Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setangkai Melati, Menyelamatkan Ibu Hamil Risiko Tinggi

Kompas.com - 23/03/2017, 21:58 WIB

KOMPAS.com - Kasus kematian bayi dan ibu melahirkan terus menghantui kaum papa. Mereka tak berdaya mengakses pendampingan kesehatan yang memadai. Dengan Setangkai Melati, bidan desa di pelosok Jepara berikhtiar mencegahnya.

Sebanyak 25 ibu hamil berkumpul di rumah Supomo (74), warga Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Sabtu (18/3) pagi. Para istri buruh dan nelayan itu bersiap mengikuti senam hamil. Mereka adalah ibu hamil berisiko tinggi.

Dewi Pusporini, bidan desa, pada sesi senam bersama, bersuara lantang meminta ibu-ibu dengan usia kehamilan lebih dari lima bulan mempraktikkan senam hamil. Ibu-ibu itu diminta tidur telentang di lantai. Kaki kiri ditekuk naik, kaki kanan diluruskan, lalu perlahan kaki kiri direbahkan ke samping.

”Ayo, ibu-ibu, gantian kaki kanan yang direbahkan. Ini nanti harus sering dilakukan di rumah. Senam hamil bisa mengurangi ketegangan otot-otot sendi supaya nanti persalinan ibu-ibu mudah,” ujar Pusporini.

Senam itu merupakan bagian dari kelas ibu hamil (KIH). Program ini diinisiasi dokter dan bidan desa setempat untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Kecamatan Mlonggo merupakan daerah dengan rekam jejak kematian ibu dan bayi cukup tinggi.

Namun, karena akses transportasi tak mudah, banyak ibu hamil di kampung nelayan Karanggondang kesulitan datang mengikuti kelas senam. Akhirnya, mereka mesti dijemput dari rumah ke lokasi. Seperti yang dilakukan kader posyandu kesehatan desa, Nurhidayati, yang pagi itu menjemput Sumini (37), warga RT 008 Desa Karanggondang. ”Saya dijemput karena suami tidak ada di rumah,” ujar Sumini yang usia kehamilannya masuk bulan kedelapan.

Sumini menuturkan, ini kehamilan calon anak ketiga. Berasal dari keluarga miskin, ia memahami risiko melahirkan di usianya yang tak lagi muda. Dengan mengikuti KIH, ia mengaku bisa lebih tenang menghadapi persalinan yang tidak lama lagi.

Risiko tinggi

Kelas ibu hamil berlangsung sekitar enam jam. Selama proses pertemuan, hadir juga Sunami (34) dan Yuni (37), keduanya adalah ibu hamil peserta kelas tahun 2016 yang kini sudah melahirkan bayi yang sehat.

Padahal, kehamilan keduanya saat itu berisiko tinggi. Selain umur sudah mendekati 40 tahun, mereka juga menderita anemia, kadar hemoglobin dalam darahnya rendah. Salah satu penyebab adalah asupan gizi sehari-hari kurang memadai.

Yuni hadir bersama buah hatinya, Iksan Agus Setiawan (7 bulan). Sunami menggendong Moh Teguh Wiji Sampurna (7 bulan). Kehadiran ibu-ibu ini memberi semangat kepada peserta KIH. ”Saya senang bisa ikut kelas ibu hamil sehingga melahirkan dengan selamat. Sebelumnya, kami tidak tahu senam bisa membantu mengurangi risiko saat melahirkan,” kata Yuni, istri buruh bangunan. Selepas senam, ibu-ibu hamil duduk lesehan beralas tikar. Mereka berbagi informasi dan menyerap pengetahuan dari para bidan dan dokter.

Menurut Sunarti, koordinator bidan di Kecamatan Mlonggo, KIH mengajarkan pengetahuan seputar fakta dan mitos tentang ibu hamil hingga pasca-melahirkan. ”Pertemuan pertama membahas seputar kehamilan, mengurai mitos orang hamil, dan cara menyusui bayi. Untuk pertemuan kedua, ibu-ibu perlu mengenal infeksi menular seksual, perawatan kesehatan, senam hamil, dan sajian makanan sehat,” katanya.

Di Kecamatan Mlonggo terdapat sekitar 80.000 keluarga yang 55 persen di antaranya adalah keluarga menengah ke bawah. Mereka peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), semacam Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk keluarga miskin. Kebanyakan mereka adalah keluarga buruh perajin mebel dan nelayan.

Kepala Puskesmas Mlonggo Eko Cahyo Puspeno menuturkan, KIH merupakan inovasi yang dikembangkan sejak 2013 oleh dokter dan bidan desa. Mereka sepakat memberi nama gerakan itu Setangkai Melati, akronim dari Selamatkan dan Semangat Turunkan Angka Kematian Anak dan Ibu dengan Melayani Sepenuh Hati.

Terus menurun

Data di Dinas Kesehatan Jepara, angka kematian bayi mencapai 191 kasus pada 2013. Pada 2014, angkanya turun menjadi 147 kasus. Pada 2015, ada 134 kematian bayi atau 6,35 persen dari 21.116 kelahiran hidup. Adapun angka kematian ibu melahirkan pada 2013 sebanyak 26 kasus, pada 2014 menurun jadi 19 kasus. Pada 2015, kematian ibu turun menjadi 11 orang dari 21.116 kelahiran hidup.

Menurut Eko, tenaga medis rutin menggelar rapat penanganan ibu hamil. Setiap bidan desa melaporkan kondisi ibu hamil di wilayah kerjanya. Mereka memiliki data ibu hamil risiko tinggi. Penanganan intensif berkelanjutan dilakukan hingga pasca-melahirkan atau nifas. Tak ada pembatasan perawatan bagi ibu melahirkan. Angka kematian ibu pada masa nifas justru lebih tinggi. Pada 2015, misalnya, dari 15 kasus kematian ibu, 6 kasus terjadi pada masa nifas.

Ibu hamil juga didorong terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kartu BPJS penting karena jika ada ibu hamil terkena hepatitis B, akan butuh biaya besar. ”Biaya sekali injeksi immunoglobulin Rp 2 juta hingga Rp 3 juta. Kalau ditanggung sendiri, tentu berat,” kata Eko.

Untuk memudahkan koordinasi dan berbagi informasi, di tingkat kabupaten, seluruh dokter puskesmas, dokter rumah sakit, dokter spesialis kandungan, dokter spesialis anak, dan tenaga medis lain, bergabung membentuk grup Whatsapp (WA) guna tindak lanjut penanganan ibu hamil yang bersifat darurat. Pergerakan ibu hamil risiko tinggi dapat terpantau mulai dari awal hingga saat melahirkan di rumah sakit.

”Ini terkait dokter siapa yang menangani. Mengingat ibu hamil terbanyak dari keluarga miskin, ketersediaan kamar untuk pasien BPJS Kesehatan di ruang kelas III setiap rumah sakit pun bisa dikontrol,” ujar Eko.

Lewat KIH, para ibu hamil di Jepara bisa membedakan mitos dan fakta seputar kehamilan, di antaranya pantangan ibu hamil makan ikan laut karena dikhawatirkan bayinya lahir amis. Padahal, ikan justru menjadi sumber protein, vitamin, dan mineral yang penting.

”Ikut kelas ibu hamil membuat saya percaya diri menghadapi kelahiran anak saya keempat ini,” ujar Sumiharsih (38).

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Maret 2017, di halaman 1 dengan judul "Setangkai Melati, Menyelamatkan Ibu Hamil Risiko Tinggi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com