Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerai Susuk, Cara Perceraian TKW Asal Banyuwangi

Kompas.com - 23/03/2017, 13:57 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Di Kabupaten Banyuwangi dikenal istilah cerai susuk, yaitu proses gugat cerai yang dilakukan oleh istri yang bekerja sebagai tenaga kerja wanita di luar negeri.

Hampir sebagian besar, saat terjadi proses cerai susuk, posisi istri sedang bekerja di luar negeri dan mereka membiayai sendiri proses perceraiannya.

Hal tersebut diceritakan Lilit Biati, dosen IAI Darussalam Blokagung Banyuwangi kepada Kompas.com, Kamis (23/3/2017).

Baca juga: Ponpes Queen Assalam, Rumah untuk Anak-anak TKI

Lilit dan kedua rekannya melakukan penelitian dengan judul "Cerai Susuk di Kabupaten Banyuwangi, Studi Kasus Dampak TKW Migran terhadap Keharmonisan Rumah Tangga".

"Proses cerai susuk ini sama dengan gugat cerai, yaitu istri yang mengajukan perceraian dan biaya ditanggung oleh pihak istri yang bekerja sebagai tenaga kerja wanita," jelas Lilit.

Kata Susuk diambil dari istilah jawa "nyusuk" atau mengembalikan.

"Kalau bahasanya orang-orang Banyuwangi, disusuki bojone atau dikembalikan pasangannya. Jadi ya dikenal dengan cerai susuk," jelasnya.

Menurut perempuan berusia 36 tahun ini, ia tertarik meneliti cerai susuk setelah bertemu dengan seorang teman yang becerita bahwa dia diceraikan oleh istrinya yang berada di luar negeri. Padahal dia selama ini mengasuh kedua anaknya sendirian selama istrinya bekerja di luar negeri.

Dari penelitian dengan sampel 20 pasangan yang istrinya bekerja sebagai TKW, beberapa kecamatan di Banyuwangi menyumbang angka perceraian banyak antara lain Banyuwangi Kota, Licin, Kalipuro, Rogojampi, Muncar, Glenmore, Kalibaru, Purwoharjo dan Bangorejo.

Lilit mengaku ada tujuh penyebab cerai susuk, salah satunya adalah faktor ekonomi yang diakibatkan keterbatasan suami dalam memberikan nafkah kepada istrinya.

Lalu faktor penyabab cerai susuk lainnya adalah penghasilan suami rendah. Suami tidak bekerja dengan alasan merawat anak sehingga menggantungkan hidup dari kiriman istri.

Faktor lain ialah perselingkuhan. Ada juga yang korban fitnah serta campur tangan dari orangtua dan keengganan istri pulang ke tanah air karena sudah nyaman bekerja di luar negeri.

"Faktor terakhirnya adalah putusnya komunikasi antara suami dan istri," jelas Lilit.

Cerai susuk biasanya terjadi ketika istri sudah bekerja minimal 3 tahun di luar negeri. Namun dari tujuh faktor penyebab cerai susuk, menurut Lilit, yang paling dominan adalah faktor suami dengan penghasilan rendah, sehingga ia dianggap tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga.

Menurut Lilit, TKW asal Banyuwangi banyak bekerja di Taiwan, Hongkong, Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam.

Hingga September 2016, ada 2.316 tenaga kerja Indonesia asal Banyuwangi, dan sebagian besar didominasi perempuan.

"Angka 2.316 itu yang tercatat, padahal jumlahnya yang tidak tercatat lebih banyak," katanya.

Jumlah cerai susuk

Sementara itu, Lilit juga menjelaskan, data dari Pengadilan Agama Banyuwangi menunjukkan, selama tahun 2016 per September, jumlah cerai talak hanya 740 kasus, sedangkan cerai gugat hampir dua kali lipat, yaitu 1.333 kasus dengan total 2.073 pengajuan.

"Jadi memang 64 persen adalah gugat cerai atau lebih dikenal dengan cerai susuk di Banyuwangi dan cerai talak hanya 26 persen. Bisa dilihat jumlah tenaga kerja Indonesia dan jumlah perceraian di jangka waktu yang sama, angkanya hampir sama. Dan, memang perceraian terbanyak dari tenaga kerja, dan kami simpulkan ekonomi adalah faktor utama TKW migran dan maraknya cerai susuk di Kabupaten Banyuwangi," jelasnya.

Baca juga: Mengunjungi Sekolah untuk Anak TKI Sawit di Sarawak, Malaysia

Ia mengatakan, semua proses cerai susuk biayanya ditanggung oleh pihak istri yang posisinya masih berada di luar negeri. Biasanya, mereka akan mencari pengacara untuk membantu proses perceraian.

"Jika lancar ya pihak suami tinggal tanda tangan. Tapi kadang juga ada yang nggak mau tanda tangan dan minta sejumlah uang. Angka yang diminta bisa 50 juta," jelasnya.

Lilit berharap, dengan penelitiannya tersebut, ada kebijakan-kebijakan yang bisa mengurangi angka perceraian, khususnya bagi TKW asal Banyuwangi.

"Harus ada kebijakan, apalagi saat ini Banyuwangi berada di posisi kedua di Jawa Timur untuk perceraian, dan terbanyak adalah dari tenaga kerja wanita. Termasuk solusi untuk menekan jumlah tenaga kerja asal Banyuwangi yang bekerja ke luar negeri," jelasnya.

Alasan cerai susuk

Umi Hanifah (39), warga Kecamatan Gambiran kepada Kompas.com menceritakan dia memutuskan untuk bercerai dengan suaminya, Anton Lasmono setelah mengetahui bahwa sang suami menjalin hubungan dengan perempuan lain.

Selain itu, uang kirimannya juga dihabiskan untuk bersenang-senang dan rumah yang rencananya diperbaiki dengan uang kirimannya terbengkalai.

"Saya dikasih tahu sama adek saya sendiri dan kirim foto mantan suami saya dengan perempuan lain. Sakit hati rasanya. Saya kerja jadi pembantu di Singapura selama 4 tahun rasanya sia-sia," kata perempuan yang baru pulang ke tanah air pada Januari 2017 lalu.

Ia kemudian meminta bantuan rekannya yang ada di Banyuwangi untuk mencari pengacara untuk membantu perceraiannya.

"Waktu itu suami saya minta uang 10 juta, ya sudah saya kasih, yang penting saya bisa pisah. Percuma juga dipertahankan. Anak-anak ikut saya sekarang dan itu alasan saya pulang," jelasnya.

Ia mengatakan, cerai susuk menurutnya adalah solusi terbaik daripada sakit hati karena merasa dikhianati.

Namun hal berbeda dialami dengan Hariri (37), warga Kecamatan Muncar. Kepada Kompas.com ia bercerita tiba-tiba saja diminta untuk tanda datangan surat cerai, padahal ia merasa hubungannya dengan sang istri yang bekerja di Taiwan baik-baik saja.

"Istri saya menganggap saya nggak bisa memenuhi kebutuhan dia, padahal saya juga kerja walaupun jadi buruh bangunan. Tapi nggk apa-apa saya tanda tangan saja dan minta anak-anak tetap sama saya, kan dia masih di Taiwan. Saya bilang sama keluarga kalau saya disusuki sama istri saya. Mau gimana lagi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com