Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip "Pabrik" Cokelat Milik Warga Desa di Gunungkidul Yogyakarta

Kompas.com - 28/04/2017, 12:48 WIB
Markus Yuwono

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Wilayah Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, sejak beberapa tahun terakhir menjadi salah satu wilayah penghasil biji kakao sebagai bahan utama pembuatan cokelat.

Salah satunya di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, sejak setahun terakhir mengembangkan produksi cokelat.

Salah satu pengurus Pengolahan Kakao Nglanggeran, Sudiyono, menyampaikan, sejak belasan tahun lalu, warga Desa Nglanggeran, Patuk, sudah menanam kakao, namun sebatas dijual mentah atau kakao kering ke pengepul.

Pada tahun 2015, dari hasil bantuan pengolahan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), lipi, dan Pemkab Gunungkidul, Taman Teknologi Pertanian (TTP) dibangun di dalamnya terdapat pengolahan cokelat.

"Di Desa Nglanggeran terdapat 65 hektar tanaman kakao," kata Sudiyono, Kamis (27/4/2017).

Luasan tanaman kakao masyarakat setiap bulannya mencapai 3-5 ton dan diolah di TTP Nglanggeran sebanyak 30 persen dari produksi kakao.

Masih minimnya produksi selain karena mesin yang terbatas, juga pemilihan biji kakao kualitas A yang hanya digunakan untuk memproduksi berbagai olahan cokelat seperti permen, hingga bubuk cokelat. Yang dijual bervariasi antara Rp 13.000 hingga Rp 20.000-an.

"Produksi kami baru sekitar 20 kg per minggu," katanya.

Selain memproduksi cokelat yang bernilai ekonomis yang tinggi, TTP Nglanggeran mengembangkan bidang peternakan, dari kambing etawa menjadi kambing unggulan dari Nglanggeran dalam integrasi kawasan wisata.

TTP ini dibangun pada tahun 2015 lalu, dan menjadi salah satu program strategis unggulan Balitbangtan Kementerian Pertanian dan merupakan salah satu dari 24 TTP yang dibangun di Indonesia dan menjadi model percontohan kawasan pertanian terpadu di Indonesia.

Selain di TTP Nglanggeran, masyarakat sekitar juga di Desa Nglanggeran juga memproduksi coklat yang dikelola masyarakat di Griya Cokelat.

Anggota Pokdarwis Desa Wisata Nglanggeran Sugeng Handoko menyampaikan ada sinergitas antara TTP dan Griya Cokelat.

"Kami saling melengkapi, untuk Griya Cokelat merupakan home industry dengan alat sederhana kami memproduksi cokelat, sementara untuk TTP merupakan industri dengan skala besarnya," katanya.

Setiap bulan, di Griya Cokelat mampu memproduksi sekitar 6.000 bungkus minuman bubuk cokelat yang dikemas dalam kemasan kecil.

Untuk penjualan, pihaknya memanfaatkan media sosial dan toko besar di sekitar Kecamatan Patuk.

"Dengan adanya pengolahan cokelat mampu menjadi daya tarik wisata baru di desa kami," ucapnya.

Dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung dan membeli cokelat, perekonomian warga pun meningkat. Sebab, biji kakao kering yang awalnya dijual Rp 20.000 per kilonya, sekarang bisa dijual dengan harga Rp 250.000 per kilo.

"Selain wisatawan, Desa Nglanggeran banyak dijadikan studi banding dari daerah lain untuk pengolahan cokelat," ucapnya.

Desa Wisata Nglanggeran awalnya dikembangkan wisata Gunung Api Purba lalu dibangun embung Nglanggeran dan sekarang berkembang pengolahan cokelat. Seluruh bidang usaha langsung melibatkan masyarakat sekitar.

Desa wisata Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta, menjadi desa wisata terbaik di Indonesia dan akan menerima penghargaan di ASEAN CBT (community based tourism) Award. Tahun 2017 merupakan 1st ASEAN CBT Award yang dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan Tourism Forum 2017.

(Baca juga: Bakal Unik, Banyuwangi Segera Buka Kampung Cokelat)

 

Kompas TV Salah satu gerai penjualan cokelat di Surabaya tepatnya di jalan Biliton ini sebuah toko cokelat menawarkan berbagai bentuk cokelat yang unik dan istimewa sebagai hadiah kasih sayang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com