Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Panut Mulyono, dari Hidup Susah Hingga Jadi Rektor UGM

Kompas.com - 18/04/2017, 06:53 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Dekan Fakultas Teknik, Panut Mulyono unggul dalam voting di Majelis Wali Amanat (MWA) dan menjadi rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) periode 2017-2022.

Pria yang terkenal murah senyum dan ramah ini lahir dan besar di Desa Sinungrejo, Ambal, Kebumen, Jawa Tengah, 1 Juni 1960 silam. Panut merupakan anak pertama dari 7 bersaudara.

(Baca juga: Panut Mulyono Terpilih sebagai Rektor UGM)

Lahir di keluarga sederhana, sejak kecil, Panut terbiasa hidup prihatin. Sang ayah, yang berprofesi sebagai guru SD, berpenghasilan tak seberapa. Karenanya, ia harus bersusah payah menghidupi keluarga sekaligus menyekolahkan Panut dan adik-adiknya. 

"Saat SD saya bersama adik-adik belajar diterangi lampu teplok. Saat itu di desa belum ada listrik," ujar Panut Mulyono dalam rilisnya, Senin (17/04/2017).

Selain belum ada listrik, Panut dan adik-adiknya berangkat sekolah dengan telanjang kaki tanpa sepatu. Namun, keterbatasan tidak membuatnya patah arang dalam meraih pendidikan. "Kami biasa dibelikan sepatu itu saat lebaran," ucapnya.

Penghasilan ayahnya sebagai guru tidaklah seberapa. Sedangkan anak yang dinafkahi cukup banyak. Beruntung sang ayah memiliki sawah garapan, sehingga setiap panen, padinya  disimpan untuk mencukupi kebutuhan nasi sehari-hari.

Namun tak jarang Panut makan nasi tanpa lauk pauk. Bahkan karena keterbatasan ekonomi ayahnya harus berhutang kemana-mana demi memenuhi kebutuhan hidup.

"Saya ingat pernah gagal panen karena kemarau panjang. Jatah beras sudah habis dan waktu itu bapak hutang kemana-mana," tandasnya.

Meski hidup dalam keterbatasan ekonomi, sang ayah tetap memperjuangkan agar anak-anaknya tetap mengenyam pendidikan. Bahkan ayahnya berjuang hingga anaknya lulus perguruan tinggi.

Panut masih mengingat, suatu hari, kedua adiknya bersamaan kuliah di UNY dan Kedokteran UNDIP. Saat itu, sang ayah berusaha keras agar keduanya bisa menyelesaikan kuliah hingga selesai.

Di saat bersamaan Panut lulus dan mendapat tawaran jadi dosen atau pegawai. Kebimbangan pun menyergap dirinya. Ia ingin pekerjaan yang dipilihnya bisa mengurangi beban orangtua dan membantu sekolah adik-adiknya.

Karena tak mampu memutuskan, ia meminta pertimbangan sang ayah. Mendengar pertanyaan Panut, ayahnya menyampaikan agar Panut menjadi dosen.

"Diterima saja (dosen). Nanti adik-adik gimana kuliahnya? Bapak masih bisa cari uang. Akhirnya adik-adik semua bisa selesai," tuturnya mengulang pembicaraan dengan ayahnya kala itu.

 

Mudah Ditemui

Sejak menjadi dekan, Panut dikenal sebagai pemimpin yang sangat mudah ditemui dan diajak berdiskusi oleh mahasiswa.Komitmennya terlihat ketika ia menyampaikan kesiapannya menjadi pelayan bagi mahasiswa, dosen, dan karyawan, dan siap ditemui kapanpun.

Selain itu, Panut memilih untuk tidak banyak bertugas di luar kantornya, bahkan membatasi diri pergi tugas ke luar negeri sekalipun. Ia tidak segan untuk diajak bertemu dan ngobrol dimana pun. Ia berusaha membalas segera setiap pesan yang masuk ke ponsel pintarnya.

"Saya berusaha untuk tetap egaliter, dengan siapa saja saya usahakan supaya mudah ditemui. Di jalan pun biasa berjumpa, ngobrol sangat biasa bagi saya agar tidak ada sumbatan komunikasi," tegasnya.

Sikap yang diambilnya itu, karena ia harus memimpin dan melayani 365 dosen, 400an karyawan, dan ribuan mahasiswa. Komunikasi, baik dengan dosen, karyawan, dan mahasiswa, menurut Panut bisa membawa suasana guyub rukun di keluarga besar Fakultas Teknik yang dimpimpinnya.

(Baca juga: Rektor UGM Pimpin Tim Mitigasi ke Lokasi Longsor di Ponorogo)

 

Selama empat tahun menjadi dekan, Panut berhasil membawa 12 prodi S1 di Fakultas Teknik terkareditasi A. Sebagian prodi S2 dan S3 pun terakreditasi A. "Sekarang ada empat prodi tengah dalam tahapan pengajuan akreditasi internasional," katanya.

Panut juga menginisiasi setiap prodi dan departemen mendirikan semacam dewan penasihat atau advisory board. Dewan tersebut berisi alumni yang bisa memberikan masukkan bagi pengembangan pendidikan dan pengajaran.

Ia menilai, merangkul alumni dengan mengaktifkan pengurus Kagama cukup efektif dalam memberi masukan pada bidang pengajaran dan meningkatkan standar kelulusan. Bagi panut, Fakultas untuk bisa bertahan harus punya hubungan baik dengan alumninya.

Guna menjaga komunikasi dengan mahasiswa, ia menggelar pertemuan dua kali setiap satu semester.  Pertemuan digunakan untuk berdialog dengan Pengurus BEM dan keluarga mahasiwsa tingkat jurusan dan departemen.

Dalam pertemuan itu panut terbiasa menerima kritik dari mahasiswa bahkan tidak jarang ada mahasiswa yang memberikan masukan padanya. Sebaliknya, Panut mememotivasi mahasiswa untuk selalu berpikir kritis terutama dalam menyampaikan aspirasinya yang betul-betul mencerminkan mereka sebagai intelektual muda.

"Saya tantang mereka untuk mencoba mengkritisi Undang-undang Migas yang tidak pro rakyat atau soal kesejahteraan rakyat," tuturnya.

Keberhasilan Panut selama menjadi dekan adalah peningkatan kegiatan tridarma perguruan tinggi, terutama di bidang riset. Jumlah penelitian naik 60 persen.

"Saya punya impian, peningkatan alat laboratorium jadi canggih, membawa laboratorium di fakultas ini dimanfaatkan dan menjadi rujukan bagi industri," pungkasnya . 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com