Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Panjang Menuju Kembalinya Hutan Kita...

Kompas.com - 23/03/2017, 17:45 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

Tajudin Hasibuan alias Sangkot, Ketua DPD KNTI Langkat mengatakan, hak mengelola hutan tersebut sangat penting bagi warga nelayan tradisional di Kecamatan Babalan, Berandan Barat, dan Sei Lepan.

Pasalnya, sekitar 4.500 orang setiap harinya menggunakan jalur ini untuk berbagai aktivitas, mulai dari melaut, transportasi, hingga kawasan mangrove yang menjadi lokasi nelayan menangkap ikan.

"Sekarang, tinggal kelompok masyarakat berinisiatif melakukan kerja pariwisata secara berkelanjutan," ujar Sangkot.

Dia menjelaskan, kawasan ini berada di register 8/l seluasnya 2.400 hektare dari total 35.000 hektar ekosistem mangrove di Langkat. Pada 1990-an, di sini dikembangkan budidaya udang dengan model pertambakan secara intensif.

Namun setelah mendapat keuntungan besar, pada 1995 sampai 1998 para pemilik tambak-tambak itu bangkrut akibat virus yang ditimbulkan zat kimia dari pakan. Pada 1999, muncul izin yang membabat hutan mangrove di Langkat.

Para pelaku mendapat izin 25.000 tapi beroperasi hampir di seluruh Kabupaten Langkat. Bahkan sampai membentuk tiga koperasi sebagai underbow untuk membabat hutan bakau. Akibatnya terjadi kerusakan massif secara ekologi dan ekonomi.

Masyarakat yang resah langsung melakukan perlawanan sampai berujung pada pencabutan hak pengelolaan hutan (HPH) pada tahun 2006.

Pasca-pencabutan izin ini malah terjadi perebutan lahan kosong dan meng konversinya menjadi kelapa sawit menggunakan alat berat yang dimotori salah satu koperasi yang didirikan perusahaan sebelumnya.

Tepat pada tahun 2010, ketika penyampaian aspirasi ke berbagai instansi di kabupaten dan provinsi tidak membuahkan hasil signifikan, akhirnya masyarakat pesisir, bersama KNTI, Kiara, Walhi Sumut, dan LBH Medan sepakat melakukan konfrontasi langsung.

"Kami melakukan rehabilitasi besar-besaran. Kelompok ibu-ibu memproduksi buah pedada dan kerupuk, inilah lokasi IUP HKM tersebut. Nantinya kami akan mendirikan ekowisata bahari yang melibatkan masyarakat," ujar Sangkot.

Bicara ekowisata, lanjut dia, maka harus melindungi alam, pesisir, mangrove, dan menjadikan masyarakat lebih sejahtera. Lalu dilakukanlah budidaya udang vaname dengan pengorekan secara tradisional yakni sedalam 80 cm dan pembenihan kepiting kelapa.

"Semoga bisa memenuhi kebutuhan benih di Langkat," pungkas dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com