"Jahenya itu belum waktunya dipanen. (Katanya) daripada terkena longsor, mending dipanen saja," tutur Sumanto menirukan ucapakan kakaknya.
Sumanto mengatakan, sebenarnya oleh petugas BPBD Ponorogo, warga diimbau agar tidak beraktivitas di sekitar tebing karena masuk dalam zona bernahaya. Namun, imbauan dari BPBD Ponorogo tidak diikuti warga.
(Baca juga: Malam Sebelum Longsor Ponorogo, Warga Sudah Sempat Mengungsi)
Kesedihan juga menyelimuti, Wiyoto (35). Petani yang tinggal di Dukuh Krajan ini, kehilangan istrinya Pita (30) dan anaknya Alda (6).
Ditemui di rumah kepala Desa Banaran, yang posko pengungsian, Wiyoto tampak sangat terpukul. Ia hanya tiduran di lantai sambil menutupi matanya menggunakan tangan kanannya.
"Anak dan istrinya hilang, tertimbun longsoran," kata Patmi (56), ibu kandung Wiyoto.
Patmi mengatakan, menurut penuruturan tetangganya, saat kejadian, cucunya Alda (6) sedang bermain di rumah, sedangkan menantunya, Pita (30), sedang mencuci baju. Sementara itu, Wiyoto sedang berada di hutan mencari rumput.
(Baca juga: Longsor di Ponorogo, 27 Orang Belum Ditemukan, 21 Rumah Tertimbun)
Berita ini telah tayang di Surya, Sabtu (1/4/2017), dengan judul: Ada Suara Gemuruh seperti Mesin Pesawat saat Terjadi Longsor di Ponorogo
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.