Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Mengajar, Tiap Hari 6 Guru Lewati Bukit, Sawah, Kebun dan 3 Kali Seberangi Sungai

Kompas.com - 28/04/2017, 07:00 WIB

Bahagia

Laila lantas mengeluarkan tongkat narsis dan mengajak berswafoto.

"Perjalanan memang susah, tapi jangan lupa bahagia," ujarnya.

Menurut Laila, foto akan dibagikan di grup Whatsapp guru. Bukan untuk memperlihatkan kesusahan, melainkan kegembiraan mengajar.

"Senyum ya, satu, dua, tiga," ujar Sucipto yang didaulat mengoperasikan telepon seluler. "Wah gelap. Ayo ulang! Ulang!" kata Sucipto. Mereka pun ambil posisi berswafoto dengan kaki terendam air sungai.

Perjalanan menuju sekolah dilanjutkan melewati pematang sawah. Beberapa saat kemudian bertemu dengan sungai kedua.

Tidak seperti sungai pertama yang didominasi bebatuan, sungai kedua berisi bebatuan dan pasir. Selain menjaga agar tidak terpeleset, langkah kaki menjadi berat oleh arus air dan pasir.

Saat mereka berlima akan turun ke air, dari kejauhan tampak seorang remaja menyeberang sungai menghampiri mereka dan mencium tangan. "Tadi itu Roihan, mantan murid. Saat berangkat mengajar tidak jarang kita bertemu dengan mantan murid," kata Sucipto.

Kali ini mereka menyeberang menyerong, mengikuti bagian sungai yang lebih dangkal. Kemudian naik ke bukit penuh bebatuan berlumut dan licin.

Setelah melewati hutan jati yang lebat, mereka kembali menyeberang sungai lagi sebelum tiba di sekolah. Total perjalanan satu setengah jam berjalan kaki.

Waktu menunjukkan pukul 08.00. Para siswa telah menunggu guru mereka di ujung jalan dusun.

"Gurunya datang, gurunya datang!" siswa berteriak kegirangan.

Mereka pun berhamburan menyambut kedatangan guru yang masih basah akibat perjalanan panjang dan bolak balik menyeberang sungai. Mereka menyapa dengan tos dan cium tangan.

"Ini yang membuat semua rasa lelah hilang, disambut oleh para siswa di ujung jalan. Kedatangan kami benar-benar diharapkan oleh mereka," kata Sucipto setiba di sekolah.

Sucipto berstatus guru honorer sejak 2004. Ia menyatakan, tantangan dalam perjalanan mengajar bukan hal yang berat.

"Kondisi saya sudah berat sejak kecil. Saya bekerja untuk membantu ekonomi keluarga sehingga terbiasa saat harus mengajar dengan medan yang berat," kata Sucipto.

Sementara itu, Agus Subekti yang baru pindah mengajar sejak 2012 di sekolah itu menuturkan, perjuangan menuju sekolah adalah salah satu bentuk pengabdiannya.

Letak rumah Agus paling jauh, yakni di Mojowarno, Jombang. Ia harus berangkat pukul 05.00 setiap hari. Guru yang menerima surat keputusan pengangkatan pada 1 Januari 1982 itu ingat betul klausul surat pengangkatan, yakni siap ditempatkan di seluruh Indonesia.

"Saya jalankan dengan ikhlas di mana pun saya mengajar," ujarnya.

Jumlah 17 siswa mungkin dianggap sedikit bagi satu sekolah. Namun, mereka adalah bagian dari jutaan anak yang perlu diperjuangkan pendidikannya. Kedatangan guru menandai hari bagi mereka mendapat ilmu. (Bahana Patria Gupta)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 April 2017, di halaman 23 dengan judul "Jalan Terjal Pahlawan Tanpa Tanda Jasa".

 

 

Kompas TV Ketika Murid SD Meminta Tas Kepada Presiden

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com