunjuk untuk mengelola Perahu Pustaka 1. Saya gembira karena kan sering berlayar bersama nelayan, cuman tidak pernah bayangkan punya perahu kan harganya mahal sampai puluhan juta," terangnya.

Kemudian Perahu Pustaka 1 berlayar pertama kali ke Makassar saat menghadiri Makassar Internasional Writers Festival (MIWF). Sejak itu, Perahu Pustaka banyak dikenal publik dan banyak mendapatkan bantuan buku.

Awalnya, koleksi buku Perahu Pustaka adalah milik pribadi Ridwan. Tapi, buku-buku itu dewasa dan bacaan berat, sementara targetnya adalah anak-anak.

"Buku-bukunya saya simpan di rumah. Sampai ribuan buku, penuh di lantai atas rumah," tutur Ridwan.

Jika hanya mengandalkan perahu membawa buku, lanjut Ridwan, tentu tidak maksimal karena tidak bisa setiap hari berlayar karena biaya yang cukup tinggi. Kemudian, awal Desember 2015, Ridwan memamfaatkan kebun pisang milik mertuanya untuk membangun Nusa Pustaka sekaligus Museum Pustaka dan Museum Bahari yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

"Kumpul-kumpul uang dan Nusa Pustaka selesai Februari 2016, pas bulan Maret kita adakan perpustakaan rakyat sepekan dan Nusa Pustaka kita resmikan 13 Maret," imbuhnya.

Sejak itu, Nusa Pustaka mulai dikenal dan donasi juga banyak masuk. Selanjutnya, ia mengikuti Gramedia Reading Community Competiton (GRCC)  2016 dan meraih juara satu untuk Indonesia Timur dan hadiahnya Rp 10 juta dan dapat juga penggalangan dana dari Kompas.com sebesar Rp 10 juta.

"Jadi totalnya 20 juta, nah itu kita belikan ATV untuk membawa buku di wilayah pendalaman atau pengunungan di Sulbar," terangnya.

Tujuan dibangun Nusa Pustaka adalah agar buku-buku dapat dimanfaatkan secara maksimal, mudah diakses masyarakat yang ingin membaca dan meminjam buku setiap saat.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com