Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nugroho Imam Setiawan Bawa Contoh Batuan Metamorf Antartika ke Indonesia

Kompas.com - 29/03/2017, 18:45 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

SLEMAN,KOMPAS.com - Nugroho Imam Setiawan menjadi peneliti pertama dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menginjakkan kaki di Antartika untuk melakukan survei Geologi. Dari Antartika, Dosen Geologi UGM ini mengirimkan 141 buah sample batuan Metamorf ke Indonesia untuk diteliti.

Nugroho Imam Setiawan mengatakan, program penelitian di Antartika ini dilaksanakan oleh Japan Antarctic Research Expedition (JARE), di bawah bendera organisasi Asian Forum for Polar Seciences (AFoPS).

"Secara rutin JARE melakukan ekspedisi ke Antartika sekali dalam setahun selama 60 Tahun berturut-turut," ucap Nugroho Imam Setiawan, dalam jumpa pers resume kegiatan Ekspedisi Geologi Antartika bersama JARE, di UGM Rabu (29/03/2017).

(Baca juga: Nugroho Imam Setiawan akan Jadi Geolog Indonesia Pertama yang Menginjak Antartika)

Ia menjelaskan, kegiatan JARE pertama kali dilakukan pada 1957 dengan mendirikan stasiun penelitian Syowa di pulau Ongul, Antartika bagian Timur. Tahun ini, ekspedisi JARE menginjak ke 58 yang dilaksanakan pada 27 November 2016 sampai 22 Maret 2017.

Misi JARE ke 58, sambung Nugroho, untuk mengenalkan kepada negara-negara di Asia yang belum memiliki stasiun penelitian, dan belum aktif dalam penelitian di Antartika.

"Ada Tiga kandidat peneliti geologi internasional yang menjadi anggota tim ekspedisi JARE 58, dari Indonesia saya, dari Thailand Prayath Natusin, dan dari Mongolia, Davaa Ochir Dashbaatar. Tiga peneliti ini bergabung dengan 5 orang tim geologi Jepang," tegasnya.

Tim ekspedisi, lanjut dia, berangkat ke Antartika pada 27 November 2016 dari Australia. Tim berangkat menggunakan kapal ekspedisi "Shirase" yang memiliki kemampuan untuk memecah es dengan ketebalan 1,5 meter.

"Tim Geologi Jepang ada 22 lokasi survei Geologi. Tim International termasuk saya ada delapan lokasi surve geologi," tandasnya.

Menurutnya, selama di Antartika penelitian yang efektif hanya berjalan 30 hari. Sebab cuaca di lokasi penelitian sangat ekstrim dan sering terjadi badai angin. "Efektif melakukan penelitian geologi itu hanya 30 hari, sisanya hanya menunggu cuaca membaik," tandasnya.

(Baca juga: Dunia Sepakat Wujudkan Suaka Kelautan di Antartika)

Antartika, lanjutnya, menarik untuk diteliti karena benua ini posisinya di kutub Selatan. Sejak 500 juta tahun lalu, kutub ini tidak mengalami perubahan yang signifikan secara geografis dan tektonik.

Singkatan batuanta terawetkan dengan baik melalui suhu yang dingin dan kering secara alami. "Peneliti bumi menyebut sebagai "terra incognita", benua paling minim diketahui dan dijamah manusia," bebernya.

Antartika, seolah menjadi kapsul waktu bagi evolusi bumi dan bagi perkembangan bumi. Hal tersebut menyebabkan tempat ini menjadi magnet bagi para ilmuan seluruh dunia untuk meneliti dan mempelajari lingkungan Antartika dari berbagai disiplin ilmu.

"Bagi saya yang menarik di Antartika ada batuan tertua di bumi, (berumur) 3,8 miliar. Ini menarik karena sangat langka," urainya.

Nugroho mengungkapkan, dirinya mengambil beberapa contoh batuan dari Antartika untuk diteliti. Total ada 141 buah contoh batuan Metamorf yang dibawa ke Indonesia untuk dilakukan penelitian lebih mendalam.

Sebelum mengambil contoh batuan, peneliti harus memiliki izin berupa paspor khusus. "Total 3 ton sample, untuk saya 141 buah, total berat 200 kilogram akan dikirim ke Indonesia dan akan tiba bulan Mei 2017. Batuan itu nantinya akan saya teliti, kolaborasi dengan Jepang," urainya.

(Baca juga: Mengungkap Monster Laut Purba Terbesar di Antartika)

Sementara itu, Rektor UGM Dwikorita Karnawati mengucapkan selamat kepada Nugroho Imam Setiawan karena menjadi peneliti pertama UGM yang melakukan survei dan penelitian di Antartika.

"Selamat karena orang UGM pertama yang menginjakkan kaki di Antartika. Saya sempat was-was, apalagi pas cerita ada badai, saya panik itu, dan hanya bisa berdoa," tuturnya.

Dwikorita mengungkapkan, riset di Antartika ini diharapkan bisa menguak sejarah bumi lewat batuan Metamorf batuan tertua di bumi. Dengan mempelajari batuan-batuan tua itu pula bisa dilihat sejarah pembentukan dan perkembangan bumi.

"Kalau bisa tahu sejarah, kita juga bisa memprediksi perkembangan bumi , planet kita ini seperti apa. Sehingga kita bisa melakukan upaya mitigasi dan pencegahan-pencegahan, inilah inti dari penelitian itu," pungkasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com