Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Magelang, Dalam Tiga Detik Aryati Kehilangan Anak dan Suaminya

Kompas.com - 02/05/2017, 07:01 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Tegar. Satu kata untuk menggambarkan sosok Aryati Rahayu (29), salah satu korban luka bencana banjir bandang di Desa Sambungrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Tubuhnya masih berbaring di tempat tidur. Selang infus masih terpasang di tangan kanannya. Namun senyumnya selalu mengembang menyambut tamu yang datang silih berganti menjenguknya di RSU Tidar Kota Magelang, Senin (1/5/2017).

"Saya baik-baik saja, sudah baikan, tidak ada patah tulang seperti yang diberitakan. Cuma luka lebam saja kok. Alhamdulillah," ucap Aryati, mengawali cerita dengan Kompas.com saat menemuinya di bangsal Anyelir, RSU Tidar Kota Magelang.

Bidan desa itu memang lolos dari maut saat banjir bandang menerjang, tapi ia kehilangan seluruh keluarga terdiri dari dua anak, Izma Salfina (16 bulan) dan Fazad Zaidan Al Afkari (4), suami Catur Edi Firmanto (35) dan seorang asisten rumah tangga, Pariyah (40).

Rumah sekaligus Poliklinik Desa yang baru ditinggalinya belum lama ini nyaris tak berwujud, rata dengan tanah, seluruh harta bendanya hancur tak tersisa.

Sore itu, sedianya keluarga Aryanti hendak pergi menghadiri pesta pernikahan kerabatnya. Mereka sedang bersiap-siap. Suaminya sedang berada di dalam ruangan bersama anak sulungnya. Sementara anaknya yang masih berusia 16 bulan itu sedang tidur di dalam kamar.

"Wong suami saya itu mau nge-MC di nikahan adik saya kok," tuturnya tersenyum sembari menatap sang adik di sampingnya yang tampak sudah menangis.

Namun tiba-tiba suara gemuruh terdengar sangat keras dari arah belakang rumah.

Baca juga: Sebulan Kami Hidup di Tengah Banjir, Tak Bisa Shalat di Rumah...

Aryati sempat melihat air bah itu datang mendekat. Aryati tak mampu berbuat banyak hingga akhirnya banjir yang membawa ribuan kubik air bercampur batu, lumpur, batang pohoh, menghantam rumahnya.

"Saya lihat banjir itu, sekitar tiga detik, lumpur dan air menerjang kami, kami terpisah terseret arus," kata dengan suara bergetar.

Tubuhnya tiba-tiba terjepit retuntuhan material. Meski sadar, namun Aryati tak mampu bergerak. Berselang 15 menit, ia mulai mendengar suara kentongan dari warga, sebagai tanda telah terjadi bencana.

"Saya sadar kok, tubuh saya terjepit kanan dan kiri. Saya sempat merasa ajal saya sudah tiba," ungkapnya.

Aryati juga melihat banyak warga yang datang mendekat ke arahnya. Mereka mencoba berusaha menyingkirkan batu-batu di sekitar rumahnya. Tapi, mereka kembali berlarian menjauh. Ternyata banjir itu datang lagi. Ia pun merasakan ada air di kakinya terus naik perlahan ke atas tubuhnya. Beruntung air itu hanya sampai ke bahunya sehingga ia masih bisa bernafas dan melafalkan doa-doa.

"Saya terus berdoa, ya Allah kalau ini mati saya mudahkanlah, kalau masih diberi selamat, mudahkan pertolongan saya," kisahnya.

Tidak beselang lama, banjir susulan itu surut. Warga kembali mendekat lalu memberi pertolongan. Aryati dievakuasi dan dibawa ke rumah sakit. Akan tetapi orang-orang tercintanya belum juga ditemukan ketika itu.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com